Virus Zika sebenarnya sudah ada sejak hampir 70 tahun yang lalu. Pertama kali ditemukan pada monyet pada tahun 1947. Sebenarnya, penemuan virus ini berawal secara tidak sengaja. Saat peneliti sedang melakukan riset tentang yellow fever menggunakan monyet Rhesus, sekelompok monyet mengalami demam tinggi.
Dari hasil pemeriksaan ditemukan jenis virus baru di tubuh mereka. Karena monyet tersebut dibesarkan di Hutan Zika, Uganda, maka virus baru itu dinamakan Zika. Satu tahun setelah penemuan tersebut, peneliti menemukan virus tersebut di dalam tubuh nyamuk Aedes africanus di hutan yang sama.
Artikel lainnya: Evolusi Terbaru Virus Demam Berdarah
Tahun 1954, Zika pertama kali ditemukan pada manusia. Saat itu terdapat seorang pria di Nigeria mengalami demam tinggi dan ditemukan virus Zika dari darahnya. Tahun 1964, peneliti di Uganda terinfeksi Zika. Ia melaporkan bahwa Zika memberikan gejala yang ringan, sehingga tidak perlu dikhawatirkan. Hingga tahun 80-an, virus Zika ditemukan secara acak pada tubuh nyamuk Aedes aegypti di India, Indonesia, Malaysia, dan Pakistan. Sejak penemuan pertamanya hingga tahun 2007, kejadian infeksi Zika pada manusia sangat jarang dan tidak menimbulkan komplikasi serius.
Wabah infeksi Zika pertama terjadi pada tahun 2007 di Pulau Yap, Mikronesia. Saat itu lebih dari separuh penduduk pulau itu menderita gejala demam, mata merah, dan nyeri sendi. Awalnya dokter menduga orang-orang tersebut mengalami infeksi dengue atau chikungunya, namun pemeriksaan darah untuk kedua penyakit tersebut memberikan hasil yang negatif. Selanjutnya darah pasien tersebut dikirim ke laboratorium di Colorado, dan ditemukan virus Zika. Bagaimana virus Zika dari Uganda bisa sampai ke Pulau Yap yang terpencil itu masih menjadi ‘misteri’ hingga saat ini.
Artikel lainnya: 5 Ciri Nyamuk Aedes Aegypti yang Bisa Sebabkan DBD
Enam tahun kemudian, wabah Zika mulai muncul di pulau-pulau di Samudera Pasifik, salah satunya di Polinesia Prancis. Seiring dengan meningkatnya jumlah kejadian infeksi Zika di sana, jumlah kejadian lumpuh akibat sindrom Guillain-Barré juga meningkat. Fenomena ini menimbulkan dugaan bahwa infeksi Zika menyebabkan sindrom Guillain-Barré.
Pada bulan Februari 2015, sebanyak 7.000 orang di Brasil mengalami ruam di kulit dan demam ringan akibat infeksi Zika. Delapan bulan setelah wabah tersebut, peneliti menemukan bahwa banyak bayi baru lahir mengalami mikrosefalia (ukuran kepala lebih kecil dari yang seharusnya). Mulai muncul dugaan bahwa infeksi Zika dapat menyebabkan mikrosefalia. Pemerintah Brasil kemudian mengeluarkan rekomendasi untuk wanita usia produktif di Brasil, agar tidak hamil selama sementara waktu sampai wabah Zika dapat diatasi.
Sejak wabah di Brasil, infeksi Zika menyebar ke berbagai negara di Amerika, Australia, hingga Asia, salah satunya Singapura. Pada tahun ini juga, New England Journal of Medicine memastikan bahwa infeksi Zika dapat menyebabkan sindrom Guillain-Barré pada penderitanya dan mikrosefali pada bayi yang lahir (dari ibu hamil yang terinfeksi Zika).
Artikel lainnya: Kenali Perbedaan DBD dan Chikungunya
Virus Zika yang awalnya ditemukan puluhan tahun lalu di Uganda, saat ini menjadi wabah di berbagai negara di dunia. Meski wabah tersebut hingga saat ini belum sampai ke Indonesia, Anda tetap perlu waspada karena penularan Zika yang sangat cepat dan luas.
(RS/RH)