Ketika kita membicarakan mengenai isu LBGT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender), yang sering kali kita dengar adalah pernyataan semacam “Bukan kami yang ingin menjadi seperti ini” atau “Kami tidak bisa mengubah orientasi seksual kami, karena ini sudah dari sananya”.
Pada dasarnya, insan LBGT merasa bahwa menjadi diri mereka yang sekarang bukanlah pilihan diri, sama seperti seorang heteroseksual yang tidak pernah memilih untuk menyukai lawan jenis. Lantas, apakah orientasi seksual memang merupakan bawaan genetika?
Perdebatan tentang Teori “Gen Gay”
Ilmuwan pertama yang memperkenalkan teori “Gen Gay” adalah Magnus Hirscheld dari Jerman pada 1899, yang menegaskan bahwa homoseksualitas adalah bawaan. Dia kemudian menyerukan persamaan hukum untuk kaum homoseksual.
Pada 1991, Dr. Michael Bailey dan Dr. Richard Pillard melakukan riset untuk membuktikan teori tersebut. Mereka meneliti pasangan saudara: kembar identik, kembar tidak identik, saudara-saudara biologis dan saudara-saudara adopsi yang salah satu di antaranya adalah seorang gay. Pengkajian tersebut menyimpulkan adanya pengaruh genetik dalam homoseksualitas.
Pada 1993, riset dilanjutkan oleh Dean Hamer, seorang homoseksual, yang meneliti 40 pasang kakak beradik homoseksual. Hamer mengklaim bahwa satu atau beberapa gen yang diturunkan oleh ibu dan terletak di kromosom Xq28 sangat berpengaruh pada orang yang menunjukkan sifat homoseksual. Hasil riset ini meneguhkan pendapat kaum homoseksual bahwa homoseksual adalah fitrah atau bawaan, bukanlah penyimpangan sehingga mustahil bisa diluruskan.
Lalu, apakah para peneliti lainnya percaya begitu saja?
Pada 1999, Prof. George Rice dari Universitas Western Ontario, Kanada, mengadaptasi riset Hamer dengan jumlah responden yang lebih banyak. Rice dan tim memeriksa 52 pasang kakak-adik homoseksual untuk melihat keberadaan empat penanda di daerah kromosom. Hasilnya menunjukkan, kakak beradik itu tidak memperlihatkan kesamaan penanda di gen Xq28, kecuali secara kebetulan.
Para peneliti tersebut menyatakan bahwa segala kemungkinan adanya gen di Xq28 yang berpengaruh besar secara genetik terhadap timbulnya homoseksualitas dapat ditiadakan. Sehingga hasil penelitian mereka tidak mendukung adanya kaitan gen Xq28 yang dikatakan mendasari homoseksualitas pria.
Penelitian juga dilakukan oleh Prof Alan Sanders dari Universitas Chicago, di tahun 1998-1999. Hasil riset juga tidak mendukung teori hubungan genetik pada homoseksualitas. Penelitian Rice dan Sanders tersebut makin meruntuhkan teori “Gen Gay”.
Hasil riset-riset di atas, meski menemukan adanya hubungan antara homoseksualitas secara genetika, namun juga menyatakan bahwa gen bukanlah faktor dominan dalam menentukan homoseksualitas.
Sumber:
http://www.webmd.com/sex-relationships/news/20050128/is-there-gay-gene