Maria Sharapova – petenis yang menjuarai Grand Slam sebanyak lima kali dan tercatat sebagai atlet wanita dengan bayaran termahal – melakukan konferensi pers, di mana ia mengakui bahwa ia memakai doping.
Sharapova positif menggunakan obat meldonium pada tes doping yang dilakukan pada kejuaraan Australia Terbuka pada tanggal 26 Januari 2016. Sang atlet mengklaim telah menggunakan obat tersebut selama 10 tahun karier profesionalnya di dunia tenis. Namun ia tidak memperhatikan daftar obat doping baru yang efektif mulai 1 Januari 2016.
Meldonium, Obat Apa Itu?
Meldonium adalah obat yang pertama kali dibuat di Latvia untuk mengobati pasien yang menderita penyakit jantung. Obat tersebut adalah obat anti-iskemia, yaitu bekerja dengan memperlancar peredaran darah ke otak, jantung, dan organ tubuh lainnya. Meskipun terdengar “normal”, obat tersebut tidak diperbolehkan untuk diperjualbelikan di Amerika Serikat.
World Anti-Doping Agency mulai memasukkan Meldonium ke dalam daftar obat doping baru yang efektif per tanggal 1 Januari 2016. Langkah tersebut dilakukan bukan tanpa alasan. Lembaga anti-doping tersebut sebelumnya telah melakukan pemantauan sejak tahun 2015. Lembaga tersebut mencurigai bahwa semakin banyak atlet yang menggunakan obat tersebut – di mana tujuannya adalah untuk mendapatkan keuntungan dalam pertandingan, bukan untuk mengobati penyakit jantung.
Obat tersebut memang dapat memberikan berbagai keuntungan bagi atlet yang mengonsumsinya, seperti ketahanan fisik dan penyembuhan yang lebih cepat, perlindungan terhadap stres fisik, dan peningkatan aktivasi susunan saraf pusat.
Doping Tetap Marak
Meskipun telah ditetapkan dalam peraturan resmi, kasus doping tetap marak. Bagaimana tidak, godaan untuk menang sangatlah besar. Berbagai keuntungan pun bisa didapat, baik itu nama besar dan prestasi yang diukir dalam sejarah, hadiah berupa uang yang tidak bisa dibilang sedikit, dan belum lagi kontrak dengan berbagai industri olahraga yang sangat menggiurkan.
Sejarah Doping
Sebenarnya doping sudah mulai dikenal sejak zaman Yunani dan Romawi kuno, ketika para atlet dan gladiator menggunakan campuran tumbuhan, herbal, dan anggur untuk meningkatkan performa mereka.
Dalam dunia modern, doping pertama kali tercatat digunakan oleh pelari maraton Thomas Hicks – yang mengonsumsi campuran brandy (sejenis minuman keras) dan strychnine – dan hampir meninggal karenanya.
Pada tahun 1920-an, doping yang marak digunakan adalah heroin dan kokain, dan digantikan oleh amfetamin yang digunakan sebagai stimulan pada tahun 1930-an. Pada tahun 1950-an, barulah hormon mulai digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan performa atlet.
Teladan Remaja
Atlet adalah teladan bagi remaja. Perilaku yang kurang sportif untuk meraih kemenangan dengan menggunakan obat-obatan yang berbahaya akan berpengaruh buruk bagi remaja. Remaja akan melihat bahwa menggunakan obat-obatan terlarang yang berbahaya sah-sah saja – jika ada tujuan yang ingin dicapai. Apalagi, role model yang mereka idolakan juga menggunakannya.
Dengan demikian, sangat pentinglah penegakkan aturan doping di kalangan para atlet, agar dapat bertanding secara sportif dan jujur.