KlikDokter.com - Bakteri, sebagai salah satu agen penyebab penyakit infeksi, ditemukan pada akhir abad ke 19. Penemuan jenis kuman ini menstimulasi pencarian besar-besaran obat-obatan yang dapat mencegah dan mengobati penyakit yang disebabkannya.
Setengah abad setelahnya, pengobatan baru bisa sukses setelah ditemukan obat yang disebut antibiotik. Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk membunuh atau menghambat perkembangan bakteri. Antibiotik pertama adalah sulfonamid.
Banyak nyawa yang bisa terselamatkan dengan ditemukannya antibiotik ini. Sayangnya, semakin lama penggunaan obat antibiotik ini, bisa menyebabkan banyaknya kemunculan jenis-jenis bakteri yang resisten terhadap antibiotik tertentu.
Apa yang dimaksud dengan resistensi antibiotik? Penjelasan selengkapnya di halaman selanjutnya.
Peningkatan Fenomena Kuman yang Resisten terhadap Antibiotik
Resistensi antibiotik adalah kondisi di mana beberapa kuman sudah tidak mempan dibunuh atau dihambat perkembangannya dengan menggunakan suatu obat antibiotik, yang padahal sebelumnya antibiotik tersebut mempan melawan kuman tersebut.
Resistensi antibiotik terjadi akibat evolusi genetik (susunan gen) dan biokimiawi (zat-zat dalam tubuh bakteri). Bahkan telah diketahui bahwa bakteri dapat saling melakukan transfer gen yang menyebabkan semakin meningkatnya jumlah bakteri yang memiliki kemampuan resistensi terhadap antibiotik. Contoh paling awal terjadinya kondisi ini adalah terkait obat antibiotik eritromisin. Eritromisin diperkenalkan sebagai alternatif atau pengganti obat penisilin untuk mengobati bakteri Stafilokokus aureus di rumah sakit di Boston, Amerika Serikat, pada awal tahun 1950. Namun, kurang dari 1 tahun obat tersebut segera ditarik karena hanya dalam waktu singkat tersebut ditemukan bahwa 70% Stafilokokus aureus ditemukan resisten terhadap eritromisin.
Salah satu faktor yang berperan dalam timbulnya hal ini adalah akibat penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Antibiotik harus diminum selama beberapa hari (lama konsumsi bergantung dengan jenis penyakitnya), dan tidak boleh diminum hanya 1 atau 2 tablet. Konsumsi antibiotik dengan cara ini belum cukup untuk membunuh bakteri dalam tubuh, melainkan justru memberikan kesempatan terhadap bakteri-bakteri tersebut untuk ‘mempelajari’ bagaimana agar bisa bertahan melawan antibiotik tersebut di masa yang akan datang. Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai kebutuhannya juga berperan (misalnya untuk mengobati infeksi akibat virus).
Akibat dari resistensi antibiotik ini begitu berbahaya. Bayangkan saja bila resistensi antibiotik terus berkembang, dan tidak ada antibiotik yang mampu mengatasi suatu jenis kuman? Orang yang terinfeksi kuman ini tidak akan mampu disembuhkan, dan kita seakan-akan kembali ke zaman pra-antibiotik.
Paling baik adalah sebisa mungkin kita mampu menghindarkan diri dari penularan penyakit sehingga tidak membutuhkan pengobatan apapun, termasuk antibiotik. Tingkatkan daya tahan tubuh, berolahraga secara rutin, serta menjaga kebersihan tubuh—salah satunya dengan mencuci tangan menggunakan sabun secara rutin agar kuman yang menempel di tangan tidak masuk ke dalam tubuh.
Semua orang dapat berperan untuk mencegah semakin memberatnya kejadian resistensi antibiotik. Gunakanlah antibiotik dengan tepat sasaran, untuk penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Jangan menjual dan membeli antibiotik secara bebas. Bila menggunakan antibiotik, turuti anjuran dokter.