Pernahkah Anda merasakan seperti lumpuh dan tidak dapat menggerakkan anggota badan, berbicara atau bahkan berteriak saat tidur meskipun saat itu Anda merasa menyadarinya?
Di masyarakat, fenomena ini dikenal bahwa ketika hal tersebut terjadi, Anda sedang ditindih oleh makhluk halus. Namun, bagaimana menurut pandangan medis terkait hal ini?
Fenomena tidur seperti ditindih dan tidak dapat bergerak ini benar adanya dalam dunia medis, dan terjadinya hal ini bukan karena faktor ditindih makhkuk halus. Dalam istilah medis hal ini disebut dengan kelumpuhan tidur (sleep paralysis).
Pada saat terjadi sleep paralysis, Anda berada dalam kondisi sadar namun tidak dapat bergerak. Pada beberapa orang yang mengalami sleep paralysis biasanya disertai dengan gejala seperti tertekan ataupun tercekik.
Terdapat 2 fase utama tidur, yaitu Non-Rapid Eye Movement (NREM) dan Rapid Eye Movement (REM). Kelumpuhan saat tidur diyakini terjadi akibat terganggunya fase tidur REM (Rapid Eye Movement) dan menyebabkan terjadinya atonia otot atau otot tidak dapat berkontraksi. Berikut penjelasannya:
- Non-REM (NREM), atau Non-Rapid Eye Movement
Non Rapid Eye Movement terbagi menjadi 3 tahap, yakni:
- Dimulai saat kita mulai tertidur dan berlangsung dalam waktu yang sangat singkat, yaitu sekitar 5-10 menit. Mata bergerak sangat lambat di bawah kelopak, aktivitas otot menurun, dan pada tahap ini kita sangat mudah terbangun.
- Tahap kedua ini berlangsung antara 10-30 menit. Pada tahap ini otot tubuh menjadi sangat rileks, gerakan mata berhenti, detak jantung melambat dan temperatur tubuh menurun.
- Tahap selanjutnya termasuk ke dalam tahap paling dalam dari tidur NREM (Non-Rapid Eye Movement). Pada tahap ini, seseorang akan sangat sulit untuk terbangun, aktivitas otak menjadi sangat lambat, dan aliran darah lebih banyak diarahkan ke otot untuk mengisi energi fisik tubuh.
- Rapid Eye Movement (REM)
Fase REM biasanya terjadi 90 menit setelah seseorang tertidur. Selama fase REM ini, biasanya mata bergerak/berkedut dan napas menjadi lebih tidak teratur, aktivitas otak dan ritme detak jantung juga meningkat. Pada fase ini otak akan ‘melumpuhkan’ otot-otot tubuh.
Berikut faktor risiko terjadinya sleep paralysis:
- Umur, lebih banyak terjadi di usia remaja dan anak-anak
- Orang yang kurang jam tidurnya, yakni kurang dari 8 jam perhari. Saat kondisi tubuh terlalu lelah atau kurang tidur, gelombang otak tidak mengikuti tahapan tidur yang seharusnya; dari keadaan sadar ke tahap tidur paling ringan, kemudian langsung melompat ke tahap REM (Rapid Eye Movement). Ketika otak tiba-tiba terbangun dari tahap REM, tetapi tubuh masih dalam kondisi tertidur, di sinilah kelumpuhan tidur terjadi. Ketika terjadi, seseorang akan merasa sangat sadar, tetapi tubuhnya tidak bisa bergerak.
- Orang yang jam kerjanya terbagi menjadi pagi, siang dan malam. Jam kerja tidak tertatur tersebut dapat mencetuskan terjadi sleep paralysis.
- Narkolepsi, atau serangan tidur mendadak dan penderita memiliki rasa mengantuk terus-menerus.
- Riwayat keluarga. Jika salah satu anggota keluarga Anda pernah mengalami sleep paralysis, maka Anda juga bisa memilki risiko untuk mengalami hal ini.
- Orang yang mengalami gangguan bipolar.
Yang harus Anda lakukan untuk mengatasi gangguan sleep paralysis ini adalah dengan mengatur jadwal tidur Anda dan tidur dengan waktu 8 jam sehari. Namun, jika keluhan sleep paralysis ini semakin sering terjadi, maka Anda disarankan untuk melakukan konsultasi lebih lanjut dengan dokter spesialis saraf agar dapat dilakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh, dan jika diperlukan akan diberikan obat antidepresan yang dosis pemberiannya diawasi oleh dokter tersebut.