Selain stem cell, ada lagi terapi sel lainnya yaitu sel dendritik. Awalnya, terapi tersebut digunakan sebagai pengobatan kanker.
Namun, sel dendritik mencuat akhir-akhir ini mengenai kabar penggunaannya untuk vaksin Nusantara.
Selain tentang efektivitas dan keamanannya, belum banyak yang memahami betul apa sebenarnya metode sel dendritik khususnya untuk COVID-19. Untuk itu, simak selengkapnya berikut ini.
Metode Sel Dendritik dalam Pengobatan Medis
Menurut dr. Astrid Wulan Kusumoastuti, sel dendritik adalah salah satu sel yang berperan dalam fungsi sistem imunitas tubuh. Sel ini berperan sebagai antigen presenting cell (APC).
Artikel Lainnya: Alasan Interval Vaksin COVID-19 di Indonesia Diperpanjang
“Dalam terapi sel dendritik untuk kanker, sel dendrit dimanfaatkan untuk memicu respons imun terhadap sel kanker,” ujar dr. Astrid.
“Metodenya dilakukan dengan cara mengambil sel dendritik dari pasien, lalu diproses secara ex-vivo di laboratorium, dan dikembalikan lagi ke tubuh pasien,” jelasnya.
Menurut British Society for Immunology, sel tersebut dinamai dendritic cells (DC) karena bentuknya seperti pohon bercabang banyak.
Sel ini memiliki tanggung jawab terhadap respons imun adaptif dan berperan menjaga sistem kekebalan tubuh.
Sel dendritik merupakan leukosit yang berasal dari sumsum tulang dan jenis sel pembawa antigen yang paling kuat. Sel ini menghubungkan imunitas bawaan pasien dan imunitas adaptif.
Karena permukaannya yang luas, DC dapat berkontak dengan banyak sel, seperti sel T, natural killer cells, neutrofil, sel epitel, dan lain sebagainya.
Kapasitas yang dimiliki sel dendritik sebenarnya cukup menjanjikan untuk pengobatan kanker, penyakit autoimun, dan transplantasi. Manipulasi yang dilakukan sel ini mampu meningkatkan pertahanan kekebalan tubuh.
Dalam kasus kanker, tumor telah terbukti dapat ditekan oleh DC. Terapi dengan metode sel dendritik umumnya aman dan tanpa efek samping berarti.
Artikel Lainnya: Apakah Vaksin COVID-19 Bisa Sebabkan Kaki Bengkak?
Apakah Metode Sel Dendritik Ampuh Atasi Covid?
Menurut dr. Astrid, efektivitas sel dendritik untuk penanganan infeksi virus corona belum bisa dipastikan. Sebab, studi yang ada terkait coronavirus juga masih terus dilakukan.
Kendati begitu, terdapat sebuah penelitian terbaru (2021) berjudul Dendritic Cells in COVID-19 Immunopathogenesis: Insights for a Possible Role in Determining Disease Outcome.
Studi yang dipublikasikan dalam International Reviews of Immunology tersebut membahas potensi metode sel dendritik untuk menyembuhkan infeksi virus corona.
Dikatakan, sel dendritik tersebar luas di saluran pernapasan manusia untuk memberikan perlindungan.
Sayangnya, para sel itu juga menjadi sasaran yang ditargetkan oleh patogen penyebab infeksi, termasuk SARS-CoV-2.
Sejauh ini, COVID-19 menciptakan perburukan gejala dan dampak pada kelompok lansia. Sebab, sel dendritiknya sudah mulai mengalami disfungsi.
Dengan memberikan terapi DC, respons imun bawaan dan adaptif pada lansia akan bekerja lebih baik.
Artikel Lainnya: Vaksin COVID-19 Dapat Mengubah Siklus Menstruasi, Benarkah?
Sementara, dilansir dari berbagai sumber (21/4), vaksin Nusantara yang tidak mendapat izin untuk dilanjutkan ke tahap II oleh BPOM ternyata tidak menggunakan sel dendritik untuk kepentingan vaksinnya.
Tim peneliti hanya melanjutkan studi sel tersebut untuk mengembangkan terapi imun dan tidak ada kaitannya dengan vaksin. Pengobatan ini memang tidak bisa diproduksi secara massal seperti vaksin.
Jika penelitian berhasil, maka diharapkan terapi imun dengan sel dendritik bisa menjadi alternatif pengobatan virus corona.
Konsultasi ke dokter seputar COVID-19 lebih mudah lewat fitur LiveChat di aplikasi Klikdokter.
(FR/AYU)