Kesehatan Mental

Mengenal Social Pain dan Bedanya dengan Pandemic Fatigue

Ayu Maharani, 09 Feb 2021

Ditinjau Oleh Tim Medis Klikdokter

Ada satu lagi masalah mental yang muncul saat pandemi, yaitu social pain. Mungkinkah Anda mengalaminya? Coba cek penjelasannya di sini.

Mengenal Social Pain dan Bedanya dengan Pandemic Fatigue

Pada pertengahan masa pandemi tahun lalu, mungkin masalah pandemic fatigue lebih sering terdengar dan dikenal. Kini, perlahan kondisi mental itu “tergantikan” oleh social pain.

Apa sebenarnya social pain itu? Apakah kondisi ini jauh lebih mengkhawatirkan dibanding pandemic fatigue?

 

1 dari 3

Social Pain, Masalah Mental yang Muncul saat Pandemi

Profesor Emeritus Psikologi dan Ilmu Saraf di Duke University, Amerika Serikat, Mark Leary, Ph.D, menjelaskan konsep social pain.

Dilansir dari Healthline, ia mengatakan, “Dalam literatur psikologis, istilah tersebut sebenarnya telah digunakan untuk merujuk pada reaksi dari penolakan, pengabaian, kehilangan akibat kematian dan perpindahan, serta apa pun itu yang bersifat negatif.”

“Segala perubahan negatif yang menyakiti perasaan pada akhirnya membuat seseorang merasa kesepian dan sangat sedih.”

“Saking sedihnya, rasa sakit yang dirasakan justru lebih parah dibanding sakit fisik. Alhasil, karena sedang tertutupi rasa sedih yang mendalam, ia putus kontak dengan lingkungan sosialnya,” tambah Leary.

Sebuah penelitian dari University of São Paulo, Brasil, melaporkan masalah mental yang satu ini meningkat tajam sejak COVID-19 muncul.

Dalam studi berjudul Physical, Emotional, and Social Pain during COVID-19 Pandemic-Related Social Isolation itu, social distancing meningkatkan intensitas rasa sakit emosional sejumlah orang.

Di sisi lain, orang yang mengalami social pain terutama akibat kehilangan memang menarik diri dan putus kontak dengan lingkungan sosialnya.

Hal ini menunjukkan, reaksi yang dilakukan (menarik diri) oleh mereka justru bisa meningkatkan rasa sakit yang dialaminya dan berputar di situ-situ saja.

Artikel Lainnya: Tips Menjaga Kesehatan Mental Selama Resesi Ekonomi

2 dari 3

Apa Bedanya Social Pain dan Pandemic Fatigue?

Keduanya sama-sama emosi negatif yang timbul selama pandemi. Karena itulah, tak sedikit yang masih bingung dengan perbedaan antara social pain dan pandemic fatigue.

Ikhsan Bella Persada, M.Psi., Psikolog, menjelaskan, “Social pain arahnya lebih ke emosi sedih yang mendalam akibat kehilangan. Jadi, si individu itu tidak terkoneksi lagi dengan lingkungan sosialnya.”

“Sedangkan, pandemic fatigue lebih kepada emosi negatif yang bentuknya bukan kesedihan, melainkan jenuh, lelah, atau burnout dengan kondisi pandemi.”

“Orang yang mengalami pandemic fatigue sangat jenuh dengan segala pembatasan yang terjadi. Hal ini biasanya dirasakan oleh orang-orang yang belum bisa beradaptasi secara penuh. Kondisi ini berbeda dengan social pain yang tak ada hubungannya dengan jenuh atau adaptasi,” jelasnya.

Pandemic fatigue tergolong lebih ringan dibanding social pain. Jenuh dan lelah karena kelamaan di rumah akan langsung berkurang saat Anda sempat ke luar rumah dan bertemu sahabat.

