PT AstraZeneca Indonesia sebagai mitra Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan UI dalam mencanangkan HEBAT (HEartBeATs) Indonesia. Program ini berkolaborasi dengan tenaga kesehatan hingga para pembuat kebijakan untuk mengevaluasi penanganan penyakit jantung di Indonesia. Mereka menekankan bahwa tata laksana yang cepat dan tepat dapat membantu pasien untuk hidup lebih lama.
Penyakit jantung menjadi peringkat ke-2 penyebab utama kematian di Indonesia setelah stroke sejak 2007-2017. Oleh karena itu, diagnosis dini dan penanganan yang memadai dapat menurunkan angka kematian penyakit jantung.
“Golden period penyakit jantung adalah hingga 12 jam setelah serangan. Kalau sudah lewat 12 jam, atau semakin lama pasien datang ke dokter, akan semakin buruk masa depan pasien. Bisa menyebabkan gangguan irama jantung dan gagal jantung,” kata dr. Ade Median Hambari, Sp.JP sebagai perwakilan Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), ketika ditemui di Jakarta (18/02/2019).
“Rentang waktu 12 jam itu merupakan waktu yang baik bagi dokter untuk melakukan reperfusi, atau proses membuka aliran darah yang tersumbat. Penundaan waktu reperfusi meningkatkan risiko kematian dalam 30 hari,” ujar dr. Dafsah Juzar, Sp.JP(K). Time is heart muscle, begitu istilahnya. Waktu sangat penting untuk nyawa penderita penyakit jantung. Semakin cepat pembuluh darah ditangani, semakin banyak otot jantung yang dapat terselamatkan.
Di sisi lain, kesadaran masyarakat untuk mengenali gejala awal masih kurang, sehingga ikut memengaruhi keberhasilan proses penyembuhan. “Ada kasus dimana orang mengalami gejala nyeri, pusing, lemas, tapi hanya dikerokin padahal sudah ada penyumbatan. Apalagi kalau penyumbatannya sudah total, saat datang ke dokter, sudah meninggal,” kata Prof. Budi Hidayat, PhD, Ketua Center of Health Economics and Policy Science UI.
Prof. Budi berharap bahwa program HEBAT dapat diintegrasikan dengan sistem gawat darurat, seperti polisi dan pemadam kebakaran. “Untuk kasus emergensi, begitu tekan tombol emergensi, semua fasilitas datang. Lihat saja di luar negeri, jika ada kasus pemadam kebakaran, polisi datang bersama dengan ahli kesehatan. Di Jakarta, misalnya, seharusnya juga begitu dan kalau perlu sediakan helikopter dan sarana-sarananya.”
Pentingnya Mengenali Gejala Penyakit Jantung
Rendahnya pemahaman pasien terhadap tanda dan gejala penyakit jantung menyebabkan pasien terlambat mendapatkan terapi. Karena itu, sangat penting bagi tiap orang untuk mengenali gejala penyakit jantung serta tidak menyepelekannya, terutama jika memiliki faktor risiko.
Lalu, apa yang membedakan serangan jantung dengan nyeri dada biasa? “Biasanya nyeri akibat serangan jantung itu ada di belakang tulang dada, seperti ditusuk atau ditimpa beban berat, kemudian menjalar ke bagian tubuh lain. Serangan jantung umumnya berlangsung 20 menit, terus-menerus,” jelas dr. Ade.
Untuk beberapa kelompok seperti lansia atau wanita muda, kadang gejala serangan jantung tidak spesifik. “Gejalanya bisa cuma sakit di ulu hati, tiba-tiba serangan jantung, jadi harus hati-hati.” Jika usia Anda sudah lebih dari 40 tahun, dr. Ade menyarankan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan yang rutin, apalagi jika memiliki faktor risiko. Salah satu faktor risiko yang harus diperhatikan adalah merokok.
Di Rumah Sakit Harapan Kita, menurut dr. Ade, mereka yang terkena serangan jantung sebanyak 67% adalah perokok. Di Indonesia, 76% orang Indonesia adalah perokok. Selain itu, memiliki hipertensi dan gangguan lemak juga merupakan faktor risiko serangan jantung.
Program HEBAT akan mulai dilakukan pada tahun ini secara bertahap. Diharapkan bahwa program ini mampu membangun ekosistem di bidang kesehatan yang menyeluruh, sehingga pasien penyakit jantung dapat memperoleh pertolongan yang tepat dalam rentang waktu yang sesuai. Intervensi kesehatan dari berbagai otoritas juga diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan proses penyembuhan pasien.
[RS/ RVS]