Normalnya, jenis kelamin anak sudah dapat diketahui sejak lahir. Namun, ada kondisi yang membuat alat kelamin bayi tidak jelas sehingga sulit ditentukan apakah ia laki-laki atau perempuan. Kondisi ini dikenal dengan ambiguous genitalia. Apa saja gejala ambiguous genitalia pada bayi?
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, perlu diketahui bahwa ambiguous genitalia atau juga dikenal sebagai disorders of sex development adalah gangguan perkembangan organ kelamin. Kelainan ini termasuk sebuah kondisi langka, angka kejadiannya hanya sekitar 1 dari 5.000 kelahiran.
Ambiguous genitalia dapat merupakan hasil dari beberapa kelainan perkembangan organ seksual. Kondisi ini dapat berupa alat kelamin yang tidak berkembang sempurna, atau bayi punya karakteristik dua jenis kelamin. Bahkan, organ seksual di dalam tubuhnya mungkin saja berbeda dengan organ seksual luar tubuh.
Ambiguous genitalia biasanya sudah diketahui sejak lahir. Terkadang, beberapa kasus sudah dapat diketahui sejak sebelum bayi lahir ketika dilakukan pemeriksaan USG.
Tanda dan gejala ambiguous genitalia
Di bawah ini adalah beberapa tanda dan gejala dari kondisi ambiguous genitalia pada bayi:
- Klitoris yang membesar seperti penis.
- Labia yang menutup atau terlipat seperti skrotum.
- Labia yang menyatu seperti testis.
- Lubang penis yang tidak berada di ujung (hipospadia).
- Penis yang berukuran kecil secara abnormal (micropenis), dengan lubang penis dekat dengan skrotum.
- Tidak adanya satu atau dua testis pada struktur yang menyerupai skrotum.
- Skrotum yang kosong dengan penampakan seperti labia, dengan atau tanpa penis yang kecil.
Penyebab dan faktor risiko ambiguous genitalia
Ambiguous genitalia disebabkan oleh kelainan hormon ketika hamil, sehingga mengganggu perkembangan organ seksual janin seperti:
- Kekurangan hormon laki-laki, sehingga menyebabkan ambiguous genitalia pada janin laki-laki.
- Paparan terhadap hormon laki-laki menyebabkan ambiguous genitalia pada janin perempuan.
- Mutasi genetik.
- Kehilangan atau kelebihan suatu kromosom seksual.
- Hiperplasia adrenal kongenital menyebabkan kelebihan hormon laki-laki (androgen).
- Obat-obatan tertentu yang dikonsumsi ketika hamil bisa saja mengandung hormon laki-laki.
- Tumor pada ibu hamil yang dapat menghasilkan hormon laki-laki.
- Sindrom insensitivitas androgen yang membuat jaringan genital tidak sensitif terhadap hormon androgen yang dihasilkan oleh testis.
- Defisiensi alfa-reduktase yang merusak produksi hormon laki-laki.
Ambiguous genital lebih rentan terjadi bila terdapat kondisi ini:
- Keturunan dalam keluarga atau genetik.
- Adanya riwayat infertilitas, siklus menstruasi yang tidak teratur, atau rambut wajah yang berlebihan pada wanita.
- Riwayat kelainan genitalia.
- Kelainan perkembangan fisik pada pubertas.
- Hiperplasia adrenal kongenital.
Ambiguous genitalia dapat memberikan komplikasi berupa infertilitas. Beberapa kasus ambiguous genitalia memiliki kelainan pada organ seksual dalam tubuh, sehingga berdampak pada kesuburan. Beberapa kelainan perkembangan organ seksual juga meningkatkan risiko kanker.
Apabila ada dugaan ambiguous genitalia, dokter akan melakukan beberapa tes seperti pemeriksaan darah untuk memeriksa hormon, pemeriksaan kromosom dan genetik, USG perut dan panggul, serta sinar x kontras untuk memeriksa kelainan anatomi. Semua tes ini bertujuan untuk menentukan jenis kelamin sang anak.
Ambiguous genitalia tak hanya berdampak pada anak, tetapi juga keluarganya. Penanganan sejak dini dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik terutama mental sang anak. Penanganan biasanya dilakukan oleh tim beberapa ahli seperti dokter spesialis anak, urolog, dokter bedah plastik, dokter endokrin, ahli psikiatri, dan psikolog.
Alat kelamin tidak jelas pada bayi atau ambiguous genitalia merupakan kondisi langka yang terjadi pada 1 dari 5.000 kelahiran. Mengenali tanda dan gejala ambiguous genitalia dapat membantu diagnosis dan penanganan yang membutuhkan dukungan tim dokter dan pastinya keluarga.
(RN/RPA)