Mungkin sebagian dari Anda telah mengetahui penyakit bulimia. Kondisi tersebut merupakan gangguan makan yang terjadi saat seseorang memaksakan diri untuk memuntahkan lagi makanannya.
Lalu, bagaimana dengan diabulimia, pernahkah Anda mendengar istilah yang satu itu? Baik bulimia maupun diabulimia, yang jelas keduanya tidak boleh diremehkan.
Apa Itu Diabulimia?
Diabulimia merupakan kelainan pola makan serius yang dialami oleh penderita diabetes tipe 1.
Hal ini terjadi ketika penderita diabetes tipe 1 mengurangi atau bahkan berhenti mengonsumsi obat insulin agar berat badannya berkurang.
Perlu digarisbawahi, penderita diabetes 2 tidak bisa mengalami hal ini. Ketika terdiagnosis diabetes tipe 1, biasanya tubuh seseorang dalam keadaan sangat kurus.
Penggunaan obat insulin bisa membantu menaikkan kembali berat badan yang hilang. Sama seperti gangguan makan lainnya, diabulimia bisa menjadi topik sensitif yang cukup sulit dibicarakan.
Bahkan, karena tidak dipahami secara luas, beberapa tenaga profesional tidak melihat tanda-tanda diabulimia dan belum tahu bagaimana cara menanganinya.
Artikel Lainnya: Melihat Tren Mukbang dari Kacamata Medis
Diabulimia terjadi akibat kombinasi masalah fisik, sosial, dan mental. Dilansir dari Diabetes UK, diperkirakan sebanyak 4 dari 10 wanita berusia 15-30 tahun mengonsumsi insulin dalam jumlah yang lebih sedikit untuk menurunkan berat badan.
Sedangkan pada pria, kondisi tersebut terjadi 1 banding 10 orang. Penelitian menunjukkan, pria dengan diabetes rupanya lebih mengkhawatirkan berat badannya daripada pria yang tidak punya masalah gula darah.
Ada sederet gejala yang bisa diperhatikan ketika penderita diabetes 1 mengalami diabulimia, yaitu:
- Selalu merasa lelah dan sangat haus.
- Berbicara banyak tentang penampilan fisik dan citra tubuh.
- Perubahan suasana hati yang cepat.
- Selalu merahasiakan kadar gula darah, insulin, dan kebiasaan makannya.
- Sering membatalkan janji dengan dokter.
- Selalu ingin makan makanan manis.
- Jika masih remaja, pubertas tertunda.
Artikel Lainnya: Menu dan Pola Makan untuk Meringankan Gejala Diabetes
Bagaimana Bahaya dari Diabulimia?
Menurut dr. Arina Heidyana, diabulimia lebih berbahaya daripada gangguan makan yang lain.
“Kenapa? Karena penderita diabetes tipe 1 ini sengaja melewatkan pengobatan insulinnya untuk menurunkan berat badan. Melewatkan pengobatan seperti itu berisiko membuat gula darah tinggi dan mengalami berbagai komplikasi diabetes. Tak menutup kemungkinan, pasien meninggal karena kebiasaan ini,” kata dr. Arina.
Angka kematian dari gangguan makan adalah yang tertinggi dari semua penyakit mental.
Orang yang mengurangi insulin demi menurunkan berat badan meninggal 10 tahun lebih cepat daripada mereka yang tidak melakukan hal itu.
Tanpa insulin, kadar gula darah meningkat cepat atau terjadi hiperglikemia. Penderitanya akan mulai sering ke toilet karena setiap kalori yang dikonsumsi akan langsung keluar dari tubuh lewat urine.
Artikel Lainnya: Gangguan Makan Bisa Pengaruhi Kesuburan, Benarkah?
Kondisi tersebut membuat Anda tidak mendapatkan energi dari makanan dan tubuh akhirnya memecah lemak sendiri. Alhasil, penurunan berat badan terjadi secara signifikan.
Saat tubuh tidak mendapatkan insulin yang cukup, kadar gula darah tidak akan turun. Hal itu sangat berbahaya dan menyebabkan ketoasidosis diabetik.
Ciri khas dari ketoasidosis diabetik adalah napas berbau buah-buahan atau aseton. Zat keton yang bersifat asam diproduksi terlalu banyak ketika tubuh memecah lemak sendiri.
Otomatis, tubuh pun menjadi lebih asam dan menimbulkan beberapa komplikasi diabetes, seperti:
- Kehilangan penglihatan.
- Organ ginjal dan liver rusak.
- Saraf di kaki rusak.
- Rendahnya kadar sodium dan potasium.
- Stroke.
- Koma.
- Kematian.
Artikel Lainnya: Bulimia dan Anoreksia, Samakah?
Bagaimana Pengobatan Diabetes Diabulimia?
Untuk mengatasi gangguan makan satu ini, dr. Arina menyatakan bahwa pasien membutuhkan pertolongan dari:
- Dokter spesialis penyakit dalam, bidang subspesialis endokrin.
- Dokter spesialis gizi.
- Dan psikolog atau psikiater.
“Dokter subspesialis endokrin bisa mengevaluasi komplikasi yang mungkin timbul dan memberikan pengobatan untuk gula darahnya. Dokter gizi bisa membantu pasien dalam menentukan pola makan yang sehat dan tepat sesuai kondisinya,” terang dr. Arina.
Lalu, psikolog atau psikiater bisa memberikan terapi perilaku kognitif untuk mengubah pola pikir citra tubuh dan kesehatan pasien. Jika pola pikir yang tepat sudah terbentuk, pola perilakunya juga pasti akan berubah.
Keluarga dan sahabat juga perlu mendukung pasien diabetes diabulimia. Dengan begitu, pasien akan merasa aman, tidak sendirian, dan tetap semangat untuk melanjutkan pengobatannya.
Penjelasan tentang diabulimia di atas semoga bisa membantu Anda dalam mencegah terjadinya gangguan makan yang berbahaya ini.
Bila masih ada pertanyaan seputar diabetes, konsultasikan kepada dokter kami lewat fitur LiveChat di aplikasi Klikdokter.
(OVI/AYU)