“Beda dengan social pain, masalah ini lebih susah hilang karena emosinya lebih dalam. Rasa sepi dan efek kehilangannya tak instan lenyap dengan sekali bertemu teman,” terang Ikhsan.

Artikel Lainnya: Penyintas COVID-19 Rentan Kena Gangguan Mental Ini!

3 dari 3

Cara Mengatasi Social Pain

Hingga saat ini, Indonesia termasuk negara yang masih terus menyumbang kasus positif COVID-19 dunia.

Karena itulah, ada kemungkinan masalah social pain saat pandemi di Indonesia terus terjadi pada beberapa orang.

Kendati ada potensi demikian, bukan berarti kita tidak bisa melakukan apa pun. Ada beberapa cara mencegah dan mengatasi masalah mental ini, antara lain:

  • Berikan Waktu untuk Bersedih

Rasa sedih yang ditahan biasanya memakan waktu lebih lama dan menyakitkan. Profesor di Adelphi University, Amerika Serikat, Deborah Serani, Psy.D, menyarankan untuk memberi kesempatan dan batasan waktu bersedih.

Setelah habis batas waktunya, Anda mesti berdamai dengan keadaan. Tetaplah jalani hidup seperti biasa.

  • Minimalkan Waktu Berpikir

Di situasi yang serba tidak pasti ini, lebih baik Anda tidak terlalu banyak berpikir, apalagi memutar ulang kejadian sedih.

Kenang yang baik-baik saja. Saat pikiran tersebut mulai mengganggu, Anda bisa menghalaunya dengan relaksasi dan meditasi.

  • Lakukan Aktivitas Sensorik

Social pain merespons positif terhadap pengalaman sensorik. Untuk memuaskan indra Anda, coba dengarkan musik, melukis, berolahraga, memeluk hewan peliharaan, menghirup aromaterapi, atau berendam air hangat.

Temukan aktivitas sensorik lainnya yang lebih menyenangkan versi Anda sendiri dan lakukan secara rutin.

  • Latihan Journaling

Psikolog Ikhsan menyarankan untuk melakukan journaling. “Jadi, Anda bisa tuliskan perasaan yang sedang dirasakan, baik negatif maupun positif.”

“Teruslah ungkapkan perasaan di dalam jurnal tersebut. Tujuannya, agar Anda terbiasa mengekspresikan dan siap berinteraksi dengan orang lain.”

Artikel Lainnya: Yuk, Atasi Stres dengan Rutin Journaling!

  • Tetap Terhubung dengan Orang Lain

Tak mau langsung bertemu dengan orang lain atau video call? Tak masalah, Anda bisa melakukannya secara perlahan.

Pada awal pemulihan, mungkin Anda bisa sekadar melihat foto-foto terdahulu, chat beberapa rekan, atau melihat barang-barang menarik di e-commerce.

Keluar rumah sekadar berjalan-jalan tanpa ngobrol panjang dengan orang lain juga bisa dilakukan.

Kalau sudah siap, barulah Anda berkomunikasi lewat telepon atau video call. Bila kondisinya memungkinkan, makan siang atau makan malam bersama juga bisa dilakukan asalkan tetap mematuhi protokol kesehatan.

  • Minta Bantuan kepada Tenaga Profesional

Kalau belum juga menemukan kelegaan, lebih baik temui dan berkonsultasi dengan tenaga profesional.

Konselor dan psikoterapis dapat memberikan bantuan untuk mengatasi perasaan terputus dari lingkungan sosial.

Social pain menjadi masalah mental yang berpotensi menghantui sejumlah orang selama pandemi. Jangan remehkan emosi negatif itu dan berkonsultasilah kepada psikolog.

Bila butuh bantuan tenaga medis dalam mengatasi rasa stres atau depresi, coba konsultasi dengan dokter spesialis kejiwaan terlebih dahulu lewat layanan LiveChat di Klikdokter.

(FR/AYU)

pandemi
kesehatan mental