Hari Lupus Sedunia diperingati setiap tanggal 10 Mei, merupakan waktu yang penting untuk mengingatkan kita akan tantangan yang dihadapi oleh para penderita lupus serta perlunya meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang penyakit autoimun ini.
Lupus merupakan penyakit yang kompleks yang menyerang sistem kekebalan tubuh, menyebabkan peradangan dan kerusakan pada organ-organ tertentu. Gejalanya dapat bervariasi dan seringkali sulit untuk didiagnosis.
Lupus adalah salah satu penyakit autoimun yang kasusnya cukup banyak ditemukan. Pada 2016, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, lebih dari 5 juta orang yang mengalami penyakit tersebut.
Menurut data dari Infodatin Kemenkes pada 2017, di Indonesia terdapat sekitar 1,2 juta orang yang terkena penyakit lupus. Sebagian dari kasus tersebut terjadi tanpa disadari oleh pasien.
Merujuk pada data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) online tahun 2016, terdapat 2.166 pasien lupus yang membutuhkan rawat inap. Angka tersebut melambung dua kali lipat dari data yang didapatkan tahun 2014.
Jenis Penyakit Lupus yang Perlu Diketahui
Terdapat beberapa jenis penyakit lupus, dengan gejala yang juga bervariasi. Menurut dr. Astrid Wulan Kusumoastuti, jenis penyakit lupus secara umum terbagi menjadi empat jenis, yakni SLE (Systemic Lupus Erythematosus), SkinLupus, Drug-induced Lupus, dan Neonatal Lupus.
"Untuk skin lupus, dibagi lagi menjadi tiga, yakni akut, kronis, dan subakut," jelas dr. Astrid. Berikut ini penjelasan mengenai jenis-jenis penyakit lupus yang telah disebutkan sebelumnya:
1. SLE (Systemic Lupus Erythematosus)
Saat orang menggunakan istilah "lupus", mereka biasanya merujuk pada SLE. Jenis penyakit lupus yang satu ini mempengaruhi banyak sistem organ di dalam tubuh.
Faktanya, SLE ditandai dengan peradangan kronis, terutama pada ginjal, persendian, dan kulit. Sistem kardiovaskular dan saraf juga dapat terpengaruh.
2. Skin Lupus
Jenis penyakit lupus ini bisa terjadi pada orang yang tidak mengalami SLE. Akan tetapi, 5 persen atau lebih orang dengan skin lupus dapat mengembangkan SLE di kemudian hari.
Biopsi kulit biasanya dilakukan untuk mendiagnosis skin lupus, dan setiap gejala dapat memiliki bentuk lesi dan pola yang khas.
Artikel lainnya: Mengenal Gejala Lupus, Penyakit Seribu Wajah yang Harus Diwaspadai
3. Drug-Induced Lupus
Obat-obatan tertentu dapat menyebabkan gejala mirip lupus pada orang yang tidak menderita SLE. Akan tetapi, bentuk lupus ini bersifat sementara dan biasanya mereda dalam beberapa bulan setelah pengobatan dihentikan.
Obat yang diketahui menyebabkan gejala mirip lupus, misalnya hydralazine dan methyldopa (obat hipertensi), procainamide (obat penyakit jantung), dan D-penicillamine (obat keracunan logam).
4. Lupus Neonatal
Lupus neonatal dapat menyerang bayi dari wanita dengan autoantibodi tertentu, yaitu anti-Ro, anti-La, dan anti-RNP.
Sekitar 1 dari 1000 wanita sehat sempurna memiliki anti-Ro atau anti-La, dan seorang ibu yang melahirkan anak dengan neonatal lupus mungkin sebenarnya tidak menderita penyakit tersebut.
Neonatal lupus biasanya menyebabkan gejala pada kulit bayi dan dapat mereda dengan sendirinya. Namun, terdapat 1 hingga 2 persen bayi dengan neonatal lupus yang mungkin mengalami penyumbatan jantung bawaan.
Artikel lainnya: Makanan yang Dianjurkan dan Dilarang untuk Penderita Lupus
Menyingkap Faktor Risiko Lupus
"Faktor risiko lupus, yaitu jenis kelamin, lebih sering terjadi pada wanita, usia, biasanya 15 hingga 45 tahun, dan ras, lebih sering pada Afrika-Amerika, Hispanik, dan Asia-Amerika," ucap dr. Astrid.
Selain yang disebutkan, lupus juga dapat disebabkan oleh riwayat keluarga alias kondisi genetik. Dengan kata lain, Kamu memiliki risiko lupus yang tinggi apabila lahir dari keluarga yang pernah mengalami penyakit tersebut.
Diagnosis dan Pengobatan Lupus
Untuk mendiagnosis lupus memang diperlukan pemantauan dan pemeriksaan secara berkala. Hal ini supaya hasilnya tidak simpang siur.
"Diagnosis lupus ditegakkan dengan kombinasi tampakan atau gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, seperti laboratorium darah, serta urine," tutur dr. Astrid Wulan.
Soal pengobatan, dr. Astrid mengatakan bahwa itu semua tergantung dari jenis penyakit lupus yang dialami, organ yang diserang, dan kondisi klinis tiap individu.
"Biasanya (pasien lupus) diberikan obat OAINS (NSAID), kortikosteroid, dan imunosupresan. Obat-obatan penyerta lain, seperti pengencer darah, dapat pula diberikan sesuai dengan kondisi pasien," jelas dr. Astrid.
Artikel lainnya: Beragam Cara Efektif Mencegah Lupus Kembali Kambuh
Obat-obatan tersebut hanya bertujuan untuk mengendalikan keparahan gejala. Karena pada dasarnya, hingga kini belum ada obat yang dapat secara langsung menyembuhkan penyakit lupus.
Di samping pemberian obat, dokter juga mungkin akan merekomendasikan perubahan gaya hidup untuk membantu mengelola gejala lupus yang dialami pasien. Berikut rekomendasinya:
- Menghindari paparan sinar ultraviolet (UV) berlebihan
- Mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi seimbang
- Mengonsumsi suplemen yang dapat bantu mengurangi gejala, seperti vitamin D, kalsium, dan minyak ikan
- Berolahraga secara rutin dan teratur
- Berhenti merokok
Waspadai setiap jenis penyakit lupus yang mungkin menyerang orang-orang terdekat Kamu. Kenali gejalanya, dan segera periksakan lebih lanjut ke dokter agar penanganan terbaik bisa segera diberikan.
Jika Kamu punya pertanyaan seputar tema di atas Kamu bisa gunakan layanan Tanya Dokter dan buatlah jadwal dengan Temu Dokter. Temukan layanan kesehatan lainnya di KlikDokter.
Jika ingin membeli suplemen dan vitamin, Kamu bisa beli dengan mudah tanpa harus keluar rumah! Yuk, download aplikasi KlikDokter sekarang juga! Jangan lupa untuk #JagaSehatmu selalu.