Sebagai negara penghasil kelapa terbesar di dunia, menemukan makanan berbahan dasar santan tidaklah sulit di Indonesia. Sebut saja, rendang, sayur lodeh, gulai, hingga cendol. Namun sayang, santan kelapa adalah produk yang mudah rusak dan basi saat disimpan atau dikemas dengan cara yang salah. Akan tetapi, dengan teknologi UHT saat pengemasan, kualitas santan kelapa dapat terjaga.
Itu adalah salah satu hal yang dibahas dalam acara bertema “Edukasi Kebaikan Santan Kemasan untuk Jawab Gaya Hidup Konsumen” yang digelar Tetra Pak, di Jakarta, Kamis (14/11).
“Proses untuk mendapatkan santan secara tradisional di pasar umumnya bisa didapat dengan memarut, baik secara manual atau mesin. Nanti biasanya akan dimasukkan ke kantong-kantong plastik,” kata Panji Cakrasantana, Marketing Manager Tetra Pak Indonesia, yang hadir sebagai salah satu narasumber.
Panji menambahkan, prosesnya memang cepat, hanya saja ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Salah satunya adalah aspek higienitas atau kebersihan, yakni apakah penjual mencuci tangan sebelum memarut kelapa.
“Selain soal higienitas, Anda juga perlu memperhatikan proses penyimpanannya. Santan adalah bahan makanan yang cepat basi. Kalau dimasukkan ke dalam plastik atau ke dalam kulkas, 1-3 hari itu biasanya sudah basi,” kata Panji lagi.
Proses dengan UHT
Hal tersebut dapat dihindari melalui teknologi UHT atau ultra high temperature. Pada teknologi UHT, santan dipanaskan pada 140 derajat celsius dalam waktu 8-15 detik.
Menurut Dr.-Ing. Azis Boing Sitanggang, STP, MSc, yang hadir sebagai narasumber, dalam suhu dan pemanasan 8-15 detik tersebut, kondisi sterilisasi telah tercapai.
“Yakni, mikroba target berupa clostridium botulinum dan mikroorganisme patogen maupun pembusuk yang ada dalam produk tersebut telah dimusnahkan,” kata dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dari IPB itu.
Pada dasarnya, dijelaskan Dr. Azis, bahan makan menjadi bau atau basi karena telah terjadi reaksi biokimia dan karena adanya paparan mikroorganisme merugikan. Akan tetapi, lewat proses UHT sudah dijamin bahwa pembunuhan mikroorganisme itu telah dicapai dengan sempurna.
“Itu juga sebabnya, santan yang ada dalam kemasan dengan UHT tidak perlu penambahan bahan pengawet lagi. Itu karena dengan sendirinya, proses pemanasan temperatur tinggi dalam waktu singkat yang dilakukan itu sudah mampu untuk membunuh mikroorganisme. Umur simpan santan dalam kemasan pun bisa 1-2 tahun,” tutur dia.
Di sisi lain, tidak hanya higienis dari kuman dan mikroorganisme, santan kepala yang telah melewati proses UHT relatif dapat menjaga kandungan nutrisinya.
Menurut Panji dan Dr. Azis, santan kelapa itu antara lain mengandung lemak nabati 22-24%, karbohidrat, protein 4-5%, zat besi, dan juga kalsium. Nah, dengan pemanasan yang hanya berlangsung beberapa detik, nutrisi-nutrisi tersebut dapat relatif tetap terjaga.
Meski begitu, Anda juga tetap harus jeli memperhatikan kemasan santan kelapa sebelum membelinya.
“Sebelum mengonsumsi atau membeli, Anda sebaiknya memperhatikan kondisi kemasan kemasan yang baik (tidak penyok, tidak ada penggelembungan), dan disertai dengan informasi pelabelan yang sesuai dengan peraturan (misalnya, informasi kedaluwarsa, nomor registrasi produk, dan lainnya). Kalau semuanya baik dan sesuai, Anda seharusnya tidak perlu ragu,” kata Dr. Azis.
Teknologi UHT dapat melindungi kualitas, rasa, dan juga nutrisi dalam santan kelapa. Selain tanpa menggunakan bahan pengawet, santan dalam kemasan ini juga dirasa lebih praktis dan cepat. Anda pun tidak perlu khawatir lagi saat akan memasak apakah santan kelapa yang digunakan rusak atau basi.
[RPA]