Wabah ebola menyebar dan menjadi ancaman, khususnya di wilayah Benua Afrika. Sejumlah pengobatan serta vaksin tengah dirancang demi mengatasi penyakit epidemi yang satu ini. Ebola menyerang manusia, monyet, simpanse, gorila, dan primata lain. Virus ini pertama kali ditemukan di daerah pedesaan di Kongo, Afrika dan segera mengancam nyawa sang penderita.
Ditularkan melalui kelelawar sebagai perantara, gejala Ebola terjadi dalam waktu 14-21 hari. Setelah tertular, penderita akan mengalami demam tinggi, sakit kepala, nyeri tenggorokan, nyeri sendi, diare, muntah, hingga kram perut. Setelah terjadi gejala, tanda lanjutan adalah timbul pendarahan di berbagai tempat (mata, telinga, hidung, atau perdarahan di organ dalam tubuh), kejang, kesadaran menurun, dan syok.
Baru-baru ini, sebuah vaksin Ebola tengah diuji coba demi membantu mengendalikan wabah yang secara spesifik menyerang masyarakat Kongo ini. Akankah pembuatan vaksin Ebola tersebut sukses? Bisakah masyarakat terselamatkan dengan obat yang satu ini?
Uji coba vaksin Ebola
Dilansir dari CNN, WHO tengah menguji dosis vaksin ebola terhadap sejumlah masyarakat di Kongo. Ada lebih dari 5.000 dosis vaksin percobaan di Kinshasa sebagai ibukota Negara. Pemerintah setempat berharap ada sekitar 4.000 dosis tambahan.
"Sebagian besar virus Ebola bisa saja telah menjangkit kondisi tubuh orang yang sehat-sehat saja. Jadi, keberadaan vaksin percobaan ini bisa dibilang yang pertama kalinya berkhasiat untuk mengendalikan wabah Ebola. Penemuan ini sangat unik,” ujar Anthony S. Fauci, Direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAD) di Amerika Serikat.
Vaksin yang disebut rVSV-ZEBOV ini, harus disimpan dalam suhu minus 60 hingga minus 80 derajat Celcius. Ia diyakini mampu bertahan selama dua minggu pada pendingin bersuhu tersebut.
Penyimpanan vaksin percobaan dalam pendingin di Mbandaka, salah satu kota di Kongo, sedang dalam persiapan. Vaksin tersebut dirancang untuk menghadapi beberapa jenis virus Ebola yakni Zaire, dan Bundibugyo sebagai salah satu jenis virus ebola yang paling sering ditemukan.
Vaksin percobaan tersebut bekerja dengan cara menginduksi tubuh yang nantinya dapat melindungi dari paparan virus Ebola. Mewakili lembaganya, Fauci mengaku bahwa uji coba masih diterapkan demi keabsahan vaksin di masa yang akan datang.
“Awalnya, vaksin percobaan ini terbukti memiliki kemanjuran ketika digunakan dalam vaksinasi cincin di Guinea. Tetapi, uji coba yang berlangsung di Sierra Leone dan Liberia hanya untuk membuktikan keamanan dan memastikan apakah ia menginduksi respons imun dalam tubuh," katanya.
Sejumlah vaksin telah diuji coba beberapa waktu sebelumnya. Meski begitu, belum ada yang mampu benar-benar mengatasi penyebaran Ebola. Dengan demikian, vaksin percobaan bernama rVSV-ZEBOV begitu diharapkan keampuhannya dalam mengatasi wabah mematikan ini.
Perjuangan dunia medis hadapi Ebola
Menurut dr. Anita Amalia Sari dari KlikDokter, virus Ebola bisa juga ditularkan melalui kontak langsung (melalui kulit yang terluka atau membran mukosa) dengan darah, organ dan cairan tubuh orang yang terinfeksi. Dapat juga melalui kontak dengan lingkungan yang terkontaminasi.
Laki-laki yang terinfeksi ebola masih dapat menularkan virus melalui cairan semen (air mani) hingga 7 hari setelah sembuh. Sedangkan masa inkubasi) berkisar antara 2 hingga 21 hari.
“Pencegahan agar tidak terjangkit virus Ebola adalah dengan menghindari kontak dengan darah dan cairan tubuh yang terinfeksi ataupun dengan benda atau alat yang terkontaminasi cairan tubuh seperti jarum suntik. Tenaga kesehatan atau orang yang menangani dan berdekatan dengan pasien Ebola diharuskan memakai alat perlindungan diri,” ujarnya.
Penanganan wabah Ebola kini tengah diupayakan dengan vaksin rVSV-ZEBOV ini. Hasil uji coba dan efektivitas vaksin percobaan tersebut dalam mengatasi Ebola, akan segera diumumkan kembali dalam waktu dekat.
[NP/ RVS]