Diabetes insipidus merupakan kondisi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh yang menyebabkan penderitanya selalu merasa haus dan sering buang air kecil.
Pengidap diabetes insipidus bisa pipis hingga 20 liter dalam sehari. Sebagai perbandingan, orang dewasa normal buang air kecil sekitar 1-2 liter sehari, dengan intensitas pipis sebanyak 4-7 kali.
Untuk mendiagnosis jenis kelainan tersebut, terdapat sejumlah prosedur yang direkomendasikan. Metode diagnosis diabetes insipidus di antaranya:
1. Water Deprivation Test
Diabetes insipidus dapat didiagnosis menggunakan water deprivation test. Dijelaskan oleh dr. Sepriani Timurtini Limbong, secara sederhana prosedur ini dilakukan dengan meminta pasien suspek diabetes insipidus agar tidak minum selama beberapa jam.
Selama prosedur berlangsung, perubahan berat badan, maupun jumlah dan konsentrasi urine pasien akan diobservasi oleh dokter.
“Kalau pasien tetap buang air kecil dalam jumlah banyak, kemungkinan diagnosisnya diabetes insipidus,” katanya.
Selain itu, dr. Sepriani menambahkan, water deprivation test juga bisa dibarengi dengan pemeriksaan darah. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kadar antidiuretic hormone (ADH) pasien.
Artikel Lainnya: Penyebab Prediabetes dan Diabetes Tipe 2 Sering Tidak Terdiagnosis
“Karena pasien diabetes insipidus biasanya punya hormon ADH yang rendah,” papar wanita yang akrab disapa dr. Sepri tersebut.
Hormon antidiuretik merupakan hormon yang bertugas mengembalikan cairan yang sudah disaring oleh ginjal ke dalam aliran darah.
Seperti diketahui, ginjal menyaring cairan darah, lantas membuang produk limbah yang tidak dibutuhkan tubuh melalui urine.
Sebagian besar cairan yang sudah disaring dan tetap diperlukan, akan dikembalikan ADH ke aliran darah. Hal tersebut dilakukan guna menyeimbangkan kadar cairan di dalam tubuh.
Penderita diabetes insipidus memiliki kadar antidiuretic hormone yang rendah. Sebab, hipotalamus dan kelenjar pituitari di dalam otak penderita diabetes insipidus mengalami kerusakan.
Hipotalamus merupakan bagian otak yang memproduksi hormon antidiuretik. Hormon ini disimpan di kelenjar pituitari, yaitu kelenjar kecil yang ditemukan di dasar otak.
Ketika hipotalamus maupun kelenjar pituitari rusak, hal ini memengaruhi produksi, penyimpanan, dan pelepasan kadar ADH.
2. Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI)
Pencitraan resonansi magnetik alias magnetic resonance imaging (MRI) merupakan prosedur pemeriksaan medis menggunakan magnet, gelombang radio, dan komputer.
Tingkat akurasi tes MRI dalam mendeteksi penyakit sangatlah tinggi. Hal ini karena MRI dapat menampilkan gambar rinci struktur tubuh, termasuk jaringan otak.
MRI dapat mendeteksi kelainan di kelenjar pituitari maupun area sekitarnya. Oleh karena itu, dokter menggunakan tes non-invasif tersebut sebagai prosedur pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis diabetes insipidus.
Artikel Lainnya: Tips Memilih Glukometer atau Alat Cek Gula Darah
3. Skrining Genetik
Pemeriksaan diabetes insipidus juga bisa dilakukan melalui skrining genetik. Utamanya, pada pasien yang memiliki riwayat keluarga dengan kondisi sering buang air kecil berlebih.
Skrining genetik dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan kromosom atau genetik yang diturunkan dari ibu dan ayah ke anaknya.
Pasalnya, diabetes insipidus dapat diwariskan secara genetik. Biasanya kondisi ini terjadi pada penderita diabetes insipidus nefrogenik.
Diabetes insipidus nefrogenik merupakan kondisi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh akibat cacat ginjal.
Itu dia sederet prosedur diagnosis diabetes insipidus. Jika Anda mengalami gejala diabetes insipidus berupa rasa haus ekstrem diiringi dengan peningkatan frekuensi buang air kecil, jangan ragu untuk segera berkonsultasi dengan dokter.
Ingin tanya lebih lanjut seputar prosedur medis lainnya? konsultasi ke dokter via LiveChat.
(OVI/AYU)
Referensi:
- Wawancara dr. Sepriani Timurtini.
- Mayo Clinic. Diakses 2022. Diabetes Insipidus.
- Healthline. Diakses 2022. Head MRI.