Dalam proses tumbuh kembang anak, zat besi adalah salah satu zat gizi yang penting. Namun, ada kalanya makanan dan minuman yang sehari-hari dikonsumsi tidak cukup, sehingga perlu ditambahkan suplemen zat besi.
Pertanyaannya, kapan anak betul-betul membutuhkan suplementasi zat besi? Sampai kapan kira-kira perlu diberikan? Yuk simak penjelasan lengkapnya!
Pentingnya Zat Besi bagi Anak
Zat besi adalah mineral penting untuk fungsi hemoglobin. Hemoglobin adalah protein pengangkut oksigen di dalam darah, yang juga merupakan komponen pembentuk sel darah merah.
Tanpa keduanya, tubuh akan berhenti memproduksi sel darah merah. Sel dan jaringan tubuh pun tidak mendapat kecukupan oksigen.
Di samping itu, zat besi juga membantu menjalankan berbagai fungsi penting di dalam tubuh. Contohnya metabolisme energi dan kinerja otak, proses pencernaan, sistem kekebalan tubuh, dan pengaturan suhu tubuh.
Pada anak, zat besi sangat vital bagi tumbuh kembangnya. Khususnya di lima tahun pertama kehidupannya.
Dilansir dari MayoClinic, anak yang kekurangan zat besi dapat mengalami anemia defisiensi besi, yaitu salah satu bentuk kurangnya sel darah merah dalam tubuh. Bila tidak segera diatasi, pertumbuhan fisik dan perkembangan anak akan terganggu.
Anak yang mengalami anemia defisiensi besi dapat mengalami gangguan belajar dan perilaku, menarik diri dari lingkungan sosial, terhambat perkembangan keterampilan motoriknya, hingga kelemahan otot. Beberapa studi menunjukkan, dampak negatif ini dapat terus berlanjut hingga dewasa.
Artikel lainnya: Cegah Anemia pada Anak dengan 5 Makanan Ini
Sebagian besar tanda-tanda anemia defisiensi besi pada anak baru muncul saat gangguan sudah berlangsung cukup berat. Beberapa gejalanya antara lain:
1. Kulit yang Pucat
Secara umum, kulit wajah dan bawah mata bagian dalam terlihat pucat adalah salah satu tanda kekurangan zat besi. Kondisi ini disebabkan oleh rendahnya level hemoglobin, sehingga bisa membuat kulit terlihat tidak sehat
2. Lemahnya Tubuh dan Otot
Wajar apabila anak Anda merasa lelah setelah berolahraga, atau berlari. Namun patut waspada jika Anda lebih melihat buah hati mudah letih nyaris setiap hari.
Hal ini disebabkan karena tubuh kekurangan zat besi untuk memproduksi protein alias hemoglobin. Sementara, hemoglobin ditemukan pada sel darah merah yang nantinya berfungsi untuk mengedarkan oksigen ke seluruh bagian tubuh.
3. Sering Berkeringat
Salah satu tanda jika anak Anda kekurangan zat besi bisa dilihat dari produksi keringatnya. Orang tua memang tak boleh menyepelekan kondisi seperti ini, sebab salah satu tanda kekurangan zat besi yang semakin buruk yaitu keluarnya keringat berlebihan.
Kondisi tersebut bisa terjadi karena jantung bekerja lebih berat karena kurangnya sel darah merah untuk mengedarkan oksigen.
4. Kaki dan Tangan Terasa Dingin
Kekurangan zat besi menandakan kurangnya oksigen yang diterima di bagian tangan dan kaki. Jika sudah begini, beberapa orang akan lebih mudah terasa dingin di bagian kaki dan tangannya. Kondisi seperti ini dirasakan juga kah oleh anak Anda?
5. Tumbuh Kembang Melambat atau Tidak Sesuai Usianya
Zat besi sangat bermanfaat untuk tumbuh kembang anak. Sebab, manfaat zat besi sangat vital untuk hampir semua organisme hidup dan merupakan bagian integral beberapa fungsi metabolisme.
