Beberapa orang berharap sikap pasangannya bisa berubah menjadi lebih baik setelah menikah. Misalnya, yang sewaktu pacaran pasangan punya sikap cuek, setelah menikah diharapkan jadi perhatian dan romantis.
Akan tetapi, bisakah sebuah pernikahan mengubah sifat seseorang? Dan apakah perubahan sikap itu perlu dilakukan?
Apakah Sifat Seseorang Bisa Berubah Setelah Menikah?
Menurut Gracia Ivonika, M.Psi., Psikolog, berubah atau tidaknya sifat seseorang bisa dilihat apakah Anda sudah mengenal pasangan dengan baik atau belum.
"Bisa jadi si pasangan belum mengenal dengan baik satu sama lain. Karena ketika menikah berbeda banget, bertemu 24 jam, mengurus semua hal bersama, dan sama-sama menghadapi masalah baru. Jadi, banyak penyesuaian setelah menikah," ungkap psikolog Gracia.
"Lalu dengan adanya berbagai situasi, dinamika kehidupan, stresor, itu bisa memengaruhi psikologis pasangan. Misalnya, dalam pernikahan banyak tantangan dan pasangan belum mengantisipasi, sehingga itu menjadi tekanan psikologis tersendiri. Akhirnya, ada perubahan kestabilan emosi," tambahnya
Jadi, menikah bukan penyebab perubahan sifat seseorang. Bisa saja seseorang belum sepenuhnya mengenal karakter pasangan atau ada pemicu lain dari luar yang menyebabkan respons yang belum pernah terlihat sebelumnya. Alhasil, ketika pasangan memunculkan sikap-sikap baru yang berum pernah tampak dianggap sebagai perubahan sifat.
Artikel Lainnya: Tanda-Tanda si Dia Sudah Bosan dengan Anda
Mau Mengubah Sifat Pasangan? Harus Mulai dari Diri Sendiri
Tak jarang, rasanya kita ingin mengubah pribadi pasangan apabila ia memiliki sifat yang buruk dan cukup mengganggu. Namun, menurut psikolog Gracia, mengubah sifat pasangan adalah hal yang mustahil dilakukan. Jika ingin pasangannya berubah, Anda harus memulainya dari diri sendiri terlebih dulu.
"Kita tidak pernah bisa mengontrol orang lain, tapi kita bisa mengontrol diri sendiri. Kalau ekspektasi kita adalah membuat dia berubah, itu tidak bisa. Sebab, keputusan berubah atau tidak itu kembali ke pribadi masing-masing," kata psikolog Gracia.
Untuk membantu pasangan mengetahui sikap atau sifat mana yang mesti diperbaiki, Anda boleh memberinya saran.
"Final decision-nya tetap ada di pasangan kita. Kalau ekspektasinya kita mengubah dia, itu malah jadinya akan stresor baru. Seakan-akan Anda bertanggung jawab akan hal itu, padahal tidak," sambungnya.
Selanjutnya, bila ingin ada perubahan sikap di hubungan pernikahan, kunci utamanya adalah berkomunikasi dan berkompromi dengan pasangan. Psikolog Gracia menyarankan diskusi dua arah, saling terbuka, dan mau mendengarkan.
"Pasangan memerlukan komunikasi yang dalam, tapi memang kondisinya bisa berbeda-beda. Komunikasi bisa dilakukan pada saat pillow talk (sebelum tidur) atau membuat jadwal untuk evaluasi," tegas Gracia.
Psikolog Gracia juga menganjurkan kita menggunakan kata-kata "menurut aku" di setiap kalimat saran. Cara atau perspektif ini dapat dilakukan agar pasangan tak merasa terhakimi dengan saran-saran yang Anda berikan.
Artikel Lainnya: Bisakah Pria Berwatak Kasar Berubah Baik?
Apakah Terima Saja Sifat Pasangan?
Menerima sifat buruk pasangan begitu saja juga bukan sesuatu yang baik. Semua perasaan tidak sreg harus dikomunikasikan dengan pasangan.
"Misalnya, kalau Anda harus dimarahi terus atau pendapat tidak didengar oleh pasangan, itu bukan hal yang baik. Itu malah memendam namanya," tegas Gracia. Kalau memang tidak suka dengan sifat pasangan, sebaiknya dibicarakan dengan jelas.
Artikel Lainnya: https://www.klikdokter.com/psikologi/relationship/ini-tanda-tanda-untuk-memutuskan-kapan-harus-bercerai
Psikolog Gracia menyarankan kita untuk mengomunikasikan rasa tidak suka terhadap sifat buruk pasangan. Namun, saat ingin membicarakannya, Anda harus memerhatikan hal-hal ini:
- Bicarakan jika situasi serta kondisi sudah tenang.
- Anda harus punya kesabaran yang tinggi, karena berbicara mengenai sifat seseorang tidaklah mudah.
- Jangan paksa berdiskusi ketika situasi sedang tidak kondusif.
- Fokus menyampaikan apa yang Anda rasakan, hindari kritik, judge, atau sikap menyalahkan.
- Masing-masing bisa menempatkan diri menjadi pendengar dan terbuka. Ketika memberi saran, gunakan kata, seperti "saya merasa" atau “menurut aku”. Jadi pasangan tidak merasa dipojokkan dengan kalimat yang Anda sampaikan.
"Ketika pasangan berhasil berkompromi, itu perlu diapresiasi. Ingat, ini bukan proses yang satu kali, tapi memang perlu dilakukan secara sering. Caranya dan seberapa sering harus dilakukan, tergantung pasangan masing-masing," tutup psikolog Gracia.
Cari tahu tips mengenai hubungan asmara lainnya dengan membaca artikel di aplikasi Klikdokter. Anda juga bisa konsultasi dengan psikolog melalui fitur Live Chat
(OVI/JKT)