Vaksin memegang peranan yang sangat penting dalam memerangi virus corona. Berbagai perusahaan mencoba membuat vaksin yang dapat digunakan untuk melawan virus ini.
Perusahaan bioteknologi asal Jerman, CureVac, pun ikut mengembangkan vaksin covid. Namun, dari hasil laporan uji klinis yang sudah dilakukan, vaksin CureVac dinyatakan tidak lolos untuk bisa digunakan.
Apa yang membuat vaksin COVID-19 buatan Jerman tersebut gagal?
Alasan Vaksin CureVac Gagal Memenuhi Standar Vaksin Corona
Dijelaskan oleh dr. Devia Irine Putri, vaksin CureVac dinyatakan tidak layak digunakan karena tidak menunjukkan tingkat kemanjuran yang sudah ditetapkan oleh WHO.
“Tidak lulus uji klinis karena vaksin CureVac ini efikasinya hanya 47 persen. Sedangkan, dari standar WHO minimal 50 persen untuk bisa dijadikan vaksin COVID-19,” ucap dr. Devia.
Artikel Lainnya: Terima Tipe Vaksin COVID-19 Berbeda, Adakah Efeknya?
Melansir Clinical Trials Arena, vaksin CureVac – disebut juga CVnCoV – dibuat dengan messenger ribonucleic acid (mRNA) non-kimia yang dimodifikasi.
Vaksin tersebut menggunakan spike protein dari virus corona yang diformulasikan dalam nanopartikel lipid.
Uji klinis sementara membuahkan hasil yang mengecewakan. Analisis sementara didasari pada 134 kasus COVID-19 dalam penelitian. Studi melibatkan sekitar 40.000 sukarelawan di Eropa dan Amerika Latin.
Efektivitas vaksin CureVac hanya sebanyak 47 persen. Oleh karena itu, vaksin ini dinyatakan memiliki efektivitas paling rendah, apalagi bila dibandingkan dengan vaksin mRNA lainnya seperti vaksin Pfizer dan Moderna.
Hasil sementara menunjukkan, vaksin CureVac efektif pada peserta yang lebih muda. Namun, vaksin ini tidak membuktikan kemanjuran pada mereka yang berusia di atas 60 tahun, yaitu kelompok usia yang paling berisiko terhadap COVID-19 yang parah.
Standar Vaksin Corona yang Ditetapkan WHO
Melansir laman resmi WHO Africa, tidak ada satu standar mengenai ambang batas efikasi yang bisa diterapkan pada semua jenis vaksin.
Setiap keputusan untuk menggunakan vaksin atau obat selalu melibatkan pertimbangan antara manfaat dan risiko.
Untuk vaksin COVID-19, efikasi yang ditetapkan adalah 50 persen. Karena, COVID-19 dianggap penyakit yang sangat parah.
Artikel Lainnya: Syarat yang Harus Dipenuhi Calon Penerima Vaksin COVID-19
Dari data yang tersedia, vaksin COVID-19 dengan tingkat kemanjuran 50 persen menunjukkan vaksin tersebut aman, setidaknya terhadap beberapa varian baru virus corona.
Kemanjuran vaksin dapat mengukur perlindungannya terhadap penyakit atau patogen dalam uji coba vaksin.
Jika vaksin memiliki efektivitas 50-70 persen, maka itu berarti seseorang yang divaksinasi lebih kecil kemungkinannya untuk mengembangkan penyakit ketimbang yang tidak mendapatkan vaksin.
Menurut dr. Devia, selain harus mencapai batas efektivitas 50 persen, semua vaksin harus melalui 3 fase uji klinis terlebih dahulu sebelum diedarkan. Begitu juga dengan vaksin corona.
“Uji klinis 3 artinya melibatkan lebih banyak orang. Kemudian, dibandingkan dengan orang yang tidak divaksin bagaimana, dilihat keamanan dan efek samping yang bisa muncul, dilihat efektif atau tidak,” jelas dr. Devia.
Bila ingin tanya lebih lanjut seputar vaksinasi coronavirus, konsultasi ke dokter via Live Chat atau aplikasi KlikDokter.
(FR/AYU)