Selain obat antinyeri seperti ibuprofen, antibiotik - khususnya penisilin dan golongan sulfa - disinyalir juga bisa menyebabkan alergi obat. Hal itu pun dibenarkan oleh dr. Alvin Nursalim SpPD dan dr. Adeline Jaclyn dari KlikDokter.
Menurut keduanya, orang yang memiliki imunitas tubuh sangat sensitif dan memiliki riwayat alergi, cenderung akan mengalami alergi obat pada antibiotik jenis penisilin dan sulfonamid. Bahkan, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mengatakan, 10 persen warga Amerika Serikat dilaporkan mengalami alergi penisilin.
Penisilin sebenarnya merupakan antibiotik yang digunakan untuk menangani infeksi bakteri. Umumnya, kondisi yang membutuhkan penanganan penisilin adalah radang tenggorokan akibat infeksi streptococcus, demam rematik, dan aktinomikosis. Bila penggunaannya dibarengi dengan pemberian vaksin untuk tuberkulosis (vaksin BCG), penisilin dapat mengurangi efektivitas pada vaksin tersebut.
Pada tingkatan alergi yang belum berat, kedua jenis antibiotik tersebut dapat memicu timbulnya gejala. Antara lain ruam, gatal-gatal, dan bengkak di beberapa bagian tubuh seperti mata, lidah, dan bibir. Bila reaksinya sudah parah, dapat dikatakan bahwa orang tersebut mengalami reaksi anafilaksis. Biasanya, anafilaksis terjadi dalam satu jam setelah mengonsumsi antibiotik.
Adapun beberapa gejala anafilaksis akibat ketidakcocokan antibiotik, antara lain lemas, kesulitan bernapas, kulit membiru, diare, muntah, dan pingsan.
“Jika anafilaksis telanjur terjadi, penderita harus segera dibawa ke dokter karena ini merupakan kondisi gawat darurat,” kata dr. Adeline.
Lantas, apa yang menyebabkan antibiotik penilisin dan golongan sulfa kerap memicu efek samping dari alergi?
Alasan bisa picu alergi
Menurut dr. Rendi Muflih dari KlikDokter, timbulnya reaksi alergi antibiotik penisilin dan golongan sulfa disebabkan oleh sifat kimiawi dari obat itu sendiri. Pada orang yang sensitif, dua jenis antibiotik tersebut kerap dianggap “lawan” oleh tubuh mereka dan akhirnya malah menimbulkan reaksi alergi.
Sebetulnya, bukan cuma dua obat ini saja yang sering memicu alergi. Menurut dr. Alvin, obat demam dan antiperadangan, obat kemoterapi, dan obat HIV juga sering memicu alergi.
Selain sifat kimiawi obat, hal lain yang turut memengaruhi timbulnya alergi adalah kondisi tubuh Anda. Bila sedari awal Anda tidak memiliki kelainan sistem imunitas tubuh, alergi tidak akan muncul. Dengan demikian, pemicu timbulnya alergi adalah dari obat dan sensitivitas tubuh peminumnya.
Di sisi lain, meski CDC mengatakan 10 persen warga Amerika dilaporkan alergi penisilin, mereka memastikan kurang dari 1 persen yang benar-benar alergi terhadap obat itu. Maka, sangat penting bagi ahli medis dan pasien untuk melakukan skin test dan challenge doses terlebih dulu sebelum memutuskan apakah benar-benar alergi atau tidak dan sebelum memberikannya alternatif antibiotik lain. Sebab, ada beberapa reaksi pada tubuh setelah minum obat, tapi tak semuanya itu dapat dikatakan sebagai alergi.
Perhatikan penyakit yang Anda alami. Apabila penyakit Anda memang tidak memerlukan antibiotik karena masih tergolong ringan dan bukan disebabkan oleh bakteri, hindari mengonsumsi antibiotik. Sebab, bila antibiotik tidak dikonsumsi sesuai fungsi dan dosis, Anda dapat mengalami resistansi antibiotik. Dan bila memang Anda memiliki sejumlah alergi setelah dilakukan skin test, catatlah obat-obatan tersebut agar alergi tidak terulang kembali.
[HNS/ RVS]