Emotional child abuse atau pelecehan emosional terhadap anak-anak bukanlah hal yang bisa disepelekan.
Acap kali orang dewasa tidak menyadari bahwa dirinya telah melakukan hal tersebut kepada anak.
Mereka sering kali menyamaratakan antara memarahi biasa dan emotional child abuse. Padahal, perilaku tersebut dilakukan secara berbeda dan dampak yang dihasilkan juga berbeda pula.
Menyamakan kedua konsep tersebut dapat merugikan pihak yang lebih lemah, dalam hal ini adalah anak.
Agar kesehatan mental anak tidak semakin terganggu dan memengaruhi kehidupannya sampai dewasa, kenalilah emotional child abuse beserta dampaknya lewat ulasan berikut ini.
Apa Itu Emotional Child Abuse?
Pelecehan emosional adalah pola perilaku yang merusak harga diri dan berdampak negatif terhadap perkembangan emosional anak.
Selain tidak memberikan cinta dan dukungan, pelakunya juga sering menolak, mengabaikan, mengkritik, mengancam, merendahkan, dan mencaci maki.
Penghinaan sudah menjadi makanan sehari-hari bagi anak yang mengalami emotional child abuse.
Masalah yang satu ini juga bisa berhubungan dengan pelecehan fisik dan seksual. Pelaku terus-menerus memanipulasi dan mengontrol anak dengan menggunakan perkataan serta tindakan yang menyakitkan secara emosional.
Administration on Children, Youth, and Families melaporkan bahwa setidaknya 2,3 persen anak-anak di Amerika Serikat mengalami pelecehan emosional di tahun 2017 silam.
Contoh sederhana dari pelecehan emosional di luar rumah adalah baby sitter yang setiap hari berteriak terhadap anak yang diasuhnya.
Lalu, guru yang selalu mengolok satu murid di muka umum ketika ia memiliki keterbatasan tertentu juga merupakan contoh dari emotional child abuse.
Artikel Lainnya: Cara Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak
Apa Perbedaan Marah Biasa dan Emotional Child Abuse?
Gracia Ivonika, M. Psi., Psikolog mengatakan ada perbedaan antara emotional child abuse dan memarahi anak. Namun, perbedaannya bukan terletak di perilaku.
Sebab, keduanya sama-sama melakukan tindakan berteriak atau menggunakan intonasi tinggi serta kata kasar.
“Yang membedakan antara marah biasa dengan pelecehan emosional anak adalah polanya. Jika marah-marahnya itu konstan, berulang-ulang, itu bisa dibilang emotional child abuse. Kalau memarahi biasa itu, kan, karena ada pemicunya dulu. Misalnya anak salah, kita tegur untuk tidak mengulanginya lagi setelah itu sudah,” jelasnya.
Psikolog Gracia menambahkan, “Pola terus menerus itu pada akhirnya menimbulkan gejala emotional child abuse seperti rendah diri, insecure, dan takut. Takutnya bukan cuma takut saat dimarahi, ya, tapi konstan takut alias setiap hari merasa cemas. Sekali lagi perbedaannya bukan dibentuk perilakunya, melainkan di pola (intensitas dan frekuensi).”
Artikel Lainnya: Anak yang Bisa Kendalikan Emosi Punya Nilai Lebih Baik di Sekolah?
Apa Dampak Emotional Child Abuse?
Konsekuensi pelecehan anak dalam bentuk apa pun dampaknya bisa sangat parah dan dapat bertahan hingga dewasa.
Bahkan, korban sering percaya bahwa mereka bertanggung jawab atas pelecehan yang diterimanya.
Mereka menganggap bahwa mereka layak tidak dicintai dan tidak diinginkan. Adapun dampak dari pelecehan emosional terhadap anak, antara lain:
1. Masalah Keterikatan
Pelecehan emosional dapat mengganggu kemampuan anak untuk membentuk dan mempertahankan keterikatan yang sehat dengan orang lain.
Anak-anak juga mungkin berisiko tinggi mengalami hubungan pertemanan yang buruk, masalah keintiman, sulit meresolusi atau menyelesaikan konflik, dan sering melakukan agresi (menyerang).
2. Masalah Perilaku dan Sosial
Pelecehan emosional di masa kanak-kanak dihubungkan dengan kenakalan dan perilaku agresif secara seksual kepada orang dewasa muda.
Tanpa penanganan yang tepat, orang yang pernah dilecehkan saat masih anak-anak lebih mungkin melakukan pelecehan terhadap anak mereka.
Hal ini berlaku ketika dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami pelecehan, ya.
3. Keinginan Bunuh diri dan Penyakit Mental
Anak-anak yang mengalami pelecehan emosional biasanya berisiko tinggi untuk didiagnosis penyakit mental, seperti depresi dan gangguan kecemasan.
Keduanya dapat berlanjut hingga dewasa. Bukan tak mungkin, korbannya akan mencoba bunuh diri karena sudah tidak tahan dengan perasaan negatif yang dirasakan.
Artikel Lainnya: Mengapa Remaja Mudah Emosional?
Sebenarnya tidak semua anak yang memiliki riwayat pelecehan emosional mengalami luka mendalam seumur hidup.
Durasi, tingkat keparahan, dan usia permulaan pelecehan menjadi faktor yang memengaruhi.
Memiliki orang dewasa yang mendukung mereka akan mengurangi dampak serta gejala emotional child abuse.
Apabila sulit menyembuhkan luka mendalam akibat pelecehan emosional, orang dewasa dapat menolong korban dengan membawanya ke tenaga profesional seperti psikolog.
Untuk informasi kesehatan mental lainnya, bisa Anda dapatkan dengan membaca artikel di aplikasi Klikdokter.
(OVI/AYU)