Kesehatan Mental

Masalah Psikis yang Mungkin Muncul Ketika Tidak Berkuasa atau Memimpin

Pernahkah Kamu bertanya-tanya apa yang dirasakan seorang pemimpin setelah lengser dari jabatannya? Artikel ini akan mengungkap tantangan psikologis yang mungkin dihadapi dan cara mengatasinya.

Masalah Psikis yang Mungkin Muncul Ketika Tidak Berkuasa atau Memimpin

Menduduki posisi pemimpin membawa tanggung jawab besar dan terkadang dapat mempengaruhi banyak aspek kehidupan, salah satunya kondisi psikis.

Hal ini disebabkan adanya ekspektasi dan peran pemimpin yang perlu ditunjukkan, seperti punya rasa percaya diri tinggi, aktif berkomunikasi, dan bahkan sikap dominan muncul dalam kondisi tertentu.

Posisi pemimpin dapat menciptakan persepsi bahwa diri adalah seseorang yang penting, berpengaruh, disegani, dan didengarkan. Namun, ketika kekuasaan atau peran sebagai pemimpin berakhir juga dapat mempengaruhi kondisi psikologis mereka.

Kehilangan peran pemimpin atau kekuasaan bisa disebabkan oleh pensiun, pengunduran diri, atau faktor lainnya.

Artikel ini akan membahas masalah psikis yang mungkin muncul ketika seseorang tidak lagi berkuasa atau memimpin, bagaimana cara mengatasinya, serta beberapa rekomendasi berdasarkan penelitian dan literatur terkait.

Artikel lainnya: 5 Ciri Atasan Pembawa Efek Negatif bagi Kesehatan

Masalah Psikis yang Mungkin Muncul Ketika Tidak Berkuasa atau Memimpin

1. Post power syndrome

Post power syndrome adalah kondisi psikologis yang dialami oleh seseorang ketika kehilangan kekuasaan atau jabatan dan belum bisa menerima hilangnya kekuasaan tersebut. Kondisi ini dapat menyebabkan menurunnya harga diri, depresi, dan gangguan kesehatan mental dan fisik.

2. Krisis identitas

Perubahan peran yang signifikan setelah tidak lagi memimpin adalah krisis identitas. Krisis ini membuat seseorang mempertanyakan kondisinya sekarang dan bagaimana hidup kedepan dengan status barunya.

Jika tidak memiliki perencanaan yang matang, kehilangan peran pemimpin dapat membuat seseorang bingung, merasa tidak berdaya, dan kehilangan arah dalam hidup.

3. Gejala depresi

Kehilangan peran pemimpin atau kuasa secara mendadak dapat meningkatkan resiko munculnya gejala depresi. Selain kehilangan orang yang dicintai, kehilangan peran atau pekerjaan adalah sumber stres yang cukup besar bagi psikis seseorang.

Depresi ditandai dengan perasaan sedih yang berkepanjangan, kehilangan minat pada aktivitas sehari-hari, kelelahan, dan bahkan berpikir tentang bunuh diri.

Penurunan aktivitas yang biasa dilakukan saat masih berkuasa juga dapat berkontribusi pada depresi karena hilangnya tujuan hidup yang jelas.

4. Perasaan tidak berguna

Setelah berhenti memimpin, beberapa orang dapat merasa tidak berguna karena tidak bisa berkontribusi seperti sebelumnya. Jika tidak mendapatkan dukungan psikologis, kondisi ini dapat memicu penurunan harga diri (self-esteem).

Hal ini sering terjadi pada orang-orang yang telah lama berada dalam posisi yang sangat dihormati atau berpengaruh, seperti pemimpin perusahaan, pejabat pemerintah, atau tokoh masyarakat.

5. Kecemasan

Kecemasan adalah masalah psikis lain yang dapat muncul saat seseorang kehilangan kekuasaan. Ketidakpastian tentang masa depan, terutama ketika seseorang terbiasa membuat keputusan penting, dapat menimbulkan perasaan cemas yang berlebihan.

Kecemasan ini bisa muncul dalam berbagai bentuk, termasuk kecemasan akan ketidakmampuan untuk mendapatkan kembali posisi serupa, atau bahkan kecemasan terkait pandangan orang lain terhadap dirinya setelah kehilangan jabatan.

6. Perasaan marah atau iri

Beberapa orang mungkin merasakan kemarahan, tidak adil, atau iri terhadap penggantinya atau terhadap situasi yang menyebabkan mereka kehilangan kekuasaan. Ini sering kali didorong oleh rasa tidak adil atau tidak puas dengan cara mereka harus melepaskan peran tersebut.

Perasaan ini bisa memicu konflik interpersonal dan memperburuk hubungan sosial mereka. Disisi lain, kemarahan yang tidak dikelola dengan baik dapat berdampak pada kondisi kesehatan fisik.

7. Krisis eksistensial

Setelah kehilangan kekuasaan, individu mungkin mulai mempertanyakan tujuan hidup mereka. Mereka bisa mengalami krisis eksistensial, di mana mereka mencari makna dalam hidup yang sebelumnya selalu dikaitkan dengan kepemimpinan dan pengaruh.

Pertanyaan seperti "Apa yang seharusnya saya lakukan sekarang?" atau "Apa arti hidup saya tanpa jabatan ini?" dapat membingungkan dan menyebabkan stres yang mendalam.

Artikel lainnya: Mengenal Kepribadian Koleris, Pandai Memimpin!

Cara Mengatasi Masalah Psikis yang Mungkin Muncul Ketika Tidak Berkuasa atau Memimpin

Kenapa Penderita Tekanan Darah Tinggi Mudah Marah?

Mengatasi masalah psikis yang muncul setelah kehilangan kekuasaan membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan proaktif. Berikut beberapa cara yang dapat membantu:

1. Mebangun kembali identitas di luar peran kepemimpinan

Membangun kembali identitas di luar peran kepemimpinan adalah langkah yang krusial dari perspektif psikologis. Ketika seseorang sangat mengidentifikasi diri mereka dengan posisi atau jabatan, kehilangan peran tersebut dapat menyebabkan hilangnya harga diri.

Psikologis menyoroti pentingnya eksplorasi diri, baik melalui hobi baru, pengembangan keterampilan, atau proyek-proyek kreatif. Ini bisa membantu seseorang menemukan makna dan nilai baru yang terpisah dari jabatan sebelumnya.

2. Mengakui dan menerima emosi yang ada

Mengakui dan memproses emosi yang muncul setelah kehilangan kekuasaan adalah langkah penting dalam menjaga kesehatan mental. Emosi negatif seperti kesedihan, kekecewaan, atau bahkan kemarahan adalah reaksi yang wajar dalam menghadapi perubahan besar.

Pendekatan psikologis seperti terapi atau konseling dapat membantu seseorang memvalidasi emosi mereka dan menghindari penekanan perasaan yang justru bisa memperburuk kondisi mental.

3. Menjaga relasi dan dukungan sosial

Menjaga koneksi sosial berperan penting dalam mencegah isolasi sosial yang dapat memicu depresi dan kecemasan.

Dari sudut pandang psikologis, hubungan sosial yang kuat memberikan dukungan emosional yang krusial, yang membantu individu merasa tetap dihargai dan didukung, bahkan tanpa posisi formal.

Terlibat dalam kegiatan sosial dan komunitas juga memberikan rasa memiliki yang penting untuk kesehatan mental.

4. Memiliki tujuan dan rencana baru

Menetapkan tujuan baru dan merancang aktivitas yang bermakna adalah cara untuk menemukan kembali tujuan dan kepuasan dalam hidup.

Menyibukkan diri dalam pekerjaan sukarela, mentoring, atau kegiatan sosial dapat menggantikan perasaan kehilangan dengan perasaan pencapaian baru, yang dapat meningkatkan rasa harga diri dan kebahagiaan.

5. Bantuan profesional 

Mencari bantuan profesional adalah langkah yang sangat disarankan jika gejala seperti depresi atau kecemasan terus berlanjut.

Terapi seperti Cognitive Behavioral Therapy (CBT) atau terapi psikodinamis membantu individu memahami emosi mereka dan mengembangkan strategi koping yang lebih sehat.

6. Adopsi gaya hidup sehat

Mengadopsi gaya hidup sehat juga berdampak positif pada kesehatan mental. Aktivitas fisik, pola makan seimbang, dan tidur yang cukup telah terbukti secara ilmiah dapat mengurangi gejala depresi dan kecemasan.

Dari sudut pandang psikologis, olahraga mendorong produksi endorfin, yang membantu menciptakan perasaan bahagia dan relaksasi.

7. Perspektif baru tentang kepemimpinan

Membangun perspektif baru tentang kepemimpinan adalah proses psikologis yang penting untuk menyesuaikan cara pandang seseorang tentang kepemimpinan.

Alih-alih berfokus pada jabatan formal, kepemimpinan dapat dilihat sebagai kemampuan untuk memberikan pengaruh positif dalam lingkup yang lebih kecil, seperti keluarga atau komunitas.

Mengubah cara pandang ini membantu seseorang merasa tetap relevan dan berarti, meskipun telah kehilangan posisi formal.

Artikel lainnya: Kiat Menerima Kekalahan dalam Sebuah Kompetisi

Kehilangan peran kepemimpinan mungkin terasa sebagai pukulan besar bagi kesejahteraan psikis, memicu perasaan kehilangan identitas, depresi, kecemasan, atau bahkan krisis eksistensial. Namun, inilah saatnya untuk bangkit.

Jangan biarkan kehilangan ini mendefinisikan Kamu, melainkan jadikan sebagai peluang untuk menemukan kembali diri Kamu yang lebih kuat.

Dengan membangun identitas baru, menerima perubahan emosi secara sehat, menjaga koneksi sosial yang positif, menetapkan tujuan hidup baru, dan mencari bantuan profesional jika dibutuhkan, Kamu bisa melewati masa sulit ini.

Perjalanan ini mungkin menantang, tetapi dengan dukungan yang tepat, Kamu bisa bangkit dengan kekuatan dan makna hidup yang baru

Dapatkan informasi lengkap tentang kesehatan mental dan cara mengatasi tekanan psikis dengan download aplikasi KlikDokter di Google Play dan App Store!

Temukan juga berbagai topik menarik lainnya, mulai dari manajemen stres hingga kesehatan mental hanya di KlikDokter. Yuk, selalu #JagaSehatmu.

  • Ashforth, B. E. (2001). Role transitions in organizational life: An identity-based perspective. Routledge.
  • Thoits, P. A. (2010). Stress and health: Major findings and policy implications. Journal of Health and Social Behavior, 51(1_suppl), S41-S53.
  • Kets de Vries, M. F. R. (2003). The retirement syndrome: The psychology of letting go. European Management Journal, 21(6), 707-716.
  • Wang, M., Henkens, K., & van Solinge, H. (2011). Retirement adjustment: A review of theoretical and empirical advancements. American Psychologist, 66(3), 204.
  • Reker, G. T., & Wong, P. T. P. (1988). Aging as an individual process: Toward a theory of personal meaning. Aging and Society, 8(3), 273-302.
  • Seligman, M. E. P. (2011). Flourish: A visionary new understanding of happiness and well-being. Simon and Schuster.