Dalam kurun waktu 1-2 tahun ke depan, Indonesia akan memiliki dokter dengan spesialisasi sebagai dokter layanan primer (DLP) –atau dikenal juga dengan dokter keluarga. Butuh waktu karena program pendidikannya memang baru dimulai pada tahun 2016 ini.
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan program kesehatan yang telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2014, dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai pihak koordinator. Sejak diberlakukannya JKN, berbagai rumah sakit di Indonesia ‘kebanjiran’ pasien.
Ini wajar. Pasalnya,ada banyak kasus yang tidak dapat diselesaikan di fasilitas kesehatan primer (puskesmas, klinik, dan sejenisnya) dan memerlukan penanganan dokter spesialis di rumah sakit. Selain itu, pelayanan kesehatan di fasilitas layanan primer yang kurang kuat dan berkualitas juga menjadi penyebab membludaknya pasien yang berobat di rumah sakit.
Telah lewat dua tahun pelaksanaan JKN di Indonesia. Dana yang dikeluarkan pemerintah untuk membiayai pengobatan pasien yang menggunakan asuransi BPJS ini jauh lebih besar daripada dana iuran peserta yang masuk. Salah satu penyebabnya adalah tingginya kunjungan dan mahalnya biaya pengobatan di rumah sakit.
Artikel Lainnya: Amankah Mengonsumsi Biji Teratai saat Hamil?
Melihat kondisi tersebut, dokter layanan primer –atau yang dikenal denan sebutan general practitioner di negara lain– diharapkan dapat memperkuat dan meningkatkan kualitas layanan primer di Indonesia.
Di negara maju dan beberapa negara berkembang di Asia Tenggara, pendidikan formal serupa DLP terbukti menurunkan angka rujukan ke rumah sakit dan meningkatkan keakuratan diagnosis penyakit. Selain itu juga meningkatkan kepuasan dokter dan kepuasan pasien di fasilitas kesehatan primer, serta menurunkan beban biaya kesehatan di rumah sakit.
Dengan layanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif yang dilakukan oleh DLP, diharapkan bahwa tindakan pengobatan kuratif yang mendominasi pelayanan kesehatan saat ini akan berkurang.
Seperti di berbagai negara lain di dunia, DLP di Indonesia diharapkan dapat menjadi gatekeeper dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. DLP akan mengkoordinasi pelayanan kesehatan, mana pasien yang dapat diobati di fasilitas kesehatan primer, mana pasien yang perlu dirujuk, dan berperan dalam pencegahan dan deteksi dini penyakit kronik.
Dalam sistem JKN, baik dokter umum maupun DLP akan melayani pasien di fasilitas kesehatan primer. Pembedanya adalah rasio dokter dengan jumlah penduduk yang akan ditangani serta dana kapitasi yang disediakan bagi dokter.
Kapitasi ini merupakan metode pembayaran untuk pelayanan kesehatan dimana penyedia layanan dibayar dalam jumlah tetap per pasien tanpa memerhatikan jumlah atau sifat layanan yang diberikan.
“DLP akan mendapatkan kepercayaan untuk menangani lebih banyak orang dengan dana kapitasi yang lebih besar”, Demikian disampaikan oleh Dr. dr. Dhanasari Vidiawati Trisna S, M.Sc., CM-FM., anggota Kelompok Kerja Percepatan Program Dokter Layanan Primer Indonesia, pada KlikDokter.
Namun demikian, besaran rasio dokter-pasien dan dana kapitasinya belum ditetapkan oleh pemerintah. DLP diharapkan akan menangani pasien dengan lebih holistik dan lebih selektif dalam merujuk pasien ke rumah sakit.
Konsep DLP dalam sistem pelayanan kesehatan di era JKN ini terdengar sangat baik dan menarik. Namun kita sama-sama menantikan, apakah dalam pelaksanaannya nanti DLP benar-benar dapat menjadi solusi bagi pelayanan kesehatan di Indonesia.
Selain itu, pekerjaan rumah lain yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dan fakultas kedokteran adalah bagaimana meyakinkan masyarakat bahwa melalui kehadiran DLP, masyarakat dapat merasakan pelayanan klinik dan puskesmas yang berkualitas sehingga tidak langsung potong kompas mencari dokter spesialis.
Mewujudkan “Health for All”, perlu dilakukan oleh seluruh negara berkembang, termasuk Indonesia melalui diselenggarakannya Jaminan Kesehatan Nasional. Mampukah DLP menjadi jalan keluarnya?
[RH]