Sleep apnea adalah gangguan tidur yang paling ditakuti, karena dapat menyebabkan henti napas untuk sesaat. Kondisi ini terbagi menjadi dua, yaitu sleep sleep apnea obstruktif dan sentral.
Sleep apnea obstruktif terjadi akibat penyumbatan di jalan napas ketika jaringan lunak jatuh secara alami selama tidur. Ini adalah jenis sleep apnea yang lebih umum terjadi.
Sementara itu, sleep apnea sentral adalah gangguan akibat masalah otak yang memberi sinyal pada otot untuk bernapas.
Terlepas dari perbedaan tersebut, ada banyak mitos yang beredar tentang sleep apnea.
Ketahui faktanya, agar Anda tak lagi terjebak kabar menyesatkan tentang kondisi yang satu ini!
Mitos #1: Tidak Mendengkur, maka Tidak Mengalami Sleep Apnea
Kebiasaan mendengkur sering dihubungkan dengan sleep apnea. Padahal, meskipun orang-orang dengan sleep apnea obstruktif umumnya mendengkur, hal itu bukanlah tolok ukur.
Sleep apnea obstruktif disebabkan oleh relaksasi otot-otot di belakang tenggorokan, yang menghambat pernapasan normal.
Otot-otot ini bertanggung jawab atas struktur langit-langit lunak, uvula (benda yang menggantung di belakang tenggorokan), amandel, dan lidah.
Ketika otot-otot terlalu relaks, struktur-struktur tersebut menjadi lunak dan dapat menghalangi jalan napas serta membuatnya lebih sempit. Akibatnya, bernapas akan jauh lebih sulit.
Diperkirakan, sekitar seperlima penderita sleep apnea tidak memiliki keluhan mendengkur.
Di sisi lain, mereka dapat mengalami keluhan seperti tersedak, kesulitan bernapas sepanjang malam, atau merasa kelelahan saat tidur.
Artikel Lainnya: Waspada, Sleep Apnea Bisa Pengaruhi Kehamilan
Mitos #2: Semua Orang yang Mendengkur Pasti Terkena Sleep Apnea
Mirip dengan sebelumnya, mendengkur memang merupakan salah satu efek samping dari otot dan struktur di belakang tenggorokan yang melunak.
Kendati demikian, bukan berarti orang-orang yang mendengkur mengalami sleep apnea.
Mereka yang mendengkur namun terbangun dengan segar dan tidak memiliki keluhan sepanjang hari mungkin tidak terkena sleep apnea.
Mitos #3: Tidak Kelebihan Berat Badan, maka Tidak Mengalami Sleep Apnea
Sekitar setengah dari orang dengan sleep apnea obstruktif memang mengalami kelebihan berat badan atau bahkan obesitas.
Penyebabnya, tumpukan lemak di sekitar jalan napas bagian atas memang dapat menghalangi pernapasan.
Namun, tidak semua orang dengan sleep apnea obstruktif adalah mereka yang kelebihan berat badan. Sebaliknya, gangguan ini bisa terjadi pada orang kurus tanpa memandang bobot tubuh.
Artikel Lainnya: 4 Gejala Sleep Apnea yang Sering Anda Abaikan
Mitos #4: Sleep Apnea Tidak Dapat Diobati
Faktanya, sleep apnea obstruktif adalah kondisi yang dapat diobati. Langkah pertama untuk mengatasinya adalah dengan mengidentifikasi apakah keluhan tersebut benar-benar Anda alami.
Caranya, tanyakan kepada orang yang tidur di sebelah Anda tentang pola tidur sepanjang malam. Apakah Anda kerap terbangun atau mengalami kegelisahan saat tidur?
Selain itu, apabila Anda merasa mengalami gejala kelelahan dan kantuk di siang hari, atau merasa lelah dan sakit kepala saat bangun tidur, itu dapat menjadi tanda sleep apnea.
