Benarkah Aspirin Dapat Digunakan untuk Mengobati Serangan Jantung?

Manfaat obat aspirin untuk mencegah serangan jantung tidak lepas dari kemampuannya dalam mengencerkan darah.

Aspirin sendiri merupakan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) yang mengandung acetylsalicylic acid.

Biasanya, obat ini digunakan untuk mengurangi demam dan meredakan nyeri otot, sakit gigi, pilek, maupun sakit kepala. Tidak hanya itu, aspirin juga disebut-sebut dapat mencegah serangan jantung.

Bagaimana cara kerja aspirin untuk mencegah gangguan jantung serius yang disebabkan oleh terhambatnya aliran darah ke otot jantung? Bisakah aspirin mengobati serangan jantung? Simak penjelasan dokter berikut.

Disampaikan dr. Dyah Novita Anggraeni, cara kerja aspirin dalam mencegah serangan jantung, yaitu dengan menghambat proses penggumpalan darah.

“Saat terjadi serangan jantung, biasanya ada penyumbatan di pembuluh darah jantung, salah satunya akibat penggumpalan darah,” jelas dr. Dyah.

Penggumpalan darah ini dialami oleh trombosit atau platelet, yaitu keping darah yang berperan penting dalam proses pembekuan darah.

“Manfaat obat aspirin untuk jantung adalah mencegah platelet di dalam darah membentuk penggumpalan,” dr. Dyah menambahkan.

Artikel Lainnya: Alasan Kenapa Serangan Jantung pada Wanita Lebih Berbahaya

Penggumpalan darah juga bisa terbentuk akibat pecahnya tumpukan plak di dinding arteri koroner.

Plak merupakan campuran kolesterol, lemak, kalsium, sel darah putih, serta produk limbah lain yang diproduksi sel tubuh.

Penumpukan plak di dinding arteri dapat terjadi karena sejumlah faktor, seperti kebiasaan merokok, tekanan darah tinggi, dan diabetes.

Seiring waktu, plak yang menumpuk di dinding arteri dapat pecah, lalu membentuk gumpalan darah.

Lama-kelamaan, gumpalan darah ini bisa membatasi aliran darah ke jantung sehingga mengakibatkan serangan jantung.

Untuk mencegah serangan jantung, dokter biasanya meresepkan aspirin dosis rendah. Aspirin yang diresepkan umumnya berbentuk tablet berlapis selaput enterik.

Selaput enterik adalah lapisan untuk melindungi bahan obat yang sangat sensitif terhadap zat asam.

Aspirin berlapis enterik dinilai bekerja lebih cepat dibandingkan jenis tablet yang tidak dilapisi selaput tersebut.

Kendati dapat mencegah serangan jantung, dr. Dyah menegaskan aspirin tidak dapat digunakan untuk mengobati serangan jantung.

“Karena aspirin hanya bermanfaat untuk mengurangi tingkat keparahan serangan jantung,” jelasnya.

Artikel Lainnya: Cokelat Turunkan Risiko Serangan Jantung? Ini Kata Dokter

Senada dengan dr. Dyah, sebuah studi yang diterbitkan melalui BioMed Central Medicine tahun 2019 menemukan hal serupa.

Hasil riset mengungkapkan bahwa pasien yang mengonsumsi aspirin secara teratur mengalami penurunan risiko serangan jantung pertama sebesar 14 persen.

Meski begitu, penelitian yang sama memperingatkan penggunaan aspirin secara teratur juga dapat meningkatkan risiko perdarahan parah sebesar 46 persen.

Selain itu, potensi manfaat aspirin dalam mengurangi tingkat keparahan serangan jantung juga tidak sama pada setiap orang.

Studi yang dirilis melalui jurnal The Lancet tahun 2020 menemukan bahwa aspirin hanya dapat mengurangi risiko serangan jantung pertama pada pasien yang memiliki faktor risiko penyakit kardiovaskular.

Kelompok yang dimaksud meliputi:

• Perokok aktif.
• Punya riwayat tekanan darah tinggi.
• Punya riwayat kolesterol tinggi.

Itu dia manfaat aspirin untuk jantung. Aspirin hanya dapat mengurangi tingkat keparahan serangan jantung pada beberapa pasien dengan kondisi tertentu.

Oleh karena itu, berkonsultasilah dengan dokter sebelum menggunakan aspirin untuk mencegah serangan jantung.

Jika ingin bertanya lebih lanjut seputar manfaat obat lainnya, konsultasi ke dokter via Live Chat.

(OVI/JKT)

Referensi:

Medical News Today. Diakses 2021. Can aspirin help prevent and treat heart attacks?

BioMed Central Medicine. Diakses 2021. Aspirin for primary prevention of cardiovascular disease: a meta-analysis with a particular focus on subgroups.

The Lancet. Diakses 2021. Aspirin for primary prevention of ST segment elevation myocardial infarction in persons with diabetes and multiple risk factors.