Melalui kontribusinya selama 10 tahun terakhir ini, sudah banyak media massa yang meliput profil dan karyanya ini. Sayangnya tidak banyak yang berasal dari Indonesia. KlikDokter termasuk salah satu yang beruntung dapat mewawancarai dr. Kinari Webb secara langsung.
Perjalanan dr. Kinari Webb ke Indonesia erat dengan masa kecilnya di Dixon, New Mexico, AS. Kedua orangtuanya adalah doktor dalam bidang psikologi. Kecintaan kedua orangtua Dokter Kinari pada alam mengajarkannya untuk mencintai binatang dan alam. Itulah yang membuat beliau mengambil jurusan biologi di Reed College. Saat itu beliau berpikir untuk menjadi seorang climatologist -ahli iklim.
Dr. Kinari Webb pertama kali datang ke Indonesia pada tahun 1993 sebagai mahasiswa yang meneliti orangutan di Taman Nasional Gunung Palung, Sukadana, Kalimantan Barat. Tempat ini merupakan habitat orangutan yang tersisa di Indonesia. Hutan hujan tropis yang ada di dalamnya terancam semakin berkurang akibat banyaknya illegal logging (penebangan liar) oleh warga lokal.
Menjadi Dokter Karena Panggilan
Selama setahun meneliti, dr. Kinari Webb menyadari bahwa warga lokal yang melakukan penebangan liar ini hidup miskin. Umumnya mereka dapat memenuhi kebutuhan pangan melalui mata pencahariannya sebagai petani. Namun, mereka tidak punya biaya bila jatuh sakit dan memerlukan perawatan. Bagi mereka hanya ada satu cara untuk mendapatkan uang tunai, yaitu menebang pohon di hutan dan menjualnya.
Kecintaannya pada alam yang berpadu dengan keinginannya untuk membantu banyak orang menggelitik pikirannya untuk menjadi dokter. Hingga suatu hari, dirinya berhadapan dengan seorang asisten penelitian yang merupakan warga lokal. Sang asisten mendatangi dirinya dengan tangan yang teriris oleh parang. Meski lukanya tidak serius, ia sangat takut dan menatap Dr. Kinari Webb seolah akan mati. Peristiwa ini menyadarkannya bahwa bagi orang-orang di pedalaman tersebut, luka biasa memiliki konsekuensi yang mengerikan.
“Dia berhak untuk takut karena tidak memiliki antibiotik dan tidak tahu bagaimana cara membersihkan lukanya. Luka itu besar dan bila sampai terinfeksi, dia tidak akan bisa bekerja lagi. Bahkan dia bisa mati. Peristiwa seperti ini belum pernah saya alami sebelumnya.”
Momen tersebut sangat memotivasinya untuk menjadi dokter. Selanjutnya Dr. Kinari Webb melanjutkan studi kedokteran di Universitas Yale. Dalam surat lamarannya, tertulis jelas di mana dan bagaimana ia ingin menjalankan praktik sebagai dokter. Ia akan kembali bekerja membantu masyarakat Indonesia di daerah terpencil sekaligus melakukan usaha konservasi alam. Setelah selesai studi kedokteran pada tahun 2002, beliau melanjutkan studi program residensi (setara spesialis) dalam bidang kedokteran keluarga. Program tersebut menyediakan pelatihan terbaik untuk praktik kedokteran di negara berkembang.
Tsunami yang mengguncang Aceh ‘memanggil’ dokter Kinari untuk kembali ke Indonesia. Bagaimana bencana yang meluluhlantakkan Aceh itu mengubah hidupnya?
Kecewa Pada Organisasi Non-Profit
Di tahun terakhir masa residensi, Dr. Kinari Webb kembali ke Indonesia untuk membantu korban tsunami Aceh. Ini juga memberinya peluang untuk bisa bekerja dengan salah satu organisasi non-profit yang ada di sana. Namun, kenyataan di lapangan membuatnya sangat kecewa dengan organisasi-organisasi tersebut.
