Berbagai institusi medis di dunia merekomendasikan cara berhenti merokok secara tiba-tiba (abrupt cessation). Namun pada kenyataannya, lebih banyak perokok yang memilih berhenti secara bertahap (gradual cessation). Mana yang sebetulnya lebih efektif untuk jangka panjang?
Menurut studi yang dimuat dalam Annals of Internal Medicine tahun 2016, cara berhenti merokok secara bertahap kurang efektif. Studi yang dilakukan terhadap 697 subjek dewasa dengan kecanduan tembakau ini dibagi menjadi dua kelompok.
Kelompok pertama adalah subjek yang memilih untuk berhenti merokok secara tiba-tiba. Sedangkan kelompok kedua ialah subjek yang memilih untuk berhenti merokok secara bertahap, yakni mengurangi jumlah batang rokok sebanyak 75% dalam waktu 2 minggu sebelum akhirnya berhenti total.
Kedua kelompok juga menerima terapi perilaku dari tenaga medis, dan menggunakan pengganti nikotin sebelum dan sesudah hari ketika mereka benar-benar berhenti merokok.
Empat minggu kemudian, didapatkan bahwa sebanyak 49% subjek menjadi tidak merokok pada kelompok yang berhenti secara tiba-tiba. Angka ini lebih kecil pada kelompok yang berhenti bertahap, yaitu sebanyak 39,2% subjek.
Penilaian ulang di bulan keenam pun menunjukkan kecenderungan yang sama. Subjek yang tetap tidak merokok lebih banyak berasal dari kelompok yang berhenti merokok secara tiba-tiba dibandingkan kelompok yang berhenti secara bertahap (22% berbanding 15,5%).
Hasil studi ini menyimpulkan bahwa cara berhenti merokok dengan tiba-tiba, lebih efektif dibandingkan berhenti secara bertahap, untuk membuat seseorang tetap tidak merokok dalam waktu lama.
Studi ini pun menguatkan hasil studi serupa di tahun 2013. Studi tersebut, menemukan bahwa 48% perokok sukses berhenti melalui cara yang tiba-tiba, dibandingkan hanya 2% yang sukses berhenti secara bertahap.
Mengapa berhenti merokok secara bertahap kurang efektif?
Sebagian pakar berpendapat bahwa cara ini meningkatkan reward value dari setiap sisa rokok yang ada. Perokok seakan-akan menunggu “hadiah” yang membuatnya senang dan terpuaskan. Ini membuat kebiasaan menjadi sulit untuk disingkirkan, karena selama orang mendapatkan apa yang diinginkan—pada kasus ini sesekali merokok—momen tersebut akan selalu ditunggu.
Sebaliknya, jika orang tidak akan pernah mendapatkan sesuatu kembali, seperti pada cara berhenti tiba-tiba, lama-kelamaan ia akan mundur dan menarik diri untuk seterusnya.
Meski efektif, cara berhenti merokok secara tiba-tiba mungkin tidak cocok untuk semua orang. Yang paling penting dari semuanya adalah target hari dan tanggal ketika Anda benar-benar berhenti merokok harus jelas. Jangan sampai hari perhentian ini tak ada ujungnya.
Di samping itu, dibutuhkan niat yang besar dan kuat untuk bisa berhenti total dari merokok. Sebab, antara perokok dengan rokok lebih dari sekadar masalah fisik.
Terdapat hubungan emosional antar keduanya yang bisa dianalogikan dengan sebuah perkawinan. Apakah perokok ingin “mengawini” rokok sehingga bisa menikmatinya setiap waktu, berpisah tapi masih sesekali “berkencan” dengannya, atau benar-benar “bercerai” dan memulai hidup yang baru?
Jadi, cara mana yang Anda pilih untuk berhenti merokok?
[RS/ RVS]