Bullying atau perundungan identik dengan perilaku menindas yang umumnya dilakukan oleh orang yang lebih superior terhadap orang inferior, misalnya oleh geng populer terhadap anak yang dianggap tidak punya teman. Mirisnya, hal itu bisa juga terjadi di rumah dan dilakukan oleh saudara sendiri. Sebagai orang tua, Anda tak boleh tinggal diam.
Biasanya perundungan antar saudara dilakukan oleh kakak terhadap adiknya. Apabila hal ini terjadi pada anak-anak Anda, ajaklah bicara baik-baik untuk menanamkan pemahaman bahwa mereka adalah saudara yang sudah sepantasnya saling mendukung, bukan justru memusuhi.
Artikel Lainnya: Orang-Orang Ini Rentan Jadi Korban Bullying
Berakar dari rumah, bisa berkembang di sekolah
Menurut dr. Sara Elise Wijono, MRes dari KlikDokter, bila anak Anda bisa melakukan bullying di rumah, ada kemungkinan juga dia bisa melakukannya di tempat lain, khususnya sekolah. Sehingga, Anda sebagai orang tua mesti menghentikan hal tersebut dengan cara yang bijaksana (tanpa harus memarahinya di depan umum).
“Seorang anak yang melakukan bullying biasanya punya masalah tersendiri yang bisa saja tidak diketahui oleh orang tua. Sehingga, sudah menjadi kewajiban bagi orang tua untuk mencari tahu akar permasalahannya.” jelas dr. Sara.
Anak-anak umumnya belum memiliki pola perilaku sendiri. Mereka melakukan sesuatu berdasarkan atas apa yang dilihatnya sehari-hari. Bisa saja perilaku perundungan itu dilihatnya dari tayangan televisi ataupun internet. Atau, bisa juga anak meniru tetangganya yang melakukan hal tersebut.
“Dan tidak menutup kemungkinan juga penyebabnya adalah dia melihat Anda bertengkar dengan suami, misalnya saat salah satu pihak ada yang mencela atau memukul, sehingga dia meniru perilaku tersebut.” tutur dr. Sara.
Bila perilaku anak sudah keterlaluan sehingga membuat saudaranya menjadi korban bahkan trauma, sebaiknya bawa anak Anda yang menjadi pelaku perundungan ke psikolog sesegera mungkin. Sebab, perilaku mengintimidasi akan sangat berbahaya bila dibiarkan sampai besar.
Namun, sebelum membawanya ke psikolog, ada baiknya lakukan pembicaraan dari hati ke hati terlebih dulu dengan anak Anda. Tanyakan mengapa dia melakukannya dan tanyakan juga bagaimana jika dia yang diperlakukan seperti itu. Lalu, berikan penjelasan bahwa hal tersebut sangat tidak baik dan tidak boleh dilakukan lagi.
Mungkin Anda juga bisa memberikan sebuah hukuman bila hal tersebut terulang kembali (tetapi bukan dengan kekerasan). Apabila diskusi dari hati ke hati dan hukuman atau aturan juga tidak mempan, Anda tidak boleh menunda untuk membawanya ke psikolog.
Selain itu, cobalah juga untuk berkoordinasi dengan guru di sekolahnya untuk mengontrol perilakunya.
Artikel Lainnya: Pilihan Terapi Psikis untuk Anak Korban Bullying
Tips orang tua untuk mengatasi bullying
Tentu tindakan tidak cuma diberikan kepada anak yang menjadi pelaku perundungan saja. Adik yang menjadi korban juga perlu mendapatkan perlakuan khusus dari Anda sebagai orang tua.
Selain menenangkannya, ajarkan ia untuk memaafkan perilaku kakaknya agar tidak menyimpan dendam dan melakukan hal yang sama pada kakaknya atau pun orang lain. Bila Anda kesulitan, jangan sungkan untuk meminta pertolongan kepada psikolog anak.
“Selain itu, selama proses pengendalian suasana, lebih baik orang tua memperbanyak waktu di rumah untuk menciptakan lingkungan yang lebih tenang, aman, dan menyenangkan.” dr. Sara menambahkan.
Meski adik yang menjadi korban perundungan, sebaiknya Anda juga tidak langsung menyingkirkan sang kakak dan langsung sepenuhnya memanjakan si adik. Pasalnya, pola asuh tersebut hanya akan membuat kecemburuan semakin tinggi dan niat untuk mencari perhatian dengan mengintimidasi akan semakin besar.
Bullying bisa terjadi di mana saja, termasuk di dalam rumah dan dilakukan oleh saudara sendiri. Atas dasar itulah, orang tua perlu memberikan pengawasan dan pendidikan khusus agar kasus perundungan ini bisa segera teratasi. Meski begitu, mengatasi kasus anak-anak terkadang butuh bantuan orang lain. Jadi, tak mengapa bila Anda meminta bantuan kepada guru (wali kelas atau guru BP di sekolahnya) ataupun berkonsultasi ke psikolog anak untuk mengatasinya.
[NP/ RVS]