Saat ini, operasi caesar menjadi salah satu metode persalinan yang lumrah dilakukan, yang pelaksanaan harus memenuhi berbagai indikasi medis. Operasi caesar pun diketahui memiliki risikonya tersendiri. Bahkan, katanya operasi ini bisa memengaruhi produksi ASI. Benarkah ada fakta medis di baliknya?
Metode persalinan secara caesar biasanya dilakukan berdasarkan indikasi medis, baik dari sisi ibu maupun janin dalam kandungan. Indikasi operasi caesar dari sisi ibu misalnya kondisi panggul yang sempit, hipertensi dalam kehamilan, usia ibu di atas 40 tahun, kontraksi rahim tidak adekuat, ataupun ketuban pecah dini.
Sedangkan dari sisi bayi yang dikandung, operasi caesar dapat dilakukan pada kondisi seperti letak janin sungsang, letak janin melintang, denyut jantung janin abnormal, atau pun perkiraan berat bayi 4000 gram. Selain itu, tidak sedikit pula wanita hamil yang memiliki kecenderungan untuk melahirkan lewat metode operasi caesar, dibandingkan metode persalinan normal atau melalui vagina.
Artikel Lainnya: Memahami Proses Operasi Caesar, dari Persiapan Hingga Pemulihan
Berbagai Risiko Operasi Caesar pada Ibu dan Bayi
Setiap prosedur pembedahan besar tentu memiliki risiko. Pada operasi caesar, risiko dapat dialami ibu maupun janin dalam kandungan. Pada ibu, operasi caesar berisiko menimbulkan infeksi, cedera pada organ di sekitar area pembedahan, perdarahan, hingga emboli cairan ketuban. Pada janin, operasi caesar berisiko menyebabkan gangguan pernapasan pada bayi yang dilahirkan, terutama pada usia kehamilan sebelum 39 minggu.
Setelah proses persalinan selesai, seorang ibu dianjurkan untuk segera memberikan air susu ibu (ASI) sebagai sumber nutrisi utama bagi bayi yang baru dilahirkan. Biasanya, ASI diberikan sampai bayi berusia 6 bulan, sebelum diberikan makanan pendamping ASI (MPASI).
Selama kehamilan dan beberapa hari pascapersalinan, produksi ASI dipengaruhi oleh hormon prolaktin beserta hormon reproduksi lainnya. Hormon prolaktin akan semakin tinggi pada saat persalinan, tepatnya ketika ari-ari keluar dari rahim sehingga produksi ASI semakin banyak. Kondisi ini disertai dengan penurunan tajam kadar beberapa hormon reproduksi, yaitu progesteron, esterogen, dan human placental lactogen (HPL). Pada 48-72 jam pasca persalinan, ASI mulai banyak diproduksi. Keadaan tersebut didorong oleh hormon yang berasal dari kelenjar di otak dan akan terus terjadi meskipun ibu tidak menyusui bayinya.
Semakin lama peran hormon-hormon akan semakin berkurang dalam produksi ASI. Pada keadaan ini, kontrol produksi ASI berpindah dari otak ke payudara. Pengeluaran ASI yang terjadi saat menyusui merupakan kontrol utama bagi produksi ASI. Dalam keadaan normal, payudara akan terus memproduksi ASI selama pengeluaran ASI masih berlanjut ketika menyusui.
Artikel Lainnya: Berapa Batas Maksimal Melakukan Operasi Caesar yang Aman?
Operasi Caesar Bisa Pengaruhi Produksi ASI?
Faktanya, operasi caesar terbukti dapat mempengaruhi produksi ASI pasca persalinan. Sebuah penelitian yang dilakukan di Universitas Calgary, Kanada, menemukan bahwa wanita yang melahirkan melalui operasi caesar lebih banyak mengalami kesulitan dalam memberikan ASI dibandingkan wanita yang melahirkan melalui metode persalinan normal. Adapun beberapa hal dari operasi caesar yang dipercaya dapat memengaruhi produksi ASI, yaitu:
1. Kondisi Pasca Kehamilan
Menyusui dalam waktu 1 jam pertama pascapersalinan dan kontak antara kulit ibu dengan kulit bayi sesaat setelah persalinan, diketahui dapat memperlancar proses menyusui. Dengan menyusui, produksi ASI juga dapat dirangsang. Namun, keadaan ibu pascaoperasi caesar dapat menimbulkan keterbatasan bagi pergerakan atau posisi tubuh ibu, sehingga bukan tidak mungkin menimbulkan keterbatasan untuk dapat segera menyusui. Akibatnya, produksi ASI berkurang.
2. Efek Samping dari Obat Bius
Sebelum operasi caesar dimulai, pembiusan dilakukan terlebih dahulu. Umumnya, tindakan bius atau anestesi yang dipilih adalah spinal anestesi, yang mana penyuntikan dilakukan di area saraf tulang belakang. Obat bius yang paling sering digunakan adalah bupivacaine.
Pada sebuah penelitian, obat bius bupivacaine ditemukan dapat memengaruhi perilaku bayi, seperti kurangnya kepekaan dan kemampuan melihat bayi. Selain itu, obat bius ini sering dikombinasikan dengan obat fentanyl untuk keperluan pembiusan.
Pada penelitian lain, terbukti bahwa fentanyl dapat mengganggu perilaku makan bayi, termasuk dalam menyusui. Meskipun begitu, masih dibutuhkan banyak penelitian lain untuk mengetahui lebih lanjut efek samping jenis-jenis obat yang digunakan dalam pembiusan operasi caesar.
3. Perubahan Hormon
Perubahan kadar hormon oksitosin dan prolaktin dapat berbeda pada wanita yang melahirkan melalui operasi caesar dengan yang melahirkan secara normal. Kadar hormon oksitosin ditemukan lebih tinggi pada wanita yang hamil secara normal dibanding yang melalui operasi caesar. Padahal, hormon oksitosin berperan dalam pengeluaran ASI. Selain itu, kadar hormon prolaktin hanya naik sedikit pada wanita yang melahirkan melalui operasi caesar.
Artikel Lainnya: Ibu Operasi Caesar, Siapkan Sejumlah Barang Ini Sebelum Persalinan
Pada dasarnya, prosedur operasi apa pun memiliki risikonya tersendiri. Termasuk risiko pada operasi caesar, memang benar bahwa operasi ini bisa memengaruhi produksi ASI. Oleh karena itu, diskusikanlah dengan dokter Anda mengenai metode persalinan yang sesuai dengan kondisi kehamilan Anda, demi kesehatan Anda dan janin yang sedang dikandung.
[RN/ RVS]