Ketika suhu udara menjadi dingin, umumnya masyarakat akan lebih waspada. Sebab, beragam penyakit akan muncul saat suhu dingin melanda, seperti influenza, tifus, hingga demam berdarah dengue. Lebih dari itu, dilansir USA Today, suhu udara yang dingin berkali-kali lipat lebih mematikan ketimbang suhu udara yang panas.
Namun, benarkah begitu? Dan apakah kematian akibat suhu sangat bergantung dari kondisi negaranya?
Laporan tentang suhu dingin yang lebih mematikan
Sebelum menjawab pertanyaan hal tersebut, sudah ada penelitian yang diterbitkan dalam jurnal The Lancet yang menganalisis 74 juta kematian di 13 negara antara tahun 1985 hingga 2012. Dan hasilnya, 5,4 juta kematian disebabkan oleh suhu dingin, sedangkan 311.000 kematian lainnya disebabkan oleh suhu panas.
Dikutip dari USA Today, kematian akibat suhu dingin biasanya berkaitan dengan sistem kardiovaskular dan sistem pernapasan tubuh. Adanya hasil penelitian itu pun mendukung studi dari National Center for Health Statistics yang melaporkan bahwa suhu dingin bisa membunuh dua kali lebih banyak orang Amerika ketimbang suhu panas!
Tapi sayangnya, laporan tersebut bertentangan dengan data dari National Weather Service. Menurut mereka, cuaca panaslah yang menjadi pembunuh terbesar selama ini, diikuti oleh bencana seperti angin tornado, badai, dan juga banjir. Mereka menambahkan bahwa suhu dingin dan penyakit teringannya, seperti flu, hanya menjadi penyebab kematian dengan peringkat nomor delapan.
Bagaimana menurut kacamata medis?
Menurut dr. Atika dari KlikDokter.com, baik suhu dingin maupun suhu panas sama-sama dapat menimbulkan kematian jika berada di titik ekstrem.
“Baik suhu yang terlalu panas maupun terlalu dingin, keduanya bisa berbahaya bagi tubuh. Jadi, itu tergantung pada berapa suhu tertinggi dan suhu terendahnya serta daya tahan tubuh tiap individu,” jelas dr. Atika.
Dilansir Healthline, perlu diketahui bahwa suhu panas yang memicu serangan panas dan bisa membuat seseorang hilang kesadaran (heatstroke) adalah 54 derajat Celsius. Sedangkan pada suhu 32-40 derajat Celsius, tubuh akan merasakan kram dan kelelahan. Lalu, kelelahan akan semakin parah bila suhu udara meningkat di atas 40 derajat.
Kelelahan parah yang disebabkan oleh suhu yang luar biasa panas biasanya memiliki gejala, seperti berkeringat banyak, lemas, pusing, pandangan gelap, tidak kuat berdiri, dan terasa ingin pingsan. Umumnya hal itu terjadi saat Anda berdiri lama di suatu tempat tanpa perlindungan atap apa pun, seperti saat upacara bendera.
Itulah mengapa saat udara terlampau panas, Anda selalu disarankan untuk berada di tempat yang sejuk dan tersedia air minum. Jika terpaksa mesti ke luar ruangan, lindungilah tubuh dengan pakaian ringan yang menyerap keringat, payung untuk menahan sinar matahari, dan bawalah sebotol air minum agar tidak dehidrasi.
Sementara itu, dalam cuaca yang sangat dingin, terutama karena angin dingin yang terus-menerus berembus kencang, Anda dapat mengalami hipotermia. Saat suhu tubuh berada di angka 22 derajat Celsius, otot menjadi kaku, tekanan darah menjadi sangat rendah, detak jantung serta laju pernapasan melemah. Dilansir Healthline, jika tidak segera diatasi, hal ini bisa menyebabkan kematian.
Hal yang terpenting, sebisa mungkin hindari suhu udara yang terlalu ekstrem, baik yang terlalu panas dan terlalu dingin sesuai dengan ketahanan tubuh Anda. Sebab, ketahanan terhadap suhu dari setiap orang itu berbeda sehingga dampaknya pun berbeda. Gunakanlah pakaian dan pelindung tubuh yang tepat, penuhi kebutuhan cairan, dan bila perlu, jaga daya tahan tubuh dengan pola hidup sehat agar baik di suhu dingin ataupun panas, Anda tetap sehat dan bisa menjalankan aktivitas seperti biasa.
[RS/ RVS]