Apalagi masa usia pertumbuhan anak menjadi periode kritis pertumbuhan otak. Kurangnya zat besi pada masa pertumbuhan bisa memengaruhi tumbuh kembang anak dan perkembangan psikomotorik alias kecerdasan kinestetik.
6. Tidak Nafsu Makan
Salah satu gejala kurangnya zat besi ditandai hilangnya nafsu makan. Kondisi ini memang paling umum terjadi hingga membuat penderitanya merasa lelah setiap saat.
7. Napas Terengah-engah
Napas terburu-buru salah satu gejala kurangnya zat besi. Kondisi ini disebabkan karena rendahnya hemoglobin, sehingga tubuh tidak mampu mengedarkan oksigen ke otot. Sehingga, napas jadi terengah-engah karena tubuh berusaha mendapatkan oksigen lebih.
Dampaknya, membuat anak Anda tidak bisa melakukan aktivitas normal, seperti berjalan kaki karena lebih mudah kelelahan.
8. Gangguan Perilaku
Kurangnya oksigen pada jaringan tubuh bisa menyebabkan perubahan perilaku. Terkadang penderitanya bisa terserang gangguan kecemasan, depresi, mudah emosi hingga hilangnya konsentrasi. Kondisi yang disebabkan kurangnya zat besi seperti ini biasanya lazim ditemukan pada anak yang terdiagnosa Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).
9. Sering Mengalami Infeksi
Zat besi dibutuhkan untuk menjaga sistem imun. Kurangnya zat besi memungkinkan anak Anda lebih mudah sakit.
10. Kuku Rapuh
Rapuhnya kuku dan kuku sendok bisa jadi salah satu tanda anak Anda kekurangan zat besi. Kondisi ini juga dikenal dengan sebutan koilonychia. Jika kekurangan zat besi, kuku buah hati akan lebih mudah rapuh.
Artikel lainnya: Panduan untuk Penuhi Kebutuhan Gizi Anak yang Aktif
Siapa Saja yang Rentan Kekurangan Zat Besi?
Bayi-bayi yang lahir cukup bulan umumnya mendapatkan cukup zat besi dari ibu sejak trimester ketiga kehamilan hingga genap berusia empat bulan. Setelah itu, kandungan zat besi di dalam ASI sudah tak lagi mampu mengejar kebutuhan bayi.
Meski demikian, sampai usia enam bulan, bayi masih memiliki cadangan zat besi di dalam tubuhnya. Sehingga, ASI saja relatif bisa mencukupi kebutuhannya.
Setelah usia enam bulan, cadangan zat besi sudah mulai habis. ASI pun hanya memenuhi tak sampai 5% dari kebutuhan harian zat besi bayi.
Oleh sebab itu, mulai usia ini, bayi berisiko kekurangan zat besi. Apalagi bila konsumsi makanan yang kaya zat besi atau makanan pendamping ASI (MPASI) fortifikasi kurang dari dua kali per hari.
Selain bayi yang diberikan ASI eksklusif, berikut kelompok bayi dan anak yang rentan kekurangan zat besi:
- Bayi yang lahir prematur atau berat badan lahir rendah.
- Bayi yang mengonsumsi susu sapi sebelum usia satu tahun.
- Bayi yang disusui ASI namun tidak diberikan MPASI yang mengandung zat besi setelah usia enam bulan.
- Bayi yang mengonsumsi formula tanpa fortifikasi zat besi.
- Anak usia 1-5 tahun yang mengonsumsi lebih dari 700 ml susu sapi atau susu kedelai per harinya.
- Anak dengan kondisi medis tertentu seperti infeksi kronis atau pembatasan diet.
- Anak yang terpapar timbal.
- Anak yang kurang mengonsumsi makanan kaya zat besi.
