Seperti kita ketahui bersama, biasanya yang maju sebagai juru runding dalam proses negosiasi politik adalah seseorang yang berprofesi diplomat ataupun politisi. Namun siapa menyangka, dibalik suksesnya tercipta kedamaian pasca Tragedi Poso, Ambon dan Aceh terdapat seorang berprofesi dokter yang maju sebagai juru runding dalam proses perundingannya.
Dari Meja Bedah ke Meja Perundingan
Bukti sukses fenomenalnya dalam melangsungkan proses Perjanjian damai Malino 1 untuk perdamaian di Poso, Sulawesi Tengah, Malino 2 dalam perdamaian di Ambon, Maluku, serta MoU Helsinki untuk perdamaian di Nangroe Aceh Darussalam dengan Republik Indonesia yang telah berkecamuk selama 30 tahun terakhir, telah memerjelas bakat multi dimensinya dalam melihat suatu persoalan.
Beliau berpendapat, sebagai seorang dokter, dirinya tidak dapat mengetahui penyakit pasien hanya dari membaca laporan diagnosa atau sekedar mendengar keluhannya. Dokter harus melihat langsung dan memeriksa kondisi si pasien.
Diperlukan pendekatan emosi dan pertukaran perasaan yang mengundang simpati. Dengan demikian akan memudahkan dirinya untuk memberikan saran dan nasehat arahan guna sukses pencapaian kesembuhan sang pasien.
“Diibaratkan ketika kita suka dengan seorang perempuan, untuk mendapatkan perhatiannya kita harus mencari tahu apa-apa yang menjadi perhatiannya selama ini, akan semakin mudah untuk kita mencuri hatinya jika kita sudah berhasil mencuri perhatiannya,” demikian analogi beliau ketika membagi tips dengan Klikdokter.com.
Serta merta analogi tersebut teraplikasikan pula dalam proses pendekatan kepada pihak-pihak yang berkonflik. Beliau menyebutnya dengan perumpamaan, Merayu Seperti Pacaran, Mendengar Seperti Dokter.
Hal ihwal beliau dipercaya menjadi pemegang peran kunci pada ketiga proses perdamaian tersebut ialah bermula pada kepercayaan seorang M. Jusuf Kalla, Wakil Presiden RI yang sudah mengenal kualitas seorang dr. Farid dari masa muda di Makassar silam.
“Jadi tugasnya (Farid), kalau dari sudut saya sebagai bekas pengusaha adalah menawarkan, menjual, dan melaksanakan legiatan purnajual. Kalau dari sisi dr. Farid sebagaimana dokter bedah, mulai dengan memeriksa, mengambil tindakan, dan recovery. Tugas itu selalu dilaksanakan dengan tulus, bertanggung jawab, dan dengan gembira. Karena itu selalu saja dia dapat menemukan jalan yang kita tidak lihat.”
Mengutip opini M. Jusuf Kalla dalam melihat kepribadian seorang Farid Husain terkait sukses penyelesaian konflik demi konflik di Indonesia dalam buku To See The Unseen (2005);
Teman Bagi Semua Orang
Didukung pula karakter beliau yang mengedepankan yang sangat kekeluargaan. Kerap kali pria kelahiran 59 tahun silam ini menyapa lawan bicaranya dengan sapaan hangat diakhiran kalimat penyampaiannya, seperti kawan, teman, dan lainnya tanpa pandang bulu.
Bahkan beliau sendiri menanamkan azas pertemanan tersebut kepada anak-anaknya. Tak pelak lagi, seluruh anggota keluarganya memiliki sapaan masing-masing khas daerah Bugis. Kepada putra sulungnya, Fahriansyah, beliau memanggilnya dengan sebutan Langgo. Putra keduanya, Fahrulsyah, dipanggil Cappo. Putra bungsunya dipanggil Silaong. Dan kepada putri bungsunya, Faradillah, dipanggil Nona. Jika digabungkan, kesemuanya menjadi idiom kesukaanya, Lacasino. Sementara sebaliknya, beliau ditengah keluarganya memiliki sapaan ‘Bos Ai’.
Ketika ditanya hal apa yang menjadi kunci sukses hingga membawanya kepada keadaan saat ini, beliau bertutur; “Cuma satu kawan, takut tuhan!”[](DA)
Dr. Farid Wagidi Husain, Sp.B, (KBD)
dr. Farid Wagidi Husain, Sp.B, (KBD)
Tempat/tanggal lahir :
Soppeng, 9 Maret 1950
Keluarga :
Istri :
Ratna Soedarman
Anak-anak :
dr. Fahriansyah Farid
dr. Fahrulsyah Farid
Fadliansyah Farid
Faradillah Farid
PENDIDIKAN FORMAL
1978
Lulus Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
1981
Lulus Pendidikan Kedokteran Spesialis Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
1984
Lulus Pendidikan Kedokteran Spesialis Bedah Digestif Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
RIWAYAT ORGANISASI
1998-2002
Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis di Universitas Hasanuddin
1995-2001
Direktur Utama Rumah Sakit Islam Faisal Makassar
1996-2001
Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia wilayah Sulawesi Selatan
1995-2001
Ketua Ikatan Dokter Indonesia wilayah Sulawesi Selatan
2002-2005
Deputi Bidang Kesehatan
Departemen Kesehatan RI
2005-sekarang
Direktur Jenderal
Bina Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan RI
PRESTASI
1980
Juara III Nasional Lomba Karya Ilmiah Bedah Ortopedi (1980)
1986
Dosen Teladan Universitas Hasanuddin
1996
Penghargaan Adi Satya Dokter IDI
2002
Parama Karya Dharma Husada Departemen Kesehatan RI