Asia Timur tak lagi menjadi sorotan dengan kasus COVID-19 terbanyak di dunia. Akan tetapi, beberapa waktu lalu, Tiongkok sempat dihebohkan dengan merebaknya virus G4 flu babi.
Belum usai masalah tersebut, kini muncul lagi wabah baru di wilayah sekitarnya, yaitu wabah bubonik. Apa, sih, itu? Apakah wabah bubonik berbahaya dan cepat menular antar-manusia?
Temuan Wabah Bubonik di Mongolia
Wabah bubonik sebenarnya bukan penyakit baru. Bubonik justru merupakan penyakit tua yang saat ini tengah merebak di bagian barat Mongolia.
Pada Mei 2019, sepasang suami istri di Mongolia meninggal setelah menyantap daging marmut mentah sebagai obat tradisional. Ya, daging dan ginjal marmut mentah dianggap baik untuk kesehatan di sana.
Lalu, hari Minggu (5/7) kemarin, bubonik kembali menginfeksi seorang gembala di Kota Bayannur, Mongolia Dalam wilayah Tiongkok. Pasien tersebut sekarang sedang diisolasi di rumah sakit setempat dan keadaannya mulai stabil.
Meski penyakit tersebut baru dialami oleh sedikit orang, tetapi pemerintah kota Bayannur sudah mengeluarkan peringatan tingkat tiga untuk pencegahan wabah bubonik.
Warga diperingatkan untuk tidak berburu, mengonsumsi, dan mengangkut hewan yang berpotensi terinfeksi, terutama marmut. Apabila warga menemukan hewan pengerat yang mati, warga diminta untuk langsung memberi tahu pihak berwenang.
Perlu diketahui juga, wabah bubonik pernah membunuh sekitar 50 juta orang di Eropa, Asia, dan Afrika pada tahun 1300-an (Black Death). Sebelum ditemukannya obat antibiotik, tingkat kematian akibat wabah bubonik di Amerika Serikat adalah 66 persen.
Namun sekarang, karena sudah ditemukannya antibiotik, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mengungkapkan, tingkat kematian akibat wabah bubonik hanya sebesar 11 persen.
Untuk yang belum tahu, wabah bubonik itu sama dengan wabah pes. Penyakit yang disebabkan tikus dan hewan pengerat lainnya ini bukan dipicu oleh virus, melainkan bakteri.
Oleh karena itulah obat penyembuhnya adalah antibiotik. Manusia dapat tertular penyakit pes melalui kontak dengan cairan atau jaringan tubuh hewan yang terinfeksi.
Artikel Lainnya: 4 Penyakit yang Ditularkan Melalui Tikus
Seperti Apa Gejala Wabah Bubonik atau Penyakit Pes Ini?
Menurut dr. Devia Irine Putri, penyakit pes atau wabah bubonik ini disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis.
Adapun gejala khas wabah bubonik adalah pembesaran kelenjar getah bening yang berada di leher, ketiak, maupun selangkangan, serta diikuti rasa nyeri, demam, menggigil, dan nyeri otot.
“Penyakit bubonik juga bisa menyebabkan timbulnya gejala pneumonia ataupun sepsis jika tidak segera diobati,” kata dr. Devia.
Karena berbatasan langsung dengan Mongolia, negara Tiongkok meminta Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk memantau perkembangan wabah tua tersebut. Dikhawatirkan, jika kasus ini tidak diperhatikan, potensi pandemi baru bisa terjadi.
Sementara itu, wabah bubonik atau penyakit pes muncul secara perlahan di seluruh dunia. Misalnya saja di Madagaskar, ada lebih dari 300 kasus wabah bubonik pada tahun 2017 silam. Lalu, masalah ini juga muncul di wilayah Asia Timur.
Hewan pengerat umumnya membawa bakteri karena dia menyantap apa saja di sekitarnya.
Jika manusia mengonsumsi daging hewan tersebut, apalagi dalam keadaan mentah, bakteri di dalam tubuh hewan pengerat itu akan menyebabkan penyakit pada manusia.
Artikel Lainnya: Pelihara Kucing Bisa Picu Toksoplasma?
Wabah Bubonik atau Penyakit Pes Tidak Berisiko Tinggi
Kabar baiknya, penyakit yang disebabkan oleh tikus dan bakteri yang ada di dalam tubuhnya itu tidak berisiko tinggi menjadi pandemi.
Shanti Kappagoda, seorang dokter penyakit menular di Stanford Health Care mengatakan kepada media bahwa tidak seperti di abad ke-14, kita sudah memiliki pengetahuan yang cukup tentang wabah bubonik.
Ya, kita sekarang sudah tahu bagaimana cara pencegahannya dan sudah ada pula obat untuk menangkalnya, yaitu antibiotik.
Lalu, ada hal yang bisa dilakukan masyarakat agar wabah bubonik atau penyakit pes ini tidak punya potensi menjadi pandemi baru.
Caranya, dengan tidak berkontak langsung tanpa pelindung dengan hewan pengerat liar, tidak mengonsumsi hewan pengerat (baik matang maupun mentah), dan menjaga kebersihan lingkungan agar tak banyak tikus di lingkungan tempat tinggal.
Semoga saja tidak ada lagi pandemi susulan yang disebabkan oleh penyakit lain, termasuk wabah bubonik atau penyakit pes di Mongolia.
Apabila Anda butuh informasi soal wabah bubonik atau penyakit lainnya, fitur LiveChat di aplikasi KlikDokter. Jangan ragu untuk konsultasi kesehatan, ya!
(OVI/AYU)