- Anak dengan berat badan berlebih atau obesitas.
Perhatikan Ini Sebelum Memberi Suplemen Zat Besi untuk Anak
Bila bayi atau anak Anda termasuk salah satu yang berisiko kekurangan zat besi, pertimbangkan untuk memberikan suplementasi zat besi.
Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar pemberian suplemen zat besi untuk anak betul-betul bermanfaat dan tidak menimbulkan efek buruk yang tidak diinginkan.
1. Ketahui Kebutuhan Zat Besi Anak
Kebutuhan zat besi sesuai usia anak adalah sebagai berikut:
- 0-6 bulan 0,27 mg
- 7-12 bulan 11 mg
- 1-3 tahun 7 mg
- 4-8 tahun 10 mg
- 9-13 tahun 8 mg
- 14-18 tahun 15 mg (perempuan)
- 14-18 tahun 11 mg (laki-laki)
Perlu diingat, memberikan zat besi lebih dari yang diperlukan dapat memicu keracunan dan meningkatkan risiko beberapa penyakit.
2. Beri Dosis yang Tepat
Sesuai rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dosis pemberian suplemen zat besi disesuaikan dengan kelompok usia dan kondisi saat lahir.
Bagi bayi yang lahir prematur atau berat badan lahir rendah, suplemen zat besi diberikan dalam dosis 3 mg per kilogram berat badan per hari. Suplementasi dimulai sejak bayi berusia satu bulan hingga dua tahun.
Bagi bayi yang lahir cukup bulan, suplemen zat besi diberikan dalam dosis 2 mg per kilogram berat badan per hari. Pemberian suplemen dimulai sejak bayi berusia empat bulan hingga dua tahun.
Untuk kedua kelompok ini, total dosis suplemen zat besi tidak boleh melampaui 15 mg per hari.
Bagi anak berusia 2-5 tahun dan usia sekolah 6-12 tahun, suplemen zat besi diberikan dalam dosis 1 mg per kilogram berat badan per hari. Nah, bagi remaja usia 12-18 tahun, berikan dalam dosis 60 mg per hari. Suplementasi diberikan hanya dua kali dalam seminggu, selama tiga bulan berturut-turut setiap tahunnya.
3. Pilih Suplemen Zat Besi Sesuai Usia
Suplemen zat besi untuk bayi dan anak tersedia dalam berbagai bentuk. Bayi biasanya diberikan dalam bentuk oral drops (obat tetes). Sedangkan, untuk anak yang lebih besar, bisa dalam bentuk sirop, kapsul, tablet, atau tablet kunyah.
4. Cara Pemberian
Suplemen zat besi paling baik diberikan bersamaan dengan jus buah, terutama buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C seperti jeruk, tomat, atau stroberi. Vitamin C akan membantu meningkatkan penyerapan zat besi ke dalam darah.
Sebaliknya, hindari pemberian suplemen zat besi bersamaan dengan susu, produk olahan susu (keju dan yoghurt), dan makanan lain yang kaya kalsium. Kalsium yang dikonsumsi bersamaan dengan zat besi akan menurunkan penyerapan zat besi di dalam usus.
5. Waktu Konsumsi
Waktu yang tepat untuk minum suplemen zat besi sebaiknya saat perut kosong, yakni di antara waktu makan utama. Lagi-lagi, ini dimaksudkan agar penyerapan zat besi di dalam usus berjalan optimal.
Jadi, pada satu waktu, bayi dan anak mungkin membutuhkan suplementasi zat besi. Agar tidak terlambat, Anda bisa berkonsultasi dengan dokter anak sekaligus mengevaluasi tumbuh kembang si Kecil.
Bila diperlukan, maka dokter akan memberikan anjuran dosis suplemen zat besi yang tepat, di waktu yang tepat pula. Yuk konsultasi dokter dengan mudah lewat fitur Live Chat di aplikasi KlikDokter!
(FR/RPA)