“Saya prihatin melihat bagaimana organisasi-organisasi tersebut tidak mendengarkan aspirasi warga. Nampaknya mereka benar-benar tidak peduli apa yang dibutuhkan atau diinginkan oleh warga lokal. Hal itu sangat membuat saya frustasi karena jutaan dolar dikeluarkan untuk membantu warga Aceh. Apa yang mereka butuhkan saat itu pun sangatlah jelas. Saya sangat marah dan menyadari bahwa saya tidak mau bekerja dengan mereka.”
Kekecewaannya pada organisasi non-profit mendorongnya untuk mendirikan organisasinya sendiri yang dinamakan Health in Harmony. Organisasi non-profit Health in Harmony (HIH) berdiri pada tahun 2005. Organisasi ini memiliki visi untuk mewujudkan planet yang sehat melalui manusia yang sehat. Salah satu kegiatannya adalah memberikan dukungan dana untuk proyek ASRI. Organisasi ini juga menyediakan bantuan baik dalam bentuk fisik maupun non-fisik bagi warga maupun staf yang membutuhkan.
Selain itu HIH juga berkomitmen untuk menyebarkan berita ke seluruh dunia pentingnya memikirkan kesehatan manusia dan lingkungan bersama-sama. Betapa keduanya saling berhubungan. Misi HIH adalah komunitas yang sehat dapat melestarikan lingkungan. Organisasi ini bekerja dengan warga lokal untuk melestarikan hutan melalui dua cara:
- Memberikan pelatihan pertanian organik dan mata pencaharian lain sehingga rumah tangga dapat meningkatkan pendapatan tanpa membuka lahan baru.
- Menyediakan pelayanan kesehatan yang terjangkau sehingga tidak ada keluarga yang harus berhutang ketika mengalami darurat kesehatan.
Misi yang dibawa oleh HIH ini sesuai dengan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) WHO yang ketujuh, yaitu memastikan kelestarian lingkungan.
Kembali ke Sukadana
Dr. Kinari Webb sudah jatuh cinta dengan Indonesia sejak pertama kali menginjakkan kakinya di Tanah Air. Beliau juga lancar berbahasa Indonesia. Alasan lain adalah fakta bahwa Indonesia mengalami kebakaran hutan tersering di dunia dan juga salah satu yang mengalami laju deforestasi (penggundulan hutan) tercepat.
Setelah menyelesaikan program residensi, Dr. Kinari Webb kembali ke Indonesia untuk menjalankan proyeknya. Selama satu tahun, beliau mengelilingi 13 propinsi di Indonesia untuk mencari tempat yang tepat bagi proyek ini. Akhirnya beliau menetapkan hati untuk memilih area Taman Nasional Gunung Palung di Sukadana, tempatnya pertama kali meneliti orangutan.
“Saya berusaha mencari tempat yang cocok di seluruh Indonesia hingga akhirnya memutuskan untuk kembali ke tempat terasa bagaikan rumah sendiri. Sebelumnya saya merasa tempat ini tidak bisa berhasil karena pemerintah kurang mendukung dan sudah terlalu banyak kerusakan hutan yang terjadi. Saya pikir sudah terlalu terlambat untuk menyelamatkan Gunung Palung. Ternyata setelah saya kembali, masih banyak hutan yang bisa diselamatkan. Saat itu juga ada pemilihan gubernur yang baru. Ini seperti sebuah kesempatan baik untuk bekerja sama dengan pemerintah dari awal. Kepala Taman Nasional Gunung Palung saat itu pun sangat mendukung.”
Klinik ASRI – Alam Sehat Lestari
Proyek ASRI bertujuan agar tidak ada lagi warga yang harus melakukan penebangan liar untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Karena itu, Dr. Kinari Webb mencari solusi agar setiap orang memiliki kehidupan yang lebih sejahtera. Salah satunya dengan penyediaan pelayanan kesehatan berkualitas tinggi.