Mitos #5: Sleep Apnea Hanya Dialami Pria
Sleep apnea hanya dialami kaum pria hanyalah mitos belaka. Faktanya, wanita juga dapat terkena gangguan tidur ini.
Hanya saja, wanita dengan sleep apnea sulit dideteksi karena mereka enggan berkonsultasi dengan dokter terkait masalah mendengkur.
Selain itu, mendengkur pada wanita juga mungkin tidak terlalu diperhatikan karena suaranya tidak sekeras pria.
Wanita juga dapat melaporkan gejala sleep apnea yang berbeda, seperti insomnia, sakit kepala di pagi hari, gangguan suasana hati, kurang energi dan kantuk.
Gejala-gejala tersebut dapat menyulitkan diagnosis sleep apnea pada wanita. Di sisi lain, wanita yang telah mengalami menopause berisiko lebih tinggi mengalami sleep apnea.
Artikel Lainnya: Sering Kencing Malam Hari, Benarkah Gejala Sleep Apnea?
Mitos #6: Sleep Apnea Bukan Masalah yang Berarti
Semua perilaku yang terjadi ketika tidur akan memiliki dampak pada tubuh dan pikiran.
Ketika kondisi tersebut tak segera ditangani, cedera yang berkaitan dengan pekerjaan, kecelakaan mobil, serangan jantung, dan stroke mungkin saja terjadi.
Mitos #7: Hanya Orang Tua yang Mengalami Sleep Apnea
Fakta menyebut, lebih dari 18 juta orang Amerika mengalami sleep apnea. Meski lebih sering terjadi pada usia 40 tahun ke atas, bukan berarti mereka yang masih muda tak dapat mengalami gangguan tidur yang satu ini.
Pasalnya, terlepas faktor dari usia, risiko sleep apnea itu sendiri turut dipengaruhi oleh kondisi berat badan berlebih (obesitas), berjenis kelamin pria, dan keturunan Afrika-Amerika atau Latin.
Mitos #8: Jika Susah Tidur, Minumlah Alkohol
Mitos yang sungguh menyesatkan. Ketahuilah, kesulitan tidur tetap mendatangkan perasaan mengantuk meski Anda tidak bisa mengelola perasaan tersebut untuk mendapatkan tidur yang berkualitas.
Di satu sisi, alkohol dapat melemaskan otot-otot di belakang tenggorokan Anda dan mempermudah jalan napas tersumbat. Jadi, minum alkohol saat kesulitan tidur justru meningkatkan risiko sleep apnea.
Artikel Lainnya: Pengobatan Sleep Apnea Bisa Tingkatkan Kemampuan Seks?
Mitos #9: Sleep Apnea Jarang Terjadi pada Anak-anak
Ini juga mitos. Sleep apnea tergolong sebagai keluhan umum dalam usia anak-anak. Menurut data yang ada, sebanyak 1 dari 10 anak terbukti mengalami sleep apnea.
Meski demikian, sleep apnea pada anak umumnya memberikan gejala yang ringan. Namun jika dibiarkan, keadaan bisa berubah menjadi akut dan dapat meningkatkan risiko penyakit di masa mendatang.
Mitos #10: Sleep Apnea Dapat Dideteksi Berdasarkan Gejala
Diperlukan evaluasi mendalam untuk dapat memastikan keluhan sleep apnea. Umumnya, calon pasien perlu dievaluasi sepanjang tidur.
Anda pun mungkin disarankan untuk memakai alat pemantau selama tidur untuk memeriksa detak jantung dan laju pernapasan.
Dari sinilah, dokter akan bisa menentukan apakah terjadi henti napas atau tidak selama Anda tidur.
Jika Anda termasuk orang yang memiliki faktor penyebab sleep apnea, tak perlu ragu untuk berkonsultasi kepada dokter untuk memastikan kondisi kesehatan.
Gunakan layanan LiveChat 24 jam atau dengan mengunduh aplikasi Klikdokter untuk berkonsultasi kepada dokter dengan cara yang lebih simpel.
(NB/AYU)