Tiap orang tua tentu ingin anak lahir dalam keadaan sehat dan menjalani tumbuh kembang optimal. Namun, ada beberapa kondisi yang membuatnya serasa hanya impian. Bayi mungkin lahir dengan kelainan kromosom yang membuatnya berbeda dengan bayi lainnya, bahkan mengancam nyawanya. Salah satu kelainan yang dapat terjadi adalah sindrom Patau.
Sindrom Patau merupakan salah satu kelainan kromosom yang mana penderitanya mengalami kelebihan kromosom nomor 13. Karena itu, sindrom ini sering pula disebut dengan trisomi 13.
Sindrom Patau, Apa Itu?
Pada kondisi normal, terdapat dua copy untuk setiap kromosom dalam tubuh manusia. Pada sindrom Patau, terdapat ekstra copy pada kromosom nomor 13, membuat kromosom tersebut memiliki tiga copy.
Hal tersebut mungkin tampak kecil, tetapi dampaknya sangat besar bagi pembentukan organ tubuh janin. Kelainan genetik yang serius ini menyebabkan kelainan yang berat, seperti penyakit jantung bawaan, kelainan otak dan sistem saraf, dan banyak gangguan organ lainnya.
Hingga saat ini, belum diketahui apa persisnya yang menyebabkan kelainan jumlah kromosom tersebut. Pada sebagian besar kasus, ini terjadi akibat kelainan acak (random error) saat pembentukkan sperma atau sel telur dari ayah dan ibu.
Berbagai Kondisi yang Bisa Disebabkan oleh Sindrom Patau
Sindrom Patau ditandai dengan banyak kelainan organ yang berat. Gejala klasik dari kelainan ini adalah ukuran mata kecil (mikro atau anoftalmia), bibir sumbing dan sumbing di langit-langit mulut, dan jumlah jari berlebih (polidaktili).
Selain itu, kelainan lain yang juga dapat terjadi pada sindrom Patau adalah:
- Penyakit jantung bawaan
- Ukuran kepala lebih kecil dari normal (mikrosefali)
- Gangguan tulang belakang
- Gangguan pendengaran
- Kelainan bentuk kaki
Saat lahir, umumnya bayi dengan sindrom Patau akan tampak lemas, tidak menangis, hanya merintih, sesak napas, hingga tampak membiru. Berbagai kelainan organ tersebut membuat bayi dengan penyakit langka ini jarang bertahan hidup dalam waktu lama.
Rerata bayi sindrom Patau hanya mampu bertahan kurang dari seminggu. Lebih dari 90 persen meninggal dunia dalam tahun pertamanya.
Gangguan napas hingga henti napas dan kejang merupakan dua di antara beberapa komplikasi yang menyebabkan kematian pada penderita sindrom Patau. Hanya 5-10 persen yang mampu hidup lebih dari satu tahun, itu pun dengan topangan peralatan medis yang intensif.
Jika sindrom Patau telah diketahui sejak kehamilan melalui pemeriksaan USG dan cairan ketuban (amniosentesis), maka ibu hamil harus berkonsultasi dengan dokter spesialis kebidanan dan kandungan metode persalinan yang paling tepat.
Selain itu, fasilitas kesehatan tempat persalinan harus dipastikan memiliki layanan perinatologi (bayi baru lahir) yang optimal. Pasalnya, penanganan bayi dengan sindrom Patau harus dilakukan oleh dokter ahli perinatologi dan bedah anak.
Pengobatan sindrom Patau bergantung pada gejala dan tanda yang dialami pasien dan umumnya bersifat simtomatik dan suportif, seperti tindakan operasi jantung, operasi di saluran pernapasan, pemasangan alat bantu napas, dan sebagainya. Tindakan tersebut tidak betujuan untuk menyembuhkan pasien, melainkan menolong pasien untuk bertahan hidup.
Sejauh ini, belum ada hal spesifik yang dapat dilakukan untuk mencegah sindrom Patau. Jika seorang ibu sebelumnya pernah melahirkan anak dengan sindrom Patau, sebaiknya lakukan konseling dengan ahli genetik sebelum merencanakan kehamilan berikutnya. Selain itu, langkah ini juga penting untuk mengetahui seberapa besar risiko cacat bawaan tersebut dapat kembali terjadi.
Pemantauan rutin selama kehamilan (antenatal care) merupakan salah satu langkah awal untuk mendeteksi sedini mungkin adanya kelainan kromosom pada janin, termasuk sindrom Patau. Dengan demikian, kelainan sekecil apa pun dapat diketahui secepat mungkin.
(RN/ RH)