Difteri merupakan penyakit infeksi akut yang terjadi akibat adanya paparan bakteri Corynebacterium diphtheria. Penyakit ini sangat menular, dan dapat menjangkiti siapa saja yang terpapar percikan liur (droplet) dari penderita.
Hal paling mengkhawatirkan dari difteri adalah gejala yang sering tidak disadari. Karena itu, penyakit ini sering terlambat dideteksi sehingga muncul komplikasi. Berdasarkan studi, beberapa komplikasi yang bisa terjadi akibat difteri adalah:
Gangguan pernapasan
Sel-sel yang mati akibat racun bakteri penyebab difteri akan membentuk jaringan berwarna abu-abu di saluran pernapasan. Adanya jaringan tersebut dapat menghambat laju pernapasan.
Kerusakan jantung
Racun difteri juga berpotensi masuk ke jantung dan menyebabkan berbagai masalah seperti detak jantung yang tidak teratur, gagal jantung, dan kematian mendadak.
Kerusakan saraf
Racun yang dikeluarkan oleh bakteri difteri dapat menyebabkan penderita sulit menelan, mengalami masalah saluran kemih, kelumpuhan pada diafragma, serta pembengkakan saraf tangan dan kaki.
Difteri hipertoksik
Ini adalah jenis paling parah dari komplikasi difteri, karena dapat memicu pendarahan yang parah dan gagal ginjal.
Artikel lainnya: Kondisi yang Tidak Diperbolehkan Mendapatkan Vaksin Difteri
Pencegahan dengan vaksin difteri
Kasus penyakit difteri di Indonesia sebenarnya hampir musnah sejak tahun 1990. Hal ini berkat adanya program imunisasi wajib dari pemerintah, yang salah satunya meliputi vaksin difteri.
Sayangnya, kasus penyakit difteri kembali muncul ke permukaan beberapa tahun belakangan. Laporan yang ada menyebut bahwa sepanjang tahun 2017 terdapat 20 provinsi di Indonesia yang mengalami peningkatan kasus penyakit tersebut.
Hal ini diduga akibat vaksin difteri yang dituding mengandung enzim babi sehingga sebagian orang enggan mendapatkannya. Padahal, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sudah menepis mentah-mentah tudingan tersebut, dan menyatakan bahwa vaksin difteri sepenuhnya halal dan aman digunakan.
Nah, bagi siapapun yang tidak ingin terkena difteri dan berbagai komplikasinya, tak ada salahnya untuk segera mendapatkan vaksin difteri. Namun sebelum itu, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
Usia pemberian
Menurut jadwal dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), bayi diberikan vaksin difteri pada usia 2, 3 dan 4 bulan, lalu dilanjutkan dengan booster pada usia 18–24 bulan, dan 5 tahun.
Pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), anak usia sekolah dasar wajib mendapatkan satu kali imunisasi DT. Sedangkan, anak sekolah dasar kelas 2 dan 5 wajib mendapatkan imunisasi TD. Selanjutnya, imunisasi ulangan dilakukan setiap 10 tahun, termasuk untuk orang dewasa.
Alternatif lainnya: Bolehkah Vaksin Difteri Saat Haid?
Rute vaksin
Vaksin difteri diberikan melalui suntikan ke otot. Biasanya pada lengan atau bisa pula pada paha dan bokong.
Jenis vaksin
- Ada tiga jenis vaksin difteri, yaitu:
- Vaksin DPT-HB-HiB untuk bayi di bawah 1 tahun dan bayi berusia 18 bulan.
- Vaksin DT yang akan diberikan pada anak ketika ia berada di kelas 1 SD atau berusia sekitar 6 tahun.
- Vaksin TD yang diberikan pada anak ketika ia berada di kelas 2 atau 5 SD, atau berusia sekitar 7 tahun atau 10 tahun.
Kondisi kesehatan anak
Saat pemberian vaksin difteri, pastikan bahwa tubuh dalam kondisi sehat. Jika sedang sakit, pemberian vaksin sebaiknya ditunda hingga kondisi tubuh kembali fit dan bugar.
Alternatif lainnya: Inilah Cara Ampuh Mencegah Difteri selain Vaksin
Outbreak Response Imunization (ORI)
Akibat ditemukannya kembali kasus difteri di Indonesia, maka pemerintah melakukan Outbreak Response Imunization (ORI). Ini adalah imunisasi difteri ulang yang dilakukan oleh 3 provinsi, yaitu Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat. ORI diberikan sebanyak 3 kali dengan interval 0–1–6 bulan, dan hanya ditujukan untuk anak berusia 1–19 tahun.
Jangan sungkan untuk memastikan bahwa anak atau Anda mendapatkan vaksin difteri tepat waktu. Lakukan pencegahan sejak dini, jangan tunggu hingga penyakit benar-benar terjadi.
(NB/ RVS)