Kabar bahwa anak komedian Dede Sunandar kena sindrom Williams sempat menjadi perbincangan hangat warganet beberapa hari terakhir ini. Pasalnya, penyakit tersebut termasuk penyakit langka yang membutuhkan perawatan tak main-main dan biaya yang sangat mahal.
Sindrom langka yang pengaruhi organ dalam dan bentuk wajah
Putra pertama Dede Sunandar lahir dengan kondisi sehat, sedangkan kondisi tersebut tidak dialami oleh putra keduanya yang bernama Ladzan Syafiq Sunandar. Dilansir dari cnnindonesia.com, bahkan sindrom Williams membuatnya harus menjalani 4 tahap operasi, yakni di usia 1-3 tahun, 7 tahun, 17 tahun, dan 23 tahun.
Williams Syndrome atau sindrom Williams adalah kelainan genetik langka yang menyebabkan berbagai gejala dan masalah belajar. Biasanya, mereka yang punya sindrom ini memiliki masalah pada organ jantungnya, pembuluh darah, ginjal, dan beberapa organ dalam lain. Tak hanya itu, anak yang kena sindrom Williams juga punya wajah yang “unik”.
Mereka memiliki hidung yang kecil, bengkak di sekitar mata, serta bibir yang cukup panjang dan tebal. Dikutip dari laman William Syndrome Association, penyakit ini disebabkan oleh penghapusan spontan 26-28 gen pada kromosom 7. Penghapusan gen terjadi pada saat pembuahan, bisa pada sel telur atau sperma.
Artikel Lainnya: Bayi Sindrom Williams Rentan Stunting?
Bisa terjadi dalam keluarga tanpa riwayat sindrom ini
Meski sebelumnya di keluarga Dede Sunandar dan istri belum pernah ada yang menderita sindrom Williams, penghapusan gen masih bisa terjadi. Ketika ada anggota keluarga yang terkena sindrom tersebut – dalam hal ini anak keduanya – maka risiko untuk mewariskannya ke keturunan berikutnya (anak atau cucu dari Ladzan nanti) akan jauh lebih besar.
Dari sekian banyak organ yang terganggu akibat sindrom Williams, anak Dede Sunandar mengalami masalah pada organ jantungnya. Bahkan, Dede dan istri mesti menyediakan susu khusus jantung yang harganya tidak murah.
Tidak diketahui secara pasti sebenarnya apa yang dimaksud dengan susu khusus jantung, tetapi menurut dr. Muhammad Iqbal Ramadhan dari KlikDokter mungkin saja itu adalah susu yang biasa dikhususkan untuk anak dengan penyakit jantung bawaan (PJB).
“Mereka yang punya masalah jantung dari lahir, 70 persennya memang mengalami malnutrisi. Oleh sebab itu, diperlukan asupan lain, seperti susu tersebut untuk memenuhi gizinya. Kalori pada susu khusus PJB ini memiliki kalori yang jauh lebih besar,” jelasnya. Dengan demikian, bayi yang punya masalah jantung, tak cukup bila hanya diberikan air susu ibu (ASI).
Sementara itu, jantung pada penderita sindrom Williams mengalami penyempitan pembuluh darah, termasuk bagian aorta dan arterinya. Karena masalah itulah, anak yang mengalami sindrom tersebut mesti mendapatkan sejumlah operasi. Selain operasi, anak Dede Sunandar juga perlu mendapatkan cek darah yang rutin karena rentan mengalami hipertensi.
Punya kecenderungan pintar bermusik
Walaupun anak dengan sindrom Williams terkesan “tak bisa apa-apa” karena masalah berat pada jantungnya, ternyata mereka punya kencenderungan untuk pintar bermusik. Dikatakan oleh dr. Iqbal, bahkan, musik menjadi terapi bagi mereka untuk meningkatkan kemampuan kognitifnya.
“Sebagian dari mereka memang punya ketertarikan dan keterikatan terhadap musik. Jadikan kondisi tersebut sebagai kelebihan. Agar mereka tetap bisa punya kemampuan untuk belajar, meskipun tidak secara konvensional,” pungkas dr. Iqbal.
Jika anak-anak lainnya lebih cepat belajar dengan menggunakan visual, orang tua dari penderita sindrom Williams dapat memanfaatkan proses belajar melalui audio.
“Mereka akan lebih cepat hafal dan mengerti melalui musik atau jenis audio lainnya,” tambahnya. Di sini memang diperlukan kesabaran dan kreativitas dari orang tua untuk mendidik anak dengan sindrom Williams.
Sindrom Williams seperti yang dialami anak Dede Sunandar memang asing bagi masyarakat. Untuk itu, penting bagi Anda mengetahui bahwa ada keterbatasan lain, selain sindrom Down dan spektrum autisme di luar sana. Selain itu, perjuangan Dede dan istri dalam merawat anak keduanya semoga bisa menginspirasi para orang tua untuk “tidak menyerah” terhadap kondisi buah hati, betapa pun beratnya.
[RVS]