Penyakit ginjal menjadi masalah kesehatan di Indonesia, dimana prevalensi dan insiden gagal ginjal meningkat setiap tahunnya. Hasil Riskedas 2013 menunjukkan banyak yang mengalami gagal ginjal kronik pada usia 35-44 tahun dengan lebih banyak terjadi pada laki-laki.
Gagal ginjal merupakan suatu penyakit ketika fungsi organ ginjal mengalami penurunan sehingga tidak mampu untuk bekerja. Fungsi ginjal yang utama adalah organ pengatur yang membantu menjaga kestabilan cairan dan elektrolit, serta menyaring toksin-toksin yang tidak diperlukan tubuh. Selain itu, organ ginjal juga membantu pengaturan hormon renin yang berperan dalam mengatur tekanan darah maupun eritropoetin (EPO) yang membantu merangsang produksi sel darah merah di sumsum tulang belakang.
Secara garis besar, gagal ginjal terbagi menjadi dua, yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik. Gagal ginjal akut atau acute kidney injury merupakan penurunan cepat dari fungsi ginjal yang dilihat dari laju filtrasi glomerulus dan umumnya dapat kembali normal. Adapun gagal ginjal kronik atau chronic kidney disease adalah kondisi penurunan fungsi ginjal terjadi secara bertahap atau perlahan.
Kenali penyebab gagal ginjal
Penyebab seseorang mengalami gagal ginjal akut biasanya karena dehidrasi yang berat, infeksi berat atau sepsis, penyakit autoimun, infeksi saluran kemih, obstruksi pada saluran kemih (bisa disebabkan adanya batu atau penyempitan saluran), penggunaan obat-obatan secara bebas tanpa pengawasan dokter, atau penyakit jantung (seperti gagal jantung kronik, serangan jantung).
Sementara itu, gagal ginjal kronik biasanya terjadi akibat adanya komplikasi dari penyakit lain, seperti diabetes mellitus dan hipertensi yang tak terkontrol. Selain itu, apabila seseorang mengalami gagal ginjal akut dan tidak ditangani dengan baik maka bisa berlanjut menjadi gagal ginjal kronik.
Tanda dan gejala dari gagal ginjal sendiri umumnya ditandai dengan gangguan BAK, seperti jumlah urine berkurang atau tidak ada sama sekali, bengkak pada kedua kaki dan sesak.
Pada tahap lanjut, gagal ginjal bisa menimbulkan gejala mual, muntah, kejang, anemia, serta penurunan kesadaran. Tidak semua orang yang mengalami gagal ginjal mengalami tanda dan gejala ini pada tahap awal, bisa saja tidak sama sekali muncul gejala, tetapi terdeteksi dari hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan.
Cuci Darah Diharuskan?
Penanganan gagal ginjal tidak semuanya harus cuci darah atau hemodialisis. Banyak orang berpikiran bahwa saat mengalami gagal ginjal harus dilakukan cuci darah. Padahal, harus diketahui lebih dulu jenis gagal ginjal yang dialami.
Penderita gagal ginjal akut biasanya tidak memerlukan terapi cuci darah. Akan tetapi, pada kondisi berat dan mengancam nyawa tindakan cuci darah bisa dipertimbangkan. Sementara itu, pada kondisi gagal ginjal kronik bisa dilihat derajat keparahannya. Penggunaan obat-obatan, misalnya untuk mengontrol tekanan darah, mengurangi bengkak, maupun obat-obatan diabetes, juga tetap harus dikonsumsi secara rutin.
Apabila fungsi ginjal semakin menurun maka harus dilakukan tindakan cuci darah atau tranplantasi ginjal. Tindakan cuci darah atau hemodialisis adalah salah satu cara untuk membantu organ ginjal tetap bisa bekerja dengan bantuan alat. Meski alat hemodialisis tidak bisa menggantikan fungsi ginjal seutuhnya, tindakan ini dapat membantu ginjal membuang zat sisa yang menjadi racun bagi tubuh.
Biasanya seseorang yang mengalami gagal ginjal kronik tahap lanjut akan membutuhkan 1-3 kali hemodialisis setiap minggunya, tergantung kondisi pasien dan fungsi ginjalnya. Tindakan ini berlangsung seumur hidup. Apabila tidak melakukan hemodialisis maka dapat muncul gejala seperti sesak napas, gelisah, hingga penurunan kesadaran.
Namun, apabila tidak ingin melakukan hemodialisis secara rutin, Anda bisa mempertimbangkan untuk melakukan transplantasi ginjal. Transplantasi ginjal merupakan pemindahan ginjal pendonor ke tubuh penderita. Setelah menjalani tindakan ini, tentu Anda harus dikontrol dengan obat-obatan yang dikonsumsi seumur hidup.
Jadi, penderita gagal ginjal tidak semuanya harus menjalani cuci darah seumur hidup. Perlu diketahui jenis gagal ginjalnya, apakah akut atau kronik. Hanya gagal ginjal tahap lanjutlah yang mengharuskan seseorang menjalani tindakan cuci darah seumur hidup. Namun, apabila tidak ingin menjalani cuci darah seumur hidup, tindakan transplantasi ginjal bisa menjadi pertimbangan.
[HNS/ RVS]