Nama-nama yang mengisi kabinet Presiden Jokowi jilid 2 akhirnya diumumkan. Dokter Terawan Agus Putranto pun dipilih menjadi Menteri Kesehatan (Menkes) di Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024.
Hadirnya nama baru ini memunculkan sejumlah harapan bagi para dokter muda di KlikDokter. Berikut sejumlah harapan terhadap pria kelahiran 1964 tersebut terkait dunia kesehatan di Indonesia.
Menyejahterakan dengan melihat dua sisi
Sebagian masyarakat mungkin sudah mengetahui bahwa background militer masih melekat di pria yang pernah menempuh pendidikan kedokterannya di Universitas Gadjah Mada itu.
Karena itu, dr. Karin Wiradama berharap nilai-nilai kedisiplinan yang telah lama dianut dr. Terawan, bisa diaplikasikan juga ketika mengemban tugasnya sebagai Menkes.
“Meski ini dunia kesehatan, kedisiplinan sangat diperlukan untuk mempertahankan, bahkan meningkatkan kualitas pelayanan. Disiplin sangat penting di segala aspek kehidupan, jadi semoga saja dr. Terawan bisa menerapkan itu,” tutur dr. Karin.
“Selain soal kedisiplinan dalam dunia kesehatan Indonesia, saya juga berharap Menkes yang sekarang tak cuma memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Tetapi juga kesejahteraan dokter dan tenaga kesehatan lainnya,” dia menambahkan.
Pasalnya, jika kesejahteraan dokter dan tenaga kesehatan lainnya kurang diperhatikan, kualitas pelayanannya pun akan buruk. Ujung-ujungnya, masyarakat juga yang akan kena imbasnya.
Menurut dr. Karin, dr. Terawan pasti bisa mengerti dari dua sisi, baik dari sisi pemerintah maupun pelaksana kesehatan. Dengan begitu diharapkan, kebijakan yang dibuat membawa kebaikan untuk semua pihak.
Sistem diperjelas agar dokter tak jadi ‘sasaran’
Beda halnya dengan dr. Karin, dr. Adeline Jaclyn lebih memusatkan harapannya terkait BPJS.
Penerapan sistem BPJS di Indonesia memang memiliki kelebihan. Meski demikian, tak dimungkiri masih terdapat banyak kekurangan pula. Kurang maksimalnya sosialisasi yang komunikatif kerap membuat masyarakat tidak memahami dengan baik sistem yang telah disediakan pemerintah.
“Alhasil, dokterlah yang disalahkan dan dibilang membatasi ini dan itu. Padahal, kalau sedari awal masyarakat sudah paham soal regulasi BPJS, mereka tentu tidak akan memprotes hal-hal yang sebenarnya bukan ranah dokter,” ujar dr. Adeline.
Memperjelas sistem dan menginformasikannya kepada masyarakat dengan lebih komunikatif akan menjadi bentuk penghargaan pada dokter.
“Satu lagi, saya berharap semoga saja dr. Terawan juga bisa ‘membasmi’ oknum-oknum curang di sekolah dokter, supaya kualitas dokter di Indonesia benar-benar baik,” dia menambahkan.
Membuat masyarakat lebih memilih berobat di sini ketimbang di luar negeri
Tak sedikit orang Indonesia yang lebih suka berobat ke luar negeri ketimbang di negeri sendiri, dengan berbagai alasan. Mulai dari tindakan dokter yang dianggap tidak efektif, kualitas layanan rumah sakit yang buruk, alat-alat yang belum canggih, hingga biaya yang lebih mahal.
“Itu juga yang menjadi PR untuk Menkes sekarang. Bagaimana caranya membuat masyarakat percaya bahwa dokter serta rumah sakit di Indonesia bisa mengatasi seluruh permasalahan kesehatan mereka. Mereka pun tak perlu sampai ke luar negeri. Tapi yang jelas, kualitas memang harus ditingkatkan dulu,” tutur dr. Arina Heidyana.
Negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura menjadi dua daerah yang paling sering dikunjungi pasien dalam negeri. Beberapa orang mengatakan, pelayanan dan tindakan medis di kedua negara tersebut lebih baik, tapi dibanderol dengan harga yang lebih murah.
“Kenapa bisa murah? Karena di luar negeri itu tidak ada pajak alat-alat kesehatan. Ya, semoga saja Menkes yang baru bisa menghapus pajak tersebut agar biaya yang dibebankan pada masyarakat tidak terlalu besar,” harap dr. Arina.
Rebranding puskesmas dan menggaet healthcare startup Indonesia
Bisa dibilang, saat ini puskesmas menjadi tempat pelayanan kesehatan yang dipandang sebelah mata. Pasalnya, pelayanan kesehatan yang ditawarkan sangat terbatas dan ketersediaan dokter spesialis di puskesmas juga terbilang kurang. Alhasil, masyarakat pun ‘kabur’ ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik.
Para dokter muda pun sepertinya enggan menetap di puskesmas. Ada banyak alasan yang diberikan, seperti persoalan gaji yang terlalu kecil.
Atas dasar itu, dr. Sepriani Timurtini Limbong berharap, dr. Terawan bisa meningkatkan citra atau melakukan rebranding puskesmas agar, baik dokter maupun masyarakat, mau kembali mempercayai puskesmas.
“Tak hanya itu, digital healthcare startup di Indonesia sekarang banyak. Alangkah baiknya pemerintah menggaet digital healthcare startup untuk menjadi subdivisi atau semacamnya, demi meningkatkan kualitas kesehatan publik. Koordinasi pun jadi lebih gampang. Pemerintah dan swasta bisa jadi sevisi misi dengan cara yang lebih efektif plus kreatif,” saran dr. Sepriani.
Pemerataan dokter spesialis di wilayah pelosok
Krisis jumlah dokter spesialis di Indonesia tak bisa dimungkiri lagi. Dibandingkan jumlah masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan, dokter spesialis memang terhitung kurang.
Berangkat dari permasalahan itu, dr. Bobtriyan Tanamas berharap tak cuma ditingkatkan, sistem pendidikan kedokteran spesialis di Indonesia juga dipermudah. Dengan semakin banyak dokter spesialis, menurutnya, makin besar pula kesempatan pemerintah untuk memeratakan dokter spesialis hingga ke pelosok negeri.
“Tapi, kalau sudah sampai ke pelosok negeri, keselamatan serta kesejahteraan dokter pun harus diperhatikan, khususnya di wilayah Timur,” kata dr. Bobtriyan.
Dia juga berharap, jangan sampai pengabdian tenaga medis justru menjadi bumerang buat dokter sendiri karena tak ada jaminan keselamatan dari pemerintah.
Program dokter Terawan bersama Kementerian Kesehatan yang dipimpinnya memang belum diungkapkan dengan nyata ke publik. Akan tetapi, kiranya harapan para dokter muda ini bisa didengar dan diwujudkan di masa depan. Dengan terpilihnya dokter Terawan sebagai Menkes, semoga perubahan positif bisa dirasakan semua pihak, baik para praktisi kesehatan maupun masyarakat luas. Selamat bertugas, dr. Terawan!
[HNS/ RH]