Mungkin sebagian dari Anda pernah mengalaminya. Saat orang di dekat Anda menguap, pasti tak lama kemudian Anda juga ikutan menguap. Begitu pula sebaliknya, saat Anda menguap, dia pun ikut-ikutan menguap. Meski bukan hal yang baru lagi, tak semua orang tahu alasan ilmiah di balik perilaku meniru tersebut. Kalau begitu, apa yang menyebabkan “menguap bisa menular” atau “contagious yawning” ini?
Menguap sering terjadi di udara yang dingin
Sebuah penelitian dari Princeton University menyebut bahwa menguap merupakan proses pendinginan otak. Tindakan ini juga diyakini sebagai protes dari otak yang kekurangan oksigen ataupun tubuh yang kelelahan. Pada saat menguap, peregangan kuat terjadi pada rahang dan dapat meningkatkan aliran darah di leher, wajah, serta kepala.
Selain itu, menurut dr. Andika Widyatama dari KlikDokter, menguap merupakan momen pertukaran antara darah yang lebih hangat dari dalam otak dengan darah yang lebih dingin. “Karena itulah, menguap lebih sering terjadi saat suhu udara sedang dingin,” jelas dr. Andika.
Menguap menular karena adanya empati dan proses memperhatikan?
Sebetulnya, hingga kini penyebab menularnya menguap masih belum diketahui secara pasti. Tapi, penelitian dari University of Nottingham menduga bahwa menguap dicetuskan oleh refleks primitif di bagian otak bernama korteks motorik primer yang biasa mengatur pergerakan di tubuh. Lalu, ada pula dugaan bahwa menguap yang menular berhubungan dengan rasa empati, upaya peniruan, dan cara berinteraksi sosial.
Menularnya menguap juga diduga sebagai bentuk echophenomena, demikian dilansir dari Psychology Today. Ini adalah suatu tindakan meniru yang dilakukan secara otomatis, tanpa disadari oleh pelakunya. Masih ada lagi, para ahli menduga bahwa fenomena tersebut terjadi akibat peranan sistem saraf cermin (mirror-neuron system) di dalam otak). Sehingga, sistem saraf tersebut akan membuat Anda melakukan tindakan yang sama seperti orang yang sedang Anda perhatikan!
Dengan kata lain, menguap hanya bisa menular pada orang yang saling berinteraksi terbuka atau sedang memperhatikan secara diam-diam. Tapi di sisi lain, masing-masing individu ternyata memiliki kerentanan yang berbeda terhadap perilaku menguap. Ya, ada yang memang mudah ditularkan menguap, ada pula yang tidak merasakan efeknya sama sekali jika dia memang tidak mengantuk.
Hal itu dibuktikan oleh penelitian yang menggunakan 328 orang partisipan. Sebanyak 222 orang menguap setidaknya 1 kali saat diberi tontonan video “Yawn-O-Meter”, sedangkan sisanya ada yang menguap lebih dari 1 kali dan bahkan ada yang tidak. Untuk mengetahui apakah Anda termasuk orang yang rentan ditulari, coba saja tonton video tersebut.
Dibutuhkan penelitian lebih lanjut
Pada akhirnya, kondisi menguap bisa menular masih tetap menjadi misteri yang cukup sulit dijelaskan oleh para ilmuwan. Begitu banyak faktor yang bisa mendukung penularan menguap, itu berarti, masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menentukan apa penyebab pasti dari fenomena tersebut.
Namun secara garis besar, kesimpulan sementara dari menguap bisa menular adalah karena adanya faktor usia, empati, dan proses memperhatikan. Biasanya, penularan tersebut tidak akan terjadi bila orang itu berada cukup jauh dari Anda dan tidak sedang memperhatikan. Faktor itu pun berkaitan dengan sistem saraf manusia dan tidak berbahaya.
[RS/ RVS]