Tak ada yang salah dengan mencintai seseorang dengan sepenuh hati. Akan tetapi, hati-hati saat Anda sudah kecanduan cinta. Pasalnya, perilaku tersebut dapat digolongkan ke dalam gangguan mental. Coba simak penjelasannya di sini.
Apa Itu Kecanduan Cinta?
Pernah mendengar istilah candu cinta? Kecanduan cinta atau dalam bahasa Inggris disebut love addiction merupakan gangguan perilaku ketertarikan berlebihan terhadap pasangan romantik. Hal ini dapat menimbulkan perilaku yang tidak terkontrol dan bahkan punya konsekuensi negatif.
Pada candu cinta, terjadi perasaan kasih yang tidak dewasa. Orang awam sering menyebutnya dengan istilah cinta buta. Akibatnya, orang tersebut dapat melakukan hal-hal nekat dan tidak masuk akal bagi orang kebanyakan.
Meski terdengar aneh, gangguan jiwa karena cinta ini cukup banyak terjadi di dalam masyarakat. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa candu cinta dapat terjadi pada 3-10% orang.
Bahkan, kondisi ini lebih sering ditemukan pada kelompok tertentu, yaitu pada mahasiswa yang mencapai 25%.
Artikel lainnya: Doyan Jadi Jomlo, Bisa Jadi Anda Punya Kondisi Aromantis, Apa Itu?
Mengapa Termasuk Gangguan Perilaku?
Kecanduan cinta termasuk suatu kelainan perilaku karena orang yang mengalaminya dapat mengalami gangguan pada aktivitas sehari-hari. Mereka pun tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
Misalnya, urusan pekerjaan atau tugas kuliah akan terhambat. Bahkan, mereka juga dapat mengalami gangguan sosialisasi dengan lingkungannya. Inilah yang membedakan candu cinta dengan cinta biasa.
Selain itu, kecanduan cinta juga ditandai dengan dua ciri utama, yakni perilaku impulsif dan mencari perhatian pasangannya. Orang dengan candu cinta akan melakukan hal-hal yang mengejutkan untuk pasangannya.
Artikel lainnya: Ketahui Peran 5 Hormon Ini Saat Anda Jatuh Cinta
Jika terjadi pertengkaran, orang dengan candu cinta akan melakukan hal-hal ekstrem berbau drama untuk mencari perhatian pasangannya. Seperti keinginan bunuh diri, mengancam akan menyakiti diri sendiri atau pasangannya, dan perilaku-perilaku tidak wajar lainnya.
Pada taraf lanjut, sang pencandu cinta dapat melibatkan teman, saudara, dan anggota keluarga kedua belah pihak. Tak ayal, orang sekitar dapat merasa terganggu bahkan terancam.
Namun demikian, tingkat keekstreman perilaku candu cinta akan bervariasi dari satu penderita dengan yang lainnya.
Meski demikian, bedakan ya penderita candu cinta dengan gangguan personalitas depanden. Pada gangguan ini, sikap ketergantungan tidak hanya terbatas pada percintaan, tapi juga pada aktivitas-aktivitas lain
Orang dengan gangguan personalitas depanden punya ketergantungan terhadap orang lain, baik teman, keluarga, atau pasangan dalam banyak aspek kehidupan. Sementara pada gangguan candu cinta, sikap ketergantungan hanya kepada pasangannya terkait masalah percintaan.
Selain itu, candu cinta juga berbeda dengan candu seks. Orang yang punya kecenderungan candu seks mengalami perilaku mencari pasangan untuk kebutuhan seksnya yang berlebih, bukan untuk menjalin hubungan percintaan.
Artikel lainnya: Jatuh Cinta Bikin Jerawatan, Mitos atau Fakta?
Bagaimana Cara Mengatasinya?
Jika Anda atau orang di sekitar Anda mengalami gangguan candu cinta, sebaiknya carilah pertolongan ke psikolog atau psikiater. Candu cinta dapat diterapi dengan psikoterapi dan terapi perilaku agar penderitanya dapat bersikap lebih wajar.
Namun, hal ini tidak dapat dilakukan sekali atau dua kali. Diperlukan waktu yang cukup panjang untuk proses terapi candu cinta.
Jika dokter menemui ada tanda-tanda depresi dan cemas yang mengganggu, dokter juga dapat memberikan terapi obat-obatan psikofarmaka. Seperti obat antidepresi dan anticemas untuk mengurangi gejala pada fase akut.
Penanganan kemudian dapat dilanjutkan dengan psikoterapi dan terapi perilaku. Salah satu jenis psikoterapi yang sering diterapkan untuk orang yang mengalami candu cinta adalah terapi kelompok.
Dalam metode ini, penderita dapat saling bercerita dan berbagi satu sama lain mengenai apa yang mereka alami dan rasakan.
Candu cinta dapat menjadi penyebab gangguan jiwa yang perlu diwaspadai dan diterapi. Jadi, jangan mau disebut sebagai “budak cinta”, karena istilah tersebut kurang lebih merujuk pada kondisi candu cinta. Cari tahu info terkait gangguan mental lainnya di aplikasi KlikDokter.
[HNS/RPA]