Dwi Hartanto, mahasiswa doktoral asal Indonesia yang tengah kuliah di Delft University of Technology, Belanda, membongkar kebohongannya terkait berbagai prestasi gemilang di bidang teknologi kedirgantaraan yang pernah ia klaim. KBRI Belanda bahkan secara resmi mencabut gelar penghargaan yang diberikan kepada Dwi.
Namun, bercermin pada kasus tersebut, apakah menciptakan kebohongan demi prestasi merupakan gangguan psikologis? Menurut sebuah penelitian mengenai kebohongan yang dimuat di National Center for Biotechnology Information (NCBI), perilaku berbohong dibagi menjadi tiga tipe:
- Outright lies. Dalam tipe ini, penderita menampilkan kebohongan yang mengandung kesalahan informasi yang jauh berbeda dari informasi sebenarnya atau kontradiksi dengan kenyataan sesungguhnya.
- Exaggeration. Penderita melebihkan fakta yang sesungguhnya, atau informasi yang dikemukakan melebihi kenyataan.
- Subtle lying. Sedangkan dalam tipe ini, penderita mengatakan kebenaran, tapi bertujuan untuk menyesatkan.
Selain itu, perilaku seseorang yang sungguh-sungguh menciptakan kebohongan dan terbiasa untuk melakukannya bisa menjadi pertanda adanya penyakit mythomania. Mythomania merupakan gangguan kejiwaan yang ditandai dengan sifat suka berbohong.
Penderita mythomania mempunyai keinginan untuk mendapatkan perhatian dari orang lain, namun karena keinginannya ini sangat kuat, penderita akan menceritakan suatu kebohongan agar dapat dipercaya oleh orang lain. Seseorang yang menderita mythomania tidak dapat mengendalikan kondisi yang dia alami.
Kelainan myhomania diduga karena ada kelainan pada otak bagian prefrontal yang berperan dalam mengambil keputusan dan tingkah laku. Selain itu, riwayat tidak bahagia dan kegagalan dalam hidup bisa menjadi salah satu faktor pemicu. Rata-rata, penderitanya berusia di atas 16 tahun dengan tingkat kepintaran di atas rata-rata.
Untuk membantu penyembuhan, penderita mythomania dapat mendatangi psikolog atau psikiater agar dapat menjalani psikoterapi. Penderita juga akan diberikan pengarahan untuk menyadarkan diri sendiri bahwa kebohongan yang terus-menerus akan membuat masalah baru yang bertambah besar.
Bercermin dari kasus Dwi Hartanto, dapat dikatakan bahwa seseorang yang mempunyai kebiasaan menciptakan kebohongan terkait prestasi gemilang dapat dicurigai memiliki gangguan psikologis. Jika menemukan orang terdekat Anda mengidap gejala suka bohong, Anda dapat mengajaknya berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater.
[BA/ RVS]