Di masyarakat dengan adat ketimuran yang kental, tak jarang wanita lajang yang sudah berusia “matang” diberondong dengan pertanyaan kapan menikah. Hal yang sama mungkin pernah dialami Syahrini yang baru saja melepas masa lajang di usia 36 tahun. Beragam stigma sosial terkadang dilekatkan pada wanita lajang yang sudah kepala tiga, seperti pemilih dan terlalu fokus pada karier. Namun, dari segi kesehatan, apakah dampak wanita menikah di atas usia 35 tahun?
Rentan bercerai
Menurut analisis data yang dilakukan the National Survey of Family Growth di Amerika Serikat, menikah di atas usia 35 tahun justru lebih rentan alami perceraian dibandingkan yang menikah di usia akhir 20.
Menurut studi ini, usia yang dianggap paling "ideal" untuk menikah adalah 28 - 32 tahun. Di luar rentang usia tersebut, perceraian dianggap rentan terjadi
Meski begitu, studi lain menyebutkan hal yang bertentangan. Menikah di usia "matang" justru menurunkan risiko perceraian karena kedua pasangan sudah sama-sama stabil dari sisi finansial dan memiliki tujuan hidup yang jelas.
Selain itu, keduanya sudah menjalani berbagai lika-liku hubungan sehingga sudah tahu apa yang diri dan pasangan mau.
“Jam biologis” wanita terus berjalan
Meski banyak orang berpendapat bahwa usia hanyalah angka, jam biologis wanita akan terus "berdetak" seiring pertambahan usia. Masa reproduksi wanita dimulai sejak menstruasi pertama, sekitar usia 10-12 tahun dan berlangsung terus hingga menopause.
Seiring dengan bertambahnya usia, jumlah sel telur serta kualitas sel telur pun akan menurun. Penurunan tingkat kesuburan di atas usia 35 tahun akan berlangsung cepat.
Hal ini dapat membuat wanita lebih sulit untuk hamil di atas usia 35 tahun. Selain itu, hamil di atas usia 35 tahun juga rentan membuat seorang wanita mengalami keguguran.
Menurut the American Society for Reproductive Medicine, wanita di bawah usia 30 tahun memiliki kesempatan untuk hamil secara alami setiap siklus haid (setiap bulan) sebanyak 25 persen. Dan, kesempatan untuk hamil secara alami setiap siklus haid setelah usia 30 tahun akan menurun, yaitu 20 persen. Sementara itu, peluang hamil di usia 40 tahun akan semakin menurun, yaitu hanya 5 persen.
Sementara itu, jika kehamilan dibantu teknologi inseminasi buatan, kemungkinan untuk hamil di bawah usia 30 tahun adalah 73 persen. Peluangnya semakin kecil hingga 54 persen setelah wanita berusia di atas 35 tahun.
Teknologi seperti inseminasi buatan dan bayi tabung tidak dapat menjamin 100 persen Anda akan hamil. Seiring bertambahnya usia wanita, kemungkinan seorang wanita untuk hamil (meski dibantu dengan inseminasi atau bayi tabung) juga akan menurun.
Pada teknologi bayi tabung (in vitro fertilization), kemungkinan hamil pada wanita usia 31-37 tahun adalah 31,9 persen. Adapun, peluang hamil pada wanita di bawah 35 tahun adalah 41,5 persen. Kemungkinan untuk hamil melalui metode bayi tabung juga akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia wanita.
Pada wanita usia 38-40 tahun sebanyak 22,1 persen, 41-42 tahun 12,4 persen, 5 persen pada wanita usia 43-44 tahun, dan hanya 1 persen pada wanita di atas usia 44 tahun. Itu berarti setelah usia 35 tahun, kemungkinan hamil dengan metode bayi tabung akan menurun 10 persen setiap 2 tahun.
Efek pada kesehatan di atas bisa dialami oleh wanita yang menikah di atas usia 35 tahun. Namun, setiap wanita memang berhak untuk menentukan kapan akan menikah, baik itu di usia 20, 30, maupun di atas usia 35 tahun seperti Syahrini. Yang perlu diingat juga, kehamilan adalah anugerah Tuhan. Umur berapa pun Anda menikah, selama belum menopause, peluang untuk hamil tetaplah ada.
[HNS/ RVS]