Kini, perceraian bukan hal yang tabu untuk dilakukan. Kondisi itu kerap dijadikan solusi saat hubungan suami istri bermasalah atau ingin mencari kebahagiaan masing-masing. Namun, tingginya kasus perceraian membuat sebagian orang yang belum menikah atau masih dalam pernikahan berpikir, apakah benar perceraian merupakan solusi terbaik dari sebuah masalah?
Mengapa sekarang perceraian mudah terjadi?
Sebelum menjawab pertanyaan itu, ketahui juga bahwa gugatan cerai paling banyak dilayangkan pihak wanita. Kepada KlikDokter, dr. Salma Oktaria, Sp.KK mengatakan pola gugat cerai yang terjadi bisa dipicu oleh keberhasilan pendidikan tentang emansipasi. Wanita telah mengetahui hak dan kewajiban sebagai istri.
“Dulu, istri takut melayangkan gugatan cerai karena merasa tak bisa hidup dan berjuang sendirian. Namun sekarang, wanita sudah lebih mandiri dan tidak bergantung dengan suami. Kata cerai pun lebih mudah dikeluarkan apabila ada perselisihan,” kata dr. Salma.
Ketimpangan di dalam pernikahan, bosan terjebak di masalah yang itu-itu saja, dan adanya kekerasan juga mendorong pasangan untuk mempertimbangkan perceraian. Bahkan, tak cuma itu, kehadiran wanita idaman lain ataupun pria idaman lain dalam kehidupan rumah tangga dapat pula menumbuhkan niatan cerai.
Pentingnya membicarakan komitmen sebelum menikah
Lalu, benarkah alasan-alasan di atas bisa jadi pembenaran terjadinya perceraian yang dilakukan oleh pasangan suami istri? Ternyata, begini tanggapan Ikhsan Bella Persada, M.Psi, Psikolog dari KlikDokter mengenai masalah tersebut.
“Perceraian tidak bisa dibilang sebagai langkah yang baik meskipun ada perbedaan visi misi ataupun perselingkuhan. Namun, ada kalanya memang orang merasa cukup dengan kondisi buruk yang menimpa dirinya sehingga keputusan itulah yang diambil. Selalu jadikan perceraian sebagai langkah terakhir,” kata Ikhsan.
“Hubungan suami-istri bermasalah akibat perbedaan visi misi itu sebenarnya berawal dari kurangnya komunikasi dan saling memahami. Kalau sedari awal sudah ada komitmen bahwa segala perbedaan bukanlah alasan untuk saling meninggalkan, maka kata cerai tak akan pernah terpikirkan,” Ikhsan menambahkan.
Penting bagi pasangan yang hendak menikah untuk memahami komitmen di awal. Bukannya membahas soal yang indah-indah saja, tetapi bicarakanlah apa yang sebaiknya tidak pernah dilanggar dan apa yang masih bisa ditoleransi. Capaian bersama itu mesti dikomunikasikan sebelum menikah.
Jika semuanya serba mengalir dan dadakan, jangan heran Anda dan pasangan akan kaget dan kelimpungan di tengah jalan. Prediksi itu penting sehingga ketika masalah terjadi, Anda sudah punya solusinya. Dan solusi yang dikeluarkan pasti bukan perceraian jika sudah pernah dikomunikasikan sebelumnya.
“Pasangan suami-istri itu harus memahami, berseteru itu hal yang sangat wajar. Tak ada pernikahan yang adem ayem saja. Jadikanlah perseteruan itu bumbu-bumbu, bukan alasan untuk berpisah, kecuali sudah sampai ada kekerasan, ya,” pungkasnya.
Coba perbaiki dulu sebelum memilih untuk meninggalkan
Sebagian orang, ada yang tetap mempertahankan rumah tangganya meski disertai kekerasan fisik maupun verbal. Itu karena salah satu pihak tetap menanti perubahan positif dari pasangannya. Ikhsan mengatakan pasangan yang gemar melakukan kekerasan fisik maupun verbal juga dapat diberikan terapi agar perilaku buruk itu mereda.
Setelah terapi dilakukan, tetapi perilakunya tak kunjung membaik, maka perceraian bisa dijadikan solusi terakhir. Begitu pula dengan kasus perselingkuhan. Setiap orang berhak mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya. Lagipula, perselingkuhan umumnya terjadi akibat kurang dekat dan kurang komunikasi dengan pasangan.
Apabila segala usaha untuk memperbaiki keintiman sudah dilakukan, tetapi si pasangan masih hobi selingkuh, barulah langkah bercerai bisa Anda ambil. Anggaplah hubungan pernikahan Anda sebagai benda yang paling Anda sayangi. Ketika barang tersebut jatuh kemudian rusak, berusaha dulu untuk memperbaikinya, entah itu direkatkan, dirakit, diikat lagi, dan lain-lain.
Intinya, jangan langsung membuangnya, apa lagi langsung membeli yang baru. Itu adalah bentuk penghargaan terhadap apa yang telah diberikan oleh orang tua kepada Anda selaku anak.
Begitu pula dengan pernikahan. Coba untuk perbaiki dulu segala kerusakan dalam hubungan. Jika sudah diperbaiki tetap runtuh, barulah langkah perceraian bisa diambil. Ingatlah bahwa suami istri disatukan dalam ikatan suci. Mencoba memperbaiki masalah merupakan bentuk penghargaan Anda terhadap pemberian Tuhan.
Saat hubungan suami-istri bermasalah, hal itu tak melulu harus diatasi dengan perceraian. Buatlah komitmen sebelum menikah, kuatkan komunikasi saat sudah menikah. Cobalah beri kesempatan atau perbaiki aspek yang rusak dalam rumah tangga. Jika sudah diperbaiki, barulah perceraian bisa Anda layangkan.
(AYU/RPA)