Setelah melakukan survei awal terhadap 1500 rumah tangga, mendapatkan izin klinik dan mempersiapkan semua sarana dan prasarananya, berdirilah Klinik ASRI. Klinik ini resmi dibuka pada tanggal 12 Juni 2007. Terletak di pinggiran Sukadana, klinik ini dimulai dengan 8 orang staf yang terdiri dari dokter, perawat, dan tenaga pendukung lainnya -termasuk Dr. Kinari Webb. Sebanyak kurang lebih 100.000 penduduk menjadi target pelayanan Klinik ASRI.
Satu hal yang menjadi karakter Klinik ASRI adalah pasien bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas tanpa harus membayar dengan uang tunai. Pasien dapat membayar melalui barter barang. Barang-barang yang bisa dibarter seperti bibit tanaman untuk reboisasi (penanaman kembali) atau kerajinan tangan yang dapat dijual untuk membayar obat-obatan mereka, atau melalui barter jasa dengan bekerja di klinik. Selain itu, warga yang berasal dari desa yang tidak melakukan penebangan liar sama sekali, mendapatkan potongan 70% dari total biaya yang harus dibayar.
Selama 10 tahun berdiri, beliau melihat sudah banyak perubahan dan kemajuan. Baik dari klinik itu sendiri, sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, maupun kualitas dokter Indonesia yang melayani di sana. Menurut beliau dokter-dokter Indonesia tidak kalah dengan dokter-dokter luar negeri. Hanya saja, membutuhkan pendidikan dan pelatihan yang lebih baik. Salah satu caranya dengan selalu menghadirkan dokter dari Amerika Serikat maupun negara lain sebagai sukarelawan yang membagikan ilmu sekaligus belajar dari dokter-dokter Indonesia.
“Dokter-dokter Indonesia itu sangat pintar dan sangat mampu, Namun mereka kurang terlatih. Dalam waktu singkat, dengan pelatihan yang baik mereka dapat menjadi dokter-dokter kelas dunia.”
Ekspansi menjadi Rumah Sakit ASRI
Bagi Dr. Kinari Webb, proyek ASRI adalah harapan bagi dunia. Sejak dibuka, Klinik ASRI sudah melayani lebih dari 60.000 pasien. Perbaikan kesehatan sangat dirasakan dan angka penebangan liar menurun secara dramatis.
“Banyak orang di sekitar Gunung Palung mengatakan bahwa alasan utama mereka melakukan penebangan adalah agar bisa membayar biaya kesehatan. Mereka mengatakan bila mereka memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi dan terjangkau serta terlatih dalam pertanian organik, mereka bisa berhenti menebang. Sekarang penebangan liar sudah sangat berkurang.”
Ketika proyek ini baru dimulai, kurang lebih terdapat 1.350 rumah tangga yang melakukan penebangan liar. Setelah lima tahun, angka ini menurun sebanyak 68%, menjadi 450 rumah tangga. Dan saat ini, masih ada sekitar 180 rumah tangga yang melakukan penebangan liar.
Atas pencapaian ini, pada tanggal 22 Juli 2016, Klinik ASRI menerima penghargaan Kalpataru untuk kategori Penyelamat Lingkungan dan menjadi salah satu dari 3 organisasi yang menerima penghargaan bergengsi ini.
Dengan semakin bertambahnya jumlah pasien dan keinginan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang lebih menyeluruh, Dr. Kinari Webb memperluas Klinik ASRI menjadi Rumah Sakit. Sebelumnya dibutuhkan 2 jam untuk mengakses rumah sakit terdekat dan 7 jam perjalanan ke Pontianak untuk segala tindakan yang lebih dari operasi minor.
Dr. Kinari Webb juga melihat bahwa yang menjadi urgensi pembangunan rumah sakit ini adalah masalah kematian ibu akibat melahirkan. Warga di Sukadana tidak memiliki pelayanan kesehatan ibu yang memadai dan secara umum tidak punya akses terhadap rumah sakit. Beliau mengatakan bahwa meskipun perbaikan kesehatan warga nyata terlihat sejak Klinik ASRI ada, namun sebelum operasi, terutama operasi caesar dapat dilakukan, tidak akan mampu mengatasi penyebab kematian yang signifikan.
Saat ini, Rumah Sakit ASRI masih dalam tahap pembangunan dan akan mulai diresmikan pada bulan Oktober 2016 nanti.
Di Balik Kesuksesan Proyek ASRI
Sebelum memulai proyeknya, Dr. Kinari Webb bersama pendiri lainnya yaitu drg. Hotlin Ompusunggu, tinggal di dekat warga dan melakukan lebih dari 400 jam diskusi formal dan informal dengan mereka dan pejabat lokal. Proses konsultasi yang intensif disebut dengan proses mendengar dengan radikal (radical listening).
Proses konsultasi ini dimulai dengan pertanyaan sederhana namun mendalam: “Apabila dunia mengatakan, ‘Terimakasih sudah melindungi hutan,’ bagaimana bentuk terimakasih yang Anda inginkan?” Titik tolak yang tidak biasa ini terinspirasi dari pemahaman filosofi bahwa warga yang melakukan deforestasi berada dalam posisi yang unik untuk mengambil langkah yang akan memiliki efek positif baik lokal maupun global dan bahwa langkah ini harus diakui dan dihargai. Pada saat yang sama, pertanyaan ini menjadi pernyataan publik dari keinginan ASRI, sebuah langkah penting untuk mendorong kerjasama warga lokal.
Apabila warga lokal ditanya mengapa proyek ASRI berhasil, mereka akan berkata, “Karena kami memiliki program ini, kami merancangnya, dan ASRI selalu mendengarkan kami ketika kami memberitahu bagaimana cara menyelesaikan suatu masalah.” Dr. Kinari Webb percaya bahwa orang yang paling tahu bagaimana cara mengatasi suatu masalah adalah mereka yang mengalaminya sendiri. Walaupun warga tahu apa solusinya, seringkali mereka tidak dapat melaksanakannya karena mereka tidak punya akses terhadap sumber daya atau pengetahuan untuk melakukannya. Namun, dengan bekerja bersama, dipandu oleh permintaan dan saran warga, masalah-masalah itu dapat diselesaikan, dan dengan cara yang paling efisien.
Lalu mengapa proses mendengarkan ini disebut ‘radikal’? Sebab, apa yang diminta oleh warga benar-benar dilakukan, sekalipun ide yang disampaikan tidak masuk akal. Selain itu, karena ini merupakan pendekatan bottom-up, yang memberikan kuasa kepada warga masyarakat. Tiga elemen kunci dari kesuksesan proyek ASRI ini adalah radical listening, bekerja sama dalam menyelesaikan masalah, dan menyatukan berbagai solusi. Beliau bermimpi agar model radical listening ini dapat dibawa ke tingkat global. Menurutnya, solusi yang benar-benar sukses sangat jarang ada, dan yang sudah ada harus disebarkan seluas-luasnya apabila terdapat peluang untuk menemukan solusi yang sama-sama menguntungkan bagi alam dan manusia.
Penutup
Masalah kesehatan tidak melulu bersifat medis dan klinis. Untuk bisa mengatasi masalah kesehatan baik individu maupun komunitas, harus dilihat akar masalah yang sesungguhnya. Umumnya hal itu bukanlah dari sisi kesehatan tapi sangat berkaitan dengan kesehatan. Pengalaman Dr. Kinari Webb telah membuktikan bahwa manusia yang sejahtera akan melahirkan manusia yang sehat. Manusia yang sehat akan menciptakan lingkungan yang sehat pula. Dengan demikian harmoni kesehatan akan terwujud.
Sudah saatnya dokter-dokter Indonesia berpikir beyond health untuk kemajuan bangsa. Semoga apa yang sudah dilakukan oleh Dr. Kinari Webb dapat menginspirasi kami, para dokter Indonesia untuk bisa keluar dari zona nyaman dan menjadi lebih dari sekedar ‘dokter’.
“The ends are not in your hands only the means. How you do something is all that you can control. What happens as the result of what you do is up to God.” - Kinari Webb.