Rumor yang paling banyak beredar adalah yang berkaitan dengan penyakit atau kesehatan. Ada satu lagi kabar yang kembali beredar, menyebar lewat pesan berantai di aplikasi pesan, yang mengatakan bahwa kencing tikus adalah penyebab difteri. Bagaimana faktanya?
Berita tentang wabah penyakit yang menyerang masyarakat memang selalu yang menyita perhatian. Misalnya saja informasi tentang kencing tikus yang jadi penyebab difteri, yang beredar di media sosial.
Sayangnya, tanpa tahu benar atau tidaknya informasi tersebut, banyak orang yang tanpa pikir panjang langsung menyebarkannya. Padahal, informasi yang salah bisa berbahaya.
Kabar bahwa kencing tikus jadi penyebab difteri itu “lagu lama”
Sebenarnya, kabar tentang kencing tikus menjadi penyebab difteri bukan hal baru. Pesan berantai serupa pertama kali muncul pada tahun 2017.
Isi pesannya, selain membeberkan jumlah orang yang sudah terkena penyakit tersebut, juga tentang bubuk cabai yang diproduksi di pabrik-pabrik tertentu telah terkontaminasi kencing tikus.
Kemudian, bubuk cabai yang telah terkontaminasi kencing tikus tersebut tetap dijual ke pasaran dan akhirnya dikonsumsi oleh masyarakat. Nah, bubuk cabai itulah yang dituduh sebagai biang kerok tingginya angka penularan difteri di wilayah Jakarta dan Jawa Barat.
Meski sempat dibantah ahli medis dan pihak dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, tetapi informasi tersebut kembali tersebar pada bulan Februari dan Oktober tahun ini. Dengan demikian, perlu diluruskan kembali apakah informasi tersebut bersifat fakta atau sekadar hoaks belaka.
Kencing tikus adalah penyebab penyakit lain, bukan difteri
Kencing tikus memang dapat menimbulkan penyakit, tetapi bukan difteri. Menurut dr. Devia Irine Putri dari KlikDokter, penyakit yang dapat disebabkan kencing tikus adalah leptospirosis.
Umumnya, leptospirosis menjangkiti daerah yang rawan banjir karena bakteri penyebabnya, yaitu leptospira, dapat menyerang manusia lewat paparan air yang telah terkontaminasi urine hewan. Pada kasus ini adalah tikus.
Adapun gejala yang ditimbulkan oleh penyakit leptospirosis antara lain:
- Demam tinggi
- Sakit kepala
- Nyeri otot, terutama di betis
- Mata merah dan kulit menguning
- Sakit tenggorokan
- Mual, muntah, dan diare
- Sesak napas dan batuk-batuk
- Sulit buang air kecil
Kabar baiknya, pengobatan leptospirosis relatif mudah karena cukup menggunakan antibiotik dan obat-obatan simtomatik lainnya. Bahkan, pemberian antibiotik bisa mendorong tingkat kesembuhan yang tinggi apabila diberikan secara cepat dan tepat kepada penderita.
“Apabila leptospirosis mengarah jadi berat, umumnya penderita akan dirawat di rumah sakit dan diobservasi ketat. Tak jarang, kasus ini memerlukan cuci darah untuk sementara waktu karena gagal ginjal akut akibat infeksi, atau dilakukan pemasangan alat bantu napas seperti ventilator,” jelas dr. Devia.
Apa sebenarnya penyebab difteri?
Menurut dr. Reza Fahlevi dari KlikDokter, difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheria. Bakteri tersebut mampu menghasilkan racun yang merusak jaringan tubuh, terutama pada hidung dan tenggorokan.
Meski biasanya menyerang anak-anak, difteri juga bisa menyerang orang dewasa. Tanda dan gejala penyakit ini biasanya terjadi 2-5 hari pasca terjadinya infeksi. Adapun gejala yang dimaksud, meliputi:
- Sakit tenggorokan dan terasa nyeri ketika menelan
- Terjadi pembengkakan kelenjar di leher
- Sulit bernapas akibat terbentuknya pseudomembran, yaitu lapisan tebal berwarna putih keabuan yang memenuhi area tenggorokan dan hidung
- Demam
- Kulit kemerahan
“Penyakit difteri sangat berbahaya dan dapat menular ke siapa saja. Penularannya melalui droplet (percikan air liur saat bersin atau batuk) penderitanya. Bubuk cabai dan tikus bukanlah sumber penularan difteri,” dr. Reza menegaskan.
Meskipun jarang terjadi, tak menutup kemungkinan bahwa difteri juga dapat ditularkan melalui benda yang sudah terkontaminasi droplet penderitanya.
Dampak terburuk dari penyakit difteri adalah kerusakan jantung, ginjal, dan sistem saraf. Bahkan, 3 persen orang yang terkena difteri berisiko meninggal dunia. Persentase itu bisa lebih tinggi jika difteri menyerang anak-anak.
Sekali lagi, kencing tikus dan bubuk cabai bukanlah penyebab difteri. Penyakit ini disebabkan infeksi bakteri dan penyebarannya terjadi melalui droplet yang tersebar di udara. Sementara, kencing tikus lebih mengarah pada penyakit leptospirosis, yang akan sama bahayanya dengan difteri jika tidak segera ditangani dokter.
[MS/RN]