Pernahkah Anda mendengar kata mom shaming? Kata-kata yang sedang tren ini merujuk pada seorang ibu yang memberikan kritik “pedas” pada ibu lainnya. Mereka yang memberikan kritik merasa bahwa dirinya lebih baik, sehingga sering memberikan nasihat, masukan atau saran terhadap sesuatu yang menurutnya tidak sesuai. Situasi tersebut lalu berkembang dengan munculnya dad shaming.
Terkait mom shaming, dr. Dyah Novita Anggraini dari KlikDokter mengatakan bahwa perilaku ini bisa terkait dengan metode persalinan yang dipilih, pola pengasuhan anak, masalah menyusui, penggunaan susu formula, atau apapun yang berhubungan dengan anak.
“Jika pernah mendengar kalimat sinis seperti ‘gendong anak kok begitu sih?!’, itu sudah termasuk dalam kategori mom shaming,” kata dr. Vita.
Nah, di samping mom shaming, ternyata ada juga istilah dad shaming. Tahukah Anda segala hal yang berkaitan dengan dad shaming?
Mengenal dad shaming
Dad shaming memiliki pola yang sedikit berbeda dengan mom shaming. Pada kebanyakan kasus dad shaming, hal ini justru dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan paling dekat. Seperti misalnya, pasangan atau anggota keluarga lain, termasuk kakek dan nenek.
"Dalam beberapa kasus, ini mungkin merupakan cerminan dari peran gender historis. Di mana, ibu dipandang sebagai pengasuh yang lebih alami dan ayah memiliki kemampuan pengasuhan terbatas yang membutuhkan pengawasan atau koreksi. Ketika ini terjadi, perbedaan kecil dalam gaya pengasuhan dapat menyebabkan konflik," kata asisten direktur penelitian dari University of Michigan, Sarah Clark.
"Norma budaya, dinamika keluarga, dan pengalaman dengan orang tuanya terdahulu sendiri juga dapat membentuk gaya pengasuhan seorang ayah," tambahnya.
Melansir dari WebMD, sebuah survei terbaru menemukan bahwa sebagian ayah di Amerika Serikat berkata bahwa mereka sering dikritik tentang gaya pengasuhan yang dilakukan.
Cara para ayah tersebut menegakkan disiplin menempati urutan teratas dalam hal-hal yang dikomentari orang lain. Menariknya, 44% dari kritik yang dilontarkan datang dari anggota keluarga, bahkan pasangan yang selalu hidup berdampingan dengannya.
"Mengatasi kenakalan anak adalah salah satu tantangan terbesar dalam mengasuh anak. Dan, orang tua tidak selalu dalam pemikiran yang sama dalam hal harapan dan konsekuensi yang ditimbulkan. Itu bisa menjadi masalah bagi keluarga," kata Clark.
"Perasaan tidak konsisten antara orang tua dalam menanggapi perilaku anak dapat mengirim pesan campuran kepada buah hatinya. Hal ini mengakibatkan konflik dan kritik dari anak untuk orang tuanya," jelasnya.
Hal berikutnya yang bisa menjadi pemicu dad shaming adalah jenis makanan yang diberikan para ayah kepada anak-anak mereka. Studi mengatakan, 40% kasus dad shaming berasal dari hal tersebut, diikuti oleh masalah-masalah lain seperti pertengkaran, dan gaya pengasuhan ayah yang memengaruhi kebiasaan tidur, keamanan, atau penampilan anak secara keseluruhan.
Dampak buruk dad shaming
Sebagian kasus dad shaming berdampak pada ayah yang mengubah pola asuh mereka. Namun dalam kasus lain, kritik terkait kasus dad shaming malah menjadi bumerang.
"Beberapa ayah mengatakan bahwa kritik mendorong mereka untuk mencari informasi lebih lanjut tentang praktik pengasuhan yang baik. Namun, terlalu banyak ‘penghinaan’ terkait dad shaming juga dapat menyebabkan sebagian ayah merasa kehilangan semangat untuk tetap berperan sebagai orang tua," jelas Clark.
Disebutkan bahwa lebih dari seperempat ayah yang disurvei terkait dad shaming mengalami penurunan rasa percaya diri.
"Bahkan bentuk-bentuk pelecehan halus dapat melemahkan rasa percaya diri seorang ayah atau mengirim pesan bahwa para ayah tersebut kurang penting bagi kesejahteraan anak mereka masing-masing," kata Clark.
Sejatinya, mom shaming ataupun dad shaming adalah hal-hal terkait pola asuh yang sebaiknya dihindari, apapun alasannya. Ini karena setiap orang memiliki cara pengasuhan anak yang unik dan tidak melulu sama, tergantung pada kemampuan, situasi dan kondisi keluarga masing-masing. Jadi, jangan lagi jadikan “pandangan” pribadi sebagai panduan pola asuh keluarga untuk yang berbeda, ya!
(NB/ RVS)