Hingga saat ini, lebih dari seribu orang tewas akibat gempa Sulawesi yang terjadi Jumat (28/9) lalu. Tragedi tersebut tentu saja meninggalkan kesedihan yang mendalam bagi warga yang terdampak bencana. Tak hanya itu, peristiwa gempa dan tsunami yang terjadi di sebagian besar Sulawesi Tengah – Donggala, Palu, Mamuju dan Sigi – masih meninggalkan rasa mencekam dan ketakutan bagi warga yang berhasil selamat. Akibatnya, korban gempa – khususnya anak-anak – selain menderita cedera juga mengalami PTSD atau post-traumatic stress disorder.
Dilansir dari liputan6, seorang warga Palu, bernama Hilda, menceritakan bahwa ia berada di tepi pantai Palu pada hari Jumat (28/9) lalu dan merasakan bagaimana tempat ia berdiri berguncang hebat, air laut naik, dan gulungan ombak seakan mengejarnya dari belakang. Di sekitarnya, ia dapat melihat sekumpulan anak yang sedang berada di pinggir pantai seketika tersapu air laut. Hingga saat ini, peristiwa itu masih membekas dengan jelas dalam pikirannya dan menyebabkannya tak bisa tidur di malam hari.
Ya, kejadian gempa Sulawesi tak hanya menyebabkan warga setempat berisiko mengalami masalah kesehatan, melainkan juga berisiko mengalami masalah psikologis seperti yang dialami Hilda. PTSD (post-traumatic stress disorder) merupakan salah satu gangguan psikologis yang rentan dialami oleh orang yang baru saja mengalami peristiwa mengerikan yang dapat mengancam hidupnya, seperti gempa dan bencana alam lainnya, kecelakaan, perampokan, dan sebagainya.
Mengenali gejala PTSD
PTSD merupakan gangguan psikis yang rentan dialami oleh seseorang yang mengalami peristiwa mengerikan, terjadi mendadak, dan mengancam kehidupannya. Tak hanya itu, PTSD juga bisa dialami oleh seseorang yang menyaksikan suatu kejadian mengerikan dialami oleh orang terdekatnya.
Gejala awal PTSD bisa muncul segera setelah peristiwa mengerikan tersebut terjadi. Kondisi ini secara medis lebih tepat disebut sebagai gangguan stres akut. PTSD juga bisa baru muncul beberapa bulan setelah peristiwa bencana.
Gejala yang timbul berupa:
- Mimpi buruk terkait peristiwa yang dialami dan menyebabkan tidur menjadi tidak nyenyak. Kadang dapat timbul flashback (memori tentang peristiwa bencana diingat lagi dan merasakan sensasi bahwa hal itu terjadi lagi).
- Ketakutan hebat yang menyebabkan penderita PTSD menghindari pembicaraan terkait dengan peristiwa bencana, dan berusaha sebisa mungkin tidak mengingat orang-orang yang bersamanya dalam situasi tersebut.
- Susah tidur, mudah marah dan gelisah, dan terlihat cemas sepanjang hari.
- Sulit berkonsentrasi, menjadi mudah lupa, tidak nafsu makan, dan menjadi malas beraktivitas.
Jika gejala di atas hanya terjadi selama beberapa hari sesudah kejadian traumatis, hal itu masih wajar. Pada PTSD, gejala-gejala di atas bisa berlangsung selama lebih dari satu bulan dan sangat mengganggu kehidupan sehari-hari, bahkan dapat mengganggu aktivitas kerja dan sekolah.
PTSD lebih rentan terjadi pada orang yang mengalami kehilangan orang terdekat saat bencana, orang yang kekurangan dukungan sosial pasca kejadian, orang yang mengalami masalah kesehatan serius akibat bencana tersebut.
PTSD harus ditangani dengan serius melalui pengobatan oleh psikiater. Pengobatannya berupa konseling, psikoterapi, dan obat-obatan. Jika PTSD dibiarkan atau tak ditangani dengan baik, gangguan tersebut bisa memberikan dampak jangka panjang seperti rentan menjadi pecandu narkoba atau alkohol, mengalami gangguan mental, dan sulit untuk menjalin relasi yang akrab dengan orang lain.
Bagaimana mencegah PTSD?
Sebenarnya tidak ada pedoman baku mengenai bagaimana cara untuk menangani trauma. Tiap orang memiliki mekanisme psikologis berbeda-beda untuk bisa membuat dirinya nyaman setelah menghadapi peristiwa traumatis.
Namun ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk bisa mencegah PTSD:
- Menjalin komunikasi yang intensif dengan orang terdekat.
- Menceritakan apa yang dipikirkan dan dirasakan dengan orang terdekat.
- Mendekatkan diri pada Tuhan, serta berusaha menemukan hikmah dari peristiwa yang dialami.
- Membantu orang lain yang mengalami kondisi yang lebih berat.
- Meyakini bahwa peristiwa tersebut akan berlalu dan berakhir dengan baik.
- Terapi relaksasi dengan cara menarik napas dalam perlahan dan mengembuskannya, lakukan berulang setidaknya selama lima menit.
- Melakukan aktivitas yang menyenangkan, yang dapat mendistraksi ketakutan dan rasa cemas.
- Mendengarkan musik yang menenangkan.
Jika Anda memiliki keluarga atau rekan yang baru saja mengalami gempa Sulawesi atau peristiwa traumatis lainnya, Anda juga bisa membantunya untuk terhindar dari PTSD. Tanyakan padanya atau pada korban gempa yang mengalami trauma, apa yang membuatnya nyaman saat ini, apa yang ingin atau tidak ingin dibicarakan olehnya. Dan bila perlu ajak dirinya untuk berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater.
[RVS]