Kesehatan Mental

Labubu dan Cara Menahan Diri untuk Tidak KEPO dan FOMO

Fenomena Viral yang Menggila! Temukan alasan di balik kepopuleran boneka imut ini yang berhasil mencuri perhatian jutaan orang di media sosial.

Labubu dan Cara Menahan Diri untuk Tidak KEPO dan FOMO

Boneka Labubu merupakan salah satu karakter yang tengah naik daun di kalangan kolektor mainan di Indonesia.

Boneka ini viral setelah diluncurkan oleh perusahaan produksi mainan ternama, POP MART, yang dikenal kerap menghadirkan produk-produk edisi terbatas dengan desain unik dan imut.

Kehadiran Labubu di pasar mainan tidak hanya menarik perhatian penggemar mainan atau kolektor, tetapi juga berhasil mencuri perhatian masyarakat luas melalui platform media sosial.

Media sosial telah menjadi medium yang efektif untuk memviralkan tren-tren baru, termasuk mainan seperti Labubu. Melalui unggahan foto dan video, para pengguna media sosial semakin penasaran dan terdorong untuk ikut mencari tahu tentang produk ini.

Kondisi ini menggambarkan fenomena yang dikenal sebagai KEPO (Knowing Every Particular Object) dan FOMO (Fear of Missing Out), dua istilah populer yang berkaitan dengan dorongan manusia untuk tidak ketinggalan informasi atau tren.

Artikel lainnya: Waspada FOMO! Gangguan Jiwa Akibat Media Sosial

Mengapa Orang Indonesia Cenderung KEPO dan FOMO?

KEPO dan FOMO adalah dua perilaku yang sering ditemui dalam kehidupan masyarakat modern, terutama di era digital. Di Indonesia, kedua fenomena ini semakin terlihat jelas seiring dengan meningkatnya penggunaan internet dan media sosial.

Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan oleh Indonesian Journal of Communication Studies, banyak faktor yang mendorong masyarakat Indonesia untuk cenderung KEPO dan FOMO. Berikut adalah beberapa alasan yang mendasari:

1. Kebudayaan komunal

Indonesia adalah negara dengan budaya komunal yang kuat, di mana interaksi sosial dan rasa kebersamaan sangat dihargai. Dalam lingkungan seperti ini, mengetahui kabar atau isu terbaru menjadi penting untuk menjaga relasi sosial.

KEPO menjadi semacam "kewajiban sosial" agar tidak dianggap kurang pergaulan atau tidak peduli terhadap lingkungan sekitar.

2. Peran media sosial

Media sosial mempercepat penyebaran informasi dan tren. Akses cepat terhadap konten baru, termasuk tren viral seperti boneka Labubu, dapat memicu rasa penasaran dan dorongan untuk selalu up-to-date.

Rasa takut ketinggalan informasi atau tren (FOMO) diperkuat dengan fitur-fitur seperti notifikasi real-time dan feed yang terus diperbarui, sehingga pengguna merasa terus menerus terhubung.

3. Ekspektasi sosial dan tekanan sosial

Di beberapa lingkungan, orang yang tidak mengetahui tren terbaru atau isu yang sedang ramai dibicarakan bisa merasa terisolasi.

Misalnya, ketika tren Labubu viral, ada ekspektasi tidak tertulis di kalangan penggemar mainan dan kolektor untuk ikut serta dalam obrolan mengenai boneka tersebut. Kondisi ini menumbuhkan FOMO dan KEPO secara bersamaan.

Artikel lainnya: Sisi Gelap Media Sosial bagi Kesehatan Mental

4. Self-esteem dan identitas sosial

Banyak orang Indonesia, terutama generasi muda, menjadikan media sosial sebagai platform untuk mengekspresikan identitas diri dan status sosial.

Ketika sesuatu yang viral muncul, mereka merasa perlu terlibat agar dapat mengukuhkan diri sebagai bagian dari komunitas yang relevan. Mengabaikan tren bisa diartikan sebagai penurunan status sosial, sehingga dorongan untuk KEPO dan FOMO menjadi lebih kuat.

Artikel lainnya: FOMO Berujung Tertipu Tiket Konser Coldplay?

Kiat Menahan Diri untuk Tidak KEPO dan FOMO

Mengendalikan rasa ingin tahu yang berlebihan (KEPO) dan ketakutan akan ketinggalan informasi (FOMO) penting agar kesejahteraan mental kita tetap terjaga.

Penelitian menunjukkan bahwa FOMO dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan perasaan tidak puas terhadap hidup.

Berikut adalah beberapa tips yang bisa diterapkan untuk menahan diri dari KEPO dan FOMO:

1. Sadari bahwa tidak semua hal perlu diketahui

Tidak semua informasi yang ada di luar sana relevan atau bermanfaat bagi kita. Menyadari bahwa kita tidak harus mengikuti semua tren atau tahu semua kabar terbaru adalah langkah awal untuk mengurangi perilaku KEPO.

Fokus pada hal-hal yang benar-benar penting dan bermanfaat untuk diri kita sendiri dan kehidupan sehari-hari.

2. Kurangi paparan media sosial

Batasilah waktu yang dihabiskan di media sosial, terutama di platform yang sering menjadi sumber FOMO.

Menggunakan fitur "screen time" pada ponsel atau media sosial dapat membantu membatasi akses berlebihan. Memilih untuk tidak selalu aktif dalam mencari informasi baru bisa mengurangi rasa gelisah akibat FOMO.

3. Tentukan prioritas pribadi

Buatlah daftar prioritas tentang hal-hal yang benar-benar penting dalam hidup Kamu. Jika sesuatu tidak ada dalam daftar prioritas tersebut, maka mungkin hal itu tidak perlu menjadi perhatian utama.

Misalnya, apakah mengetahui tren mainan terbaru seperti Labubu benar-benar penting bagi tujuan jangka panjang Kamu?

4. Berlatih mindfulness

Mindfulness adalah teknik yang dapat membantu kita fokus pada saat ini, tanpa terbawa oleh dorongan untuk mengetahui atau mengikuti hal-hal yang tidak perlu.

Penelitian menunjukkan bahwa mindfulness efektif dalam mengurangi kecenderungan FOMO, karena kita menjadi lebih sadar akan diri sendiri dan apa yang benar-benar kita butuhkan pada saat ini.

5. Bangun rasa puas diri

Salah satu penyebab FOMO adalah perasaan kurang puas dengan diri sendiri atau dengan kehidupan yang kita jalani.

Meningkatkan rasa syukur dan kepuasan terhadap apa yang kita miliki dapat mengurangi dorongan untuk terus-menerus mengejar hal-hal baru yang tidak selalu relevan atau penting.

6. Tentukan waktu untuk tidak terhubung

Cobalah untuk secara rutin menetapkan waktu di mana Kamu benar-benar terputus dari internet dan media sosial.

Momen-momen ini bisa dimanfaatkan untuk berfokus pada aktivitas lain yang lebih produktif dan menyenangkan, seperti membaca buku, berolahraga, atau menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman.

7. Perbaiki komunikasi sosial

Ketika interaksi sosial didorong oleh KEPO atau FOMO, hubungan yang terbentuk bisa menjadi dangkal.

Sebaliknya, jika komunikasi lebih berfokus pada hal-hal yang autentik dan mendalam, kita bisa mendapatkan kepuasan emosional yang lebih besar tanpa harus merasa tertinggal atau penasaran dengan hal-hal yang sedang tren.

Fenomena KEPO dan FOMO merupakan tantangan di era digital, terutama di kalangan masyarakat Indonesia yang memiliki budaya komunal yang kuat.

Boneka Labubu menjadi contoh bagaimana tren kecil bisa dengan cepat viral dan memicu rasa ingin tahu serta ketakutan akan ketinggalan informasi.

Meskipun KEPO dan FOMO dapat memberikan dampak negatif, kita bisa belajar untuk menahan diri melalui beberapa strategi, seperti mengurangi paparan media sosial, berlatih mindfulness, dan membangun kepuasan diri.

Dengan mengontrol perilaku ini, kita tidak hanya menjaga kesejahteraan mental, tetapi juga mampu fokus pada hal-hal yang lebih bermakna dan bermanfaat dalam hidup. Teknologi dan informasi harus dimanfaatkan secara bijak agar tidak mengendalikan hidup kita.

Ingin lebih tenang dan fokus dalam hidup? Download aplikasi KlikDokter sekarang untuk mendapatkan tips kesehatan mental dan panduan mindfulness, Atasi KEPO dan FOMO dengan cara yang tepat!

Selain cara menahan diri dari KEPO dan FOMO, KlikDokter menyediakan artikel lain yang membantu menjaga kesehatan mental kamu. Temukan tips mengelola stres, kecemasan, dan banyak lagi! Yuk, #JagaSehatmu selalu.

  • Indonesian Journal of Communication Studies, "Social Media and FOMO among Millennials in Indonesia", Vol. 12, No. 3, 2022.
  • Journal of Psychological Research, "The Role of Mindfulness in Reducing FOMO and Increasing Life Satisfaction", 2021.
  • Asia Pacific Journal of Social Work and Development, "Cultural Factors and the Influence of Social Media on KEPO Behavior in Indonesia", 2023.
  • Journal of Mental Health and Technology, "The Psychological Impacts of FOMO: A Cross-Cultural Study